I made this widget at MyFlashFetish.com.

Khilafah

Gempita Konferensi Rajab 1432 H

Senin, 30 Agustus 2010

Ungkap Persekongkolan Penguasa Palestina, Hamas Tahan Lima Pemuda HT















Bulan Ramadhan yang semestinya menjadi bulan perjuangan penegakkan syariah, tetapi penguasa Gaza malah menangkapi para pengemban dakwah. Entah atas didasari apa, penguasa Hamas kembali menangkap pemuda Hizbut Tahrir usai mendistribusikan pernyataan partai tentang Palestina yang mengungkap manipulasi Amerika melalui negoisasi, baik langsung maupun tidak langsung.

Sebanyak lima pemuda Hizbut Tahrir ditangkap pada hari Rabu, bertepatan dengan 15 Ramadhan usai mendistribusikan selebaran Hizbut Tahrir. Selebaran Hizbut Tahrir tersebut didistribusikan di Jalur Gaza maupun Tepi Barat. Beberapa media Timur Tengah memberitakan penangkapan tersebut.

Mereka akhirnya menghabiskan shoum Ramadhan di penjara yang menunjukkan ketidakadilan, pelanggaran otoritas Hamas dan kesenangan nafsu kekuasaan di bulan Ramadhan. Tiga orang diantaranya dilepaskan pada hari berikutnya. Kemudian dua orang lainnya baru dilepaskan pada tengah malam.

Beberapa waktu lalu, 13/07/2010, Hamas juga telah membubarkan rapat umum Hizbut Tahrir dalam rangka mengingat keruntuhan Khilafah. Pertemuan damai tersebut dihadapi dengan tindakan represif aparat Gaza, termasuk dihiasi tembakan senjata yang melukai seorang remaja tak bersalah [baca: Keamanan Otoritas Hamas di Gaza Lakukan Barbarisme Terhadap Para Pejuang Khilafah].

Hizbut Tahrir pada tanggal 12 Ramadhan telah mengeluarkan pernyataan politiknya terkait isu Palestina yang mengungkap ketundukkan penguasa Palestina baik di Tepi Barat maupun di Gaza yang mengikuti arahan Amerika. Di dalam pernyataan tersebut Hizbut Tahrir menyerukan para penguasa, tentara, dan kaum Muslim untuk bersegera menegakkan Khilafah yang akan memimpin kaum Muslim menghapus entitas Yahudi dari tanah kaum Muslim dan juga membebaskan negeri-negeri Muslim lainnya. [m/htpal/syabab.com]

Kecacatan Sekularisme Liberal: Chanel Perjuangan Khilafah Dihapus di Youtube












Kecacatan demokrasi kembali memperlihatkan dirinya bahwa ide ini benar-benar telah rusak dan tidak berpihak pada Islam. Baru-baru ini, sebuah Channel populer perjuangan Syariah dan Khilafah di situs Youtube, "Nahda Productions", ditutup oleh Youtube setelah ikut serta mempublikasikan video tentang situasi Afghanistan. Lagi-lagi, situs khusus penyedia video tersebut tak berpihak sepenuhnya kepada Islam.
Youtube, dengan sangat mudahnya menghapus video ke-Islam-an dengan alasan melanggar hak cipta, sementara video yang merusak generasi bebas berkeliaran, tak juga dihapus. Itulah kecacatan dalam sistem sekularisme liberalisme sekaligus kecacatan demokrasi.

Channel Nahda Productions yang dikelola oleh pemuda Muslim dari Australia ini telah memberikan banyak manfaat kepada kaum Muslim dan masyarakat dunia yang ingin mengenal lebih jauh tentang Islam dan dunia Islam.

Sekitar 2,5 Juta telah melihat channel ini dan terus tumbuh berkembang, dan telah dilihat oleh 100.000 profil serta memiliki 4.500 pelanggan. Bahkan, menjelang Konferensi Khilafah Internasional (KKI) pada 2007 yang dihadiri oleh 100.000 lebih kaum Muslim di Indonesia, Channel ini telah membantu memperluas berita KKI, baik sebelum acara maupun sesudahnya ke seantero dunia.

Melalui Channel ini pula, kaum Muslim di dunia dan juga orang Barat mengetahui perkembangan dakwah terhadap syariah dan Khilafah di seantero dunia. Termasuk di dalamnya, film dokumenter spektakuler di abad ini, produksi HT yang berjudul "O Muslims - For how much longer? An outcry to the Ummah". Film ini menggambarkan penderitaan umat Islam serta kezhaliman Barat selepas dibubarkannya Khilafah serta perjuangan penegakkan Khilafah di seluruh dunia. Secara khusus, channel ini juga menampilkan beberapa kegiatan dakwah di Barat, seperti di Australia dan Inggris.

Nahda Production telah mempublikasikan 600 lebih video berukuran besar di bidang teologi, agama, ilmu pengetahuan, ideolog dan politik serta isu-isu dunia dalam puluhan bahasa yang berbeda sesuai dengan pengunjung di semua bagian dunia. Akun tersebut memiliki komunitas besar dan berkembang mengikuti pemirsa dari puluhan ribu orang di seluruh dunia.

Channel itu dikelola oleh seorang pemuda Muslim Australia dengan nama pengguna fazzamin. Ia mendapatkan akun khusus, sehingga bisa mengunggah video berdurasi panjang. Sejak usia SMA, ia sangat aktif menyebarkan video syariah dan khilafah, sejak usia mudanya itulah ia mampu menggegarkan dunia dengan menyebarkan pesan Khilafah. Alamat channelnya adalah www.youtube.com/farazamin yang kini belum bisa dilihat lagi.

Kini, pengelola channel Nahda terus berusaha agar channel tersebut kembali dapat dilihat oleh jutaan pemirsa di dunia. Bahkan, pihak pengelola pun telah membuat komunitas untuk mendukung pengembalian hak terhadap Youtube melaui situs jejaring sosial. Kaum Muslim dapat ikut serta memberikan dukungan pada alamat berikut ini http://www.facebook.com/pages/We-request-Youtube-to-bring-back-the-Nahda-Productions-fazzamin-Channel/137165569660331. [m/np/fa/syabab.com]

Kecacatan Sekularisme Liberal: Chanel Perjuangan Khilafah Dihapus di Youtube








Kecacatan demokrasi kembali memperlihatkan dirinya bahwa ide ini benar-benar telah rusak dan tidak berpihak pada Islam. Baru-baru ini, sebuah Channel populer perjuangan Syariah dan Khilafah di situs Youtube, "Nahda Productions", ditutup oleh Youtube setelah ikut serta mempublikasikan video tentang situasi Afghanistan. Lagi-lagi, situs khusus penyedia video tersebut tak berpihak sepenuhnya kepada Islam.
Youtube, dengan sangat mudahnya menghapus video ke-Islam-an dengan alasan melanggar hak cipta, sementara video yang merusak generasi bebas berkeliaran, tak juga dihapus. Itulah kecacatan dalam sistem sekularisme liberalisme sekaligus kecacatan demokrasi.

Channel Nahda Productions yang dikelola oleh pemuda Muslim dari Australia ini telah memberikan banyak manfaat kepada kaum Muslim dan masyarakat dunia yang ingin mengenal lebih jauh tentang Islam dan dunia Islam.

Sekitar 2,5 Juta telah melihat channel ini dan terus tumbuh berkembang, dan telah dilihat oleh 100.000 profil serta memiliki 4.500 pelanggan. Bahkan, menjelang Konferensi Khilafah Internasional (KKI) pada 2007 yang dihadiri oleh 100.000 lebih kaum Muslim di Indonesia, Channel ini telah membantu memperluas berita KKI, baik sebelum acara maupun sesudahnya ke seantero dunia.

Melalui Channel ini pula, kaum Muslim di dunia dan juga orang Barat mengetahui perkembangan dakwah terhadap syariah dan Khilafah di seantero dunia. Termasuk di dalamnya, film dokumenter spektakuler di abad ini, produksi HT yang berjudul "O Muslims - For how much longer? An outcry to the Ummah". Film ini menggambarkan penderitaan umat Islam serta kezhaliman Barat selepas dibubarkannya Khilafah serta perjuangan penegakkan Khilafah di seluruh dunia. Secara khusus, channel ini juga menampilkan beberapa kegiatan dakwah di Barat, seperti di Australia dan Inggris.

Nahda Production telah mempublikasikan 600 lebih video berukuran besar di bidang teologi, agama, ilmu pengetahuan, ideolog dan politik serta isu-isu dunia dalam puluhan bahasa yang berbeda sesuai dengan pengunjung di semua bagian dunia. Akun tersebut memiliki komunitas besar dan berkembang mengikuti pemirsa dari puluhan ribu orang di seluruh dunia.

Channel itu dikelola oleh seorang pemuda Muslim Australia dengan nama pengguna fazzamin. Ia mendapatkan akun khusus, sehingga bisa mengunggah video berdurasi panjang. Sejak usia SMA, ia sangat aktif menyebarkan video syariah dan khilafah, sejak usia mudanya itulah ia mampu menggegarkan dunia dengan menyebarkan pesan Khilafah. Alamat channelnya adalah www.youtube.com/farazamin yang kini belum bisa dilihat lagi.

Kini, pengelola channel Nahda terus berusaha agar channel tersebut kembali dapat dilihat oleh jutaan pemirsa di dunia. Bahkan, pihak pengelola pun telah membuat komunitas untuk mendukung pengembalian hak terhadap Youtube melaui situs jejaring sosial. Kaum Muslim dapat ikut serta memberikan dukungan pada alamat berikut ini http://www.facebook.com/pages/We-request-Youtube-to-bring-back-the-Nahda-Productions-fazzamin-Channel/137165569660331. [m/np/fa/syabab.com]

Kamis, 26 Agustus 2010

Al Qur’an Sumber Solusi, Mengapa Tetap Diabaikan?


[Al Islam 521] Tak terasa, hari-hari shaum yang kita jalani sudah memasuki pertengahan Ramadhan. Sebagai Muslim kita meyakini, di antara malam-malam Ramadhan itu akan hadir Lailatul Qadar yang ditunggu-tunggu, karena nilai keutamaannya yang setara dengan seribu bulan. Selain itu, pada malam Lailatul Qadar ini pula al-Quran pertama kali diturunkan oleh Allah SWT dari Lauhil Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di Langit Dunia. Allah SWT berfirman:

إِنّا أَنزَلنٰهُ فى لَيلَةِ القَدرِ ﴿١﴾ وَما أَدرىٰكَ ما لَيلَةُ القَدرِ ﴿٢﴾ لَيلَةُ القَدرِ خَيرٌ مِن أَلفِ شَهرٍ ﴿٣﴾

Sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran pada Lailatul Qadar. Apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik nilainya dari seribu bulan (QS al-Qadar [97]: 1-3).

Sebagian Muslim meyakini al-Quran pertama kali turun ke bumi tanggal 17 Ramadhan. Untuk itu, pada 17 Ramadhan mereka biasa memperingati peristiwa turunnya al-Quran atau mengadakan Peringatan Nuzulul Quran. Karena itu, tentu penting untuk memaknai kembali peristiwa Nuzulul Quran yang setiap tahun diperingati oleh kaum Muslim, bahkan biasa diperingati oleh Kepala Negara dan jajaran para pejabatnya di negeri ini.

Makna Nuzulul Quran

Allah SWT berfirman:

شَهرُ رَمَضانَ الَّذى أُنزِلَ فيهِ القُرءانُ هُدًى لِلنّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِنَ الهُدىٰ وَالفُرقانِ

Bulan Ramadhan, itulah bulan yang di dalamnya al-Quran diturunkan, sebagai petunjuk (bagi manusia), penjelasan atas petunjuk itu serta sebagai pembeda (QS al-Baqarah [2]: 185).

Ayat di atas tegas menyatakan bahwa al-Quran yang diturunkan oleh Allah SWT berfungsi sebagai hud[an], bayyinat dan furq[an]. Maknanya, al-Quran adalah petunjuk bagi manusia; memberikan penjelasan tentang mana yang halal dan mana yang haram, juga tentang berbagai hudud dan hukum-hukum Allah SWT; serta pembeda mana yang haq dan mana yang batil (Lihat: al-Baidhawi/I/220; Ibn Abi Salam, I/154; an-Nasisaburi, I/48; As-Suyuthi, I/381). Lebih tegas dinyatakan oleh Abu Bakar al-Jazairi dalam Aysar at-Tafasir, saat menafsirkan potongan ayat di atas, bahwa al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia yang bisa mengantarkan mereka untuk meraih kesempurnaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Maknanya, al-Quran turun dalam rangka: (1) memberi manusia petunjuk; (2) menjelaskan kepada mereka jalan petunjuk itu; (3) menerangkan jalan kebahagiaan dan kesuksesan mereka; (4) memandu mereka agar bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil dalam seluruh urusan kehidupan mereka (Al-Jazairi, I/82).

Al-Quran: Sumber Solusi

Dengan memahami maksud ayat di atas, jelas harus dikatakan bahwa al-Quran sesungguhnya sumber solusi bagi setiap persoalan hidup yang dihadapi manusia. Hal ini juga ditegaskan dalam ayat berikut:

وَنَزَّلنا عَلَيكَ الكِتٰبَ تِبيٰنًا لِكُلِّ شَيءٍ وَهُدًى وَرَحمَةً وَبُشرىٰ لِلمُسلِمينَ

Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelas segala sesuatu; juga sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang Muslim (QS an-Nahl [16]: 89).

Menurut Al-Jazairi (II/84), frasa tibyan[an] li kulli syay[in] bermakna: menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh umat (Al-Jazairi, II/84). Ayat di atas juga menegaskan bahwa al-Quran merupakan petunjuk (hud[an]), rahmat (rahmat[an]) dan sumber kegembiraan (busyra) bagi umat.

Sayang, meski Allah SWT secara tegas menyatakan al-Quran sebagai sumber solusi, kebanyakan kaum Muslim saat ini mengabaikan penegasan Allah SWT ini. Buktinya, hingga saat ini al-Quran tidak dijadikan rujukan oleh umat, khususnya para penguasa dan elit politiknya, untuk memecahkan berbagai persoalan hidup yang mereka hadapi. Padahal jelas, umat ini, khususnya di negeri ini, sudah lama dilanda berbagai krisis: krisis keyakinan (misal: munculnya banyak aliran sesat), krisis akhlak (munculnya banyak kasus pornografi/pornoaksi, perselingkuhan/perzinaan, dll), krisis ekonomi (kemiskinan, pengangguran, dll) krisis politik (karut-marut Pemilukada, separatisme, dll), krisis sosial, krisis pendidikan, krisis hukum, dll. Semua ini tentu membutuhkan solusi yang pasti, tuntas dan segera.

Memang, para penguasa dan elit politik negeri ini bukan tidak berusaha mencari solusi. Namun, solusi yang mereka gunakan alih-alih mampu mengatasi berbagai krisis tersebut, tetapi malah memperpanjang krisis dan menambah krisis baru. Ini karena solusi yang dipakai selalu merujuk pada ideologi sekular, yakni Kapitalisme. Untuk mengatasi krisis keyakinan, misalnya, mereka malah mengembangkan pluralisme. Untuk mengatasi krisis ekonomi, mereka mengembangkan ekonomi yang makin liberal antara lain dengan mengembangkan program privatisasi (penjualan aset-aset negara), terus menumpuk utang luar negeri yang berbunga tinggi, menyerahkan pengelolaan (baca: penguasaan) berbagai sumberdaya alam (SDA) kepada swasta/pihak asing, menyerahkan harga barang-barang milik rakyat (BBM, listrik, gas, bahkan air) kepada mekanisme pasar, dll. Akibatnya, kemiskinan dan pengangguran justru makin meningkat, dan krisis ekonomi makin parah.

Untuk mengatasi krisis politik mereka terus mengembangkan demokrasi yang justru menjadi akar persoalan politik. Untuk mengatasi krisis pendidikan mereka malah terus melakukan sekularisasi dan ‘kapitalisasi’ pendidikan. Akibatnya, sudahlah mahal, pendidikan tidak menghasilkan generasi beriman dan bertakwa serta berkualitas.

Lalu untuk mengatasi krisis hukum dan keadilan mereka malah memproduksi hukum buatan sendiri yang sarat dengan kepentingan para pembuatnya. Demikian seterusnya. Akibatnya, berbagai krisis tersebut bukan malah teratasi, tetapi malah makin menjadi-jadi. Semua itu jelas, karena mereka benar-benar telah mengabaikan al-Quran sama sekali.

Dosa Mengabaikan al-Quran

Selain menjadikan berbagai krisis tidak pernah teratasi, mengabaikan al-Quran sesungguhnya merupakan dosa besar bagi kaum Muslim. Allah SWT berfirman:

وَقالَ الرَّسولُ يٰرَبِّ إِنَّ قَومِى اتَّخَذوا هٰذَا القُرءانَ مَهجورًا ﴿٣٠﴾

Berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (QS al-Furqan [25]: 30).

Dalam ayat ini, Rasulullah saw. mengadukan perilaku kaumnya yang menjadikan al-Quran sebagai mahjûr[an], yakni melakukan hajr al-Qur’ân (mengabaikan al-Quran).

Dulu ayat ini berkaitan dengan orang-orang kafir. Namun saat ini, tidak sedikit umat Islam yang bersikap abai terhadap al-Quran, sebagaimana kaum kafir dulu. Memang mereka tidak mengabaikan al-Quran secara mutlak. Namun, mereka sering memperlakukan ayat-ayatnya secara diskriminatif. Misal: mereka bisa menerima apa adanya hukum-hukum ibadah atau akhlak, tetapi menolak hukum-hukum al-Quran tentang kekuasaan, pemerintahan, ekonomi, pidana, atau hubungan internasional. Contoh, terhadap ayat-ayat al-Quran yang sama-sama menggunakan kata kutiba yang bermakna furidha (diwajibkan atau difardhukan), sikap yang muncul berbeda. Ayat kutiba ‘alaykum al-shiyâm (diwajibkan atas kalian berpuasa) dalam QS al-Baqarah [2]: 183 diterima dan dilaksanakan. Namun, terhadap ayat kutiba ‘alaykum al-qishâsh (diwajibkan atas kalian qishash; dalam QS al-Baqarah [2]: 178), atau kutiba ‘alaykum al-qitâl (diwajibkan atas kalian berperang; dalam QS al-Baqarah [2]: 216), muncul sikap keberatan, penolakan bahkan penentangan dengan beragam dalih; apalagi ketika semua itu diserukan untuk diterapkan secara praktis. Sikap ini jelas terkategori ke dalam sikap mengabaikan al-Quran dan karenanya merupakan dosa besar.

Pentingnya Membumikan al-Quran

Dengan mencermati paparan di atas, umat ini sejatinya segera menyadari, bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi seluruh persoalan hidup mereka saat ini tidak lain dengan kembali menjadikan al-Quran sebagai sumber solusi. Tentu aneh jika selama ini banyak yang mempertanyakan peran Islam dan kaum Muslim dalam menyelesaikan aneka krisis, namun pada saat ada tawaran untuk menjadikan syariah Islam-yang notabene bersumber dari al-Quran-sebagai solusi malah ditolak. Bahkan belum apa-apa mereka menuduh penerapan syariah Islam sebagai ancaman terhadap pluralisme, Pancasila, NKRI dll. Padahal jelas, solusi-solusi yang tidak bersumber dari syariah (al-Quran) itulah yang selama ini nyata-nyata telah “mengancam” negeri dan bangsa ini, yang berakibat pada makin panjangnya krisis dan membuat krisis makin bertambah parah.

Jelas, di sinilah pentingnya umat ini segera membumikan al-Quran, dalam arti menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, al-Quran memang harus diterapkan. Di dalamnya terdapat hukum yang mengatur seluruh segi dan dimensi kehidupan (QS an-Nahl [16]: 89).

Hanya saja, ada sebagian hukum itu yang hanya bisa dilakukan oleh negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik luar negeri; termasuk pula hukum-hukum yang mengatur pemberian sanksi terhadap pelaku pelanggaran hukum syariah. Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan oleh individu dan hanya sah dilakukan oleh khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.

Berdasarkan fakta ini, keberadaan negara merupakan sesuatu yang dharûrî (sangat penting). Tanpa ada sebuah negara, mustahil semua ayat al-Quran dapat diterapkan. Tanpa negara Khilafah Islamiah, banyak sekali ayat al-Quran yang terbengkalai. Padahal menelantarkan ayat al-Quran-walaupun sebagian-termasuk tindakan mengabaikan al-Quran yang diharamkan. Oleh karena itu, berdirinya Daulah Khilafah Islamiah harus disegerakan agar tidak ada satu pun ayat yang diabaikan.

Lebih dari itu, al-Quran telah terbukti menjadi sumber inspirasi bagi kemajuan umat manusia, terutama dalam menyelesaikan berbagai problem kehidupan mereka. Simaklah pengakuan jujur seorang cendekiawan Barat, Denisen Ross, “Harus diingat, bahwa al-Quran memegang peranan yang lebih besar bagi kaum Muslim daripada Bibel dalam agama Kristen…Demikianlah, setelah melintasi masa selama 13 abad, al-Quran tetap merupakan kitab suci bagi seluruh Turki, Iran, dan hampir seperempat penduduk India. Sungguh, sebuah kitab seperti ini patut dibaca secara meluas di Barat, terutama pada masa kini…” (E. Denisen Ross, dalam buku, Kekaguman Dunia Terhadap Islam).

Simak pula komentar W.E. Hocking tentang al-Quran, “Saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikatakan, bahwa hingga pertengahan Abad Ketiga belas, Islamlah pembawa segala apa yang tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat.” (The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 461).

Walhasil, jika al-Quran nyata-nyata merupakan sumber solusi, mengapa penguasa negeri ini tetap mengabaikannya dan enggan menerapkannya dalam kehidupan?!

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. []


Komentar al-islam:

DPD Harap Tingkatkan Sinergi dengan Pemerintah Bahasa Amandemen UUD 1945 (Detik.com, 24/8/2010).

Amandemen UUD negara puluhan kali tetap sia-sia belaka jika tidak merujuk pada al-Quran.

Milisi Ekstremis Kristen Siap Amankan Upacara “Pembakaran Al-Qur’an” Di Florida















WASHINGTON- Gereja di Florida yang akan menyelenggarakan kampanye untuk “Hari Pembakaran Al-Qur’an se-Dunia” mengumumkan bahwa “ekstremis sayap kanan”, yaitu organisasi bersenjata Kristen akan melindungi tempatnya selama upacara “pembakaran al-Qur’an” yang dijadwalkan pada peringatan kesembilan serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat. Langkah gila ini telah mendapat peringatan dari persatuan gereja bahwa kegilaan ini telah memicu ketegangan antara umat Kristen dan kaum Muslim di seluruh dunia.

Gereja Dove World Outreach Center di Gainesville, Florida mengklaim bahwa Gereja Dove akan menjadi tuan rumah acara ini untuk memperingati para korban serangan, dan mengambil sikap bermusuhan dengan Islam.

Bahkan Gereja Dove telah memulai kampanyekan serangan melalui situsnya dan di halaman “Facebook”, yang memiliki lebih dari 6 ribu anggota. Ia menyerukan orang Kristen yang ingin bergabung untuk pembakaran al-Qur’an.

Pastor Terry Jones mengatakan bahwa ia telah menerima tawaran dari “ekstremis sayap kanan”, yang akan menerjunkan antara 500 sampai 2.000 anggota milisi sipil bersenjata, seperti yang dijelaskannya, untuk melindungi tempatnya pada tanggal 11 September.

Jones menjelaskan dalam sebuah surat melalui e-mail ke CNN: “Ada kebutuhan untuk perlindungan seperti itu …. Hal ini sangat diperlukan dalam merespon ancaman pembunuhan dan ancaman terorisme yang kami terima.”

Ia menambahkan: “Biro Investigasi Federal (FBI) telah memperingatkan kami dari ancaman tersebut. Namun itu tidak terhadap kami saja, melainkan terhadap sasaran-sasaran lain di Florida…. Kami menerima pribadi melalui telepon, dan yang banyak melalui e-mail.”

Sayangnya, tidak ada jaringan untuk mendapatkan penyataan langsung dari “ekstremis sayap kanan”. Namun menurut pernyataan yang diterima dari Gereja Dove World Outreach Center, bahwa pendiri organisasi bersenjata, Shannon Carson berkata: “Kami sepenuhnya mendukung upaya Gereja Dove World Outreach Center untuk mengakhiri gagasan bahwa Islam adalah agama damai…. Justru Islam adalah kultus kekerasan dengan tujuan dominasi dunia.”

Bahkan sebelumnya Jones telah melontarkan kritikan tajam dan menyakitkan terhadap Islam. Dimana ia mengatakan bahwa “Islam bukan agama dari Allah (samâwiy), melainkan agama buatan setan. Sehingga mereka yang mempercayainya akan masuk neraka.”

Sementara di lain pihak, kepemimpinan agama di Florida merencanakan untuk mengadakan forum agama di bawah slogan “Perdamaian, Pemahaman dan Harapan” sebagai reaksi terhadap kampanye “pembakaran Al-Qur’an”. Bahkan Pastor Dan Johnson melalui situsnya mengecam Gereja Methodis Trinity United yang mengundang untuk upacara “pembakaran Al-Qur’an”.

Ia mengatakan bahwa Forum Gainesville untuk Semua Agama itu akan diadakan dengan partisipasi kaum Muslim, Kristen, Yahudi, dan Hindu, pada tanggal 10 September mendatang, pada malam kampanye “pembakaran Al-Qur’an yang direncanakan oleh Pastor Terry Jones.” (CNNArabic.com, 25/8/2010).

Senin, 23 Agustus 2010

Pesan dan Wasiat Ustadz Abu Bakar Ba'asyir Dari Dalam Tahanan













Hari Jum'at 20/8/2010 beberapa pengurus Jamaah Anshorut Tauhid dari berbagai wilayah di Indonesia datang membezuk ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang saat ini di tahan di Mabes Polri. Sekitar pukul 16.00 WIB rombongan secara bergantian 10 orang mulai masuk kedalam Mabes Polri dan bertemu ustadz Abu.

Hari Sabtu 21/8/2010 malam, MuslimDaily kemudian menemui salah satu pengurus JAT wilayah Surakarta yang sehari sebelumnya ikut membezuk ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Bertempat di rumahnya di daerah Laweyan, bapak Muhammad Hendi menceritakan kepada MuslimDaily perihal pertemuan dengan ustadz Abu Bakar dan pesan-pesan beliau yang ditujukan kepada para anggota JAT pada khususnya.

Tidak hanya anggota JAT yang diijinkan membezuk ustadz Abu, namun ada beberapa orang dari organisasi GARIS (Gerakan Reformis Islam) yang juga turut membezuk ustadz Abu.

Dalam pesannya pertama kali ustadz Abu mengingatkan kepada anggota JAT agar mendoakan ustadz Abu Bakar tetap sabar dalam menghadapi musibah, tidak kecil hati dengan adanya musibah ini karena musibah ini adalah musibah di jalan Allah SWT (Fisabillillah), jangan lemah semangat, jangan pantang menyerah seperti yang digambarkan sabarnya para pengikut nabi Muhammad SAW dan ustadz ingin agar bisa seperti itu. Ustadz Abu mengingatkan bahwa itulah sifat-sifat pengikut nabi Muhammad SAW. Ustadz Abu Bakar juga menyitir ayat mengenai tidak akan masuk surga orang yang belum ditimpa musibah.

Dari dalam tahanan itu, ustadz Abu Bakar Ba'asyir juga mewasiatkan jika beliau akhirnya dipanggil Allah SWT beliau minta didoakan agar dipanggil Allah SWT dalam keadaan khusnul khotimah.

Interogasi

Bapak Muhammad Hendi menceritakan, salah satu anggota GARIS sempat menanyakan kepada ustadz Abu Bakar apakah dalam proses interogasi terdapat kekerasan yang dilakukan Tim Penyidik dari Densus 88. Ustadz Abu menjawab kekerasan hanya dilakukan pada proses penangkapan. Pada proses penangkapan yang kasar tersebut ustadz Abu Bakar berani menantang anggota Densus 88, "Kalau berani tembak saya, kamu tak doakan dilaknat sama Allah," begitu ucap Bapak Hendi menirukan ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Setelah ustadz Abu berani bersikap tegas dan melawan, kemudian hal itu berefek dalam proses interogasi. Ustadz Abu Bakar mengatakan proses interogasi tidak ada kekerasan atau hal kasar lagi. Beliau bersikukuh tidak akan menyampaikan hal apapun sebelum beliau didampingi Tim Pengacara Muslim.

Mengenai sikap tegas ustadz Abu Bakar dihadapan penyidik dari Densus 88 ini, beliau memang selalu bersikap demikian bahkan sejak penangkapan beliau pada tahun 2001 dari Rumah Sakit PKU saat beliau masih dalam kondisi sakit dan dirawat. Pada waktu itu tim interogasi dengan kasar membentak ustadz Abu Bakar Ba'asyir sambil menggebrak-gebrak meja, tidak itu saja bahkan ustadz Abu diancam akan ditembak. Tapi apa jawaban ustadz Abu Bakar pada saat itu, beliau berdiri dan membuka baju sambil mengatakan "Tembak saya sekarang kalau berani". Setelah itu tidak ada lagi perlakukan kasar yang diterima ustadz Abu Bakar Ba'asyir.

Di dalam tahanan Mabes Polri ini, baru pada hari Jum'at 20/8/2010 ustadz Abu Bakar Ba'asyir diperbolehkan keluar dan sholat Jum'at berjamaah. Sebelumnya beliau hanya sholat didalam sel isolasinya. Ustadz Abu Bakar juga menyampaikan sebenarnya ada beberapa tahanan lain didalam Mabes Polri yang meminta tauisah dari Ustadz Abu, namun karena beliau di isolasi jadi belum bisa memberikan tausiah dan nasehat kepada tahanan lain, beliau mengatakan agar mereka bersabar dan menunggu waktu sampai dibolehkan pihak kepolisian.

Sebenarnya proses interogasi sudah tidak dilakukan lagi terhadap ustadz Abu Bakar, namun pihak kepolisian kini memperpanjang proses penahanan ustadz Abu hingga bulan Desember 2010, demikian seperti yang dituturkan Bapak Muhammad Hendi.

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir juga mengatakan kepada pembezuknya yang membawakan makanan agar tidak berlebih-lebihan dan sederhana saja. Terakhir, pesan ustad Abu Bakar Ba'asyir khusus kepada para anggota Jamaah Anshorut Tauhid, sekarang ini agar taat kepada amir (pemimpin) pengganti beliau yakni ustadz Achwan dari Surabaya.

Ahmad Zaky, MuslimDaily Solo

Ja�far Umar Thalib Ternyata Penasihatnya JK (Jusuf Kalla)










Ja’far Umar Thalib, sebagaimana dikutip dari situs Wikipedia pria keturunan Arab-Madura ini lahir di Malang pada 29 Desember 1961. Pada tahun 1993 Ja’far dan beberapa tokoh "Salafi" mendirikan pesantren Ihyaus Sunnah di dusun Degolan, Sleman, Yogyakarta.

Kedekatannya dengan para pejabat tinggi negara menjadi salah satu kelebihannya. Tanah wakaf pesantrennya saja merupakan tanah wakaf dari salah seorang keponakan petinggi TNI. Hamzah Haz juga disebut-sebut pengagum Ja’far Umar Thalib, pada awal tahun 2002 Hamzah Haz pernah mengunjungi Ja’far saat mendekam di dalam sel penjara.

Selain itu Ja’far Umar Thalib juga dikenal kontroversial. Ja’far pernah dipenjara pada masa pemerintahan Megawati lantaran tuduhan makar atas ceramahnya di masjid Al-Fatah Ambon. Setelah dibebaskan ia kemudian pernah menghadiri acara dzikir bahkan duduk menjadi dewan syari’ah majelis dzikir yang dipimpin oleh Arifin Ilham sehingga tokoh-tokoh "Salafi" menjauhinya hingga dibuatlah sebuah artikel “Ja’far Umar Thalib Telah Meninggalkan Kita.”

Sehari setelah penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (10/08) Metro TV mewawancarai Ja’far Umar Thalib. Jika para Ulama dan tokoh Islam bergabung mengecam penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebaliknya Ja’far justru tidak sama sekali ikut prihatin apalagi mengecam. Ia bahkan menuduh Ustadz Abu sebagai tokoh sesat berpaham takfiriy dan khawarij. Jika kita menyaksikan acara tersebut kita akan melihat sungguh luar biasa kebencian Ja’far Umar Thalib kepada Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.

Saat membezuk Ustadz Abu Bakar Ba’asyir pada Jum’at sore (20/08) di sel bareskrim Mabes Polri Ustadz Abu menanggapi pernyataan fitnah Ja’far Umar Thalib. Beliau menuturkan; “Dia itu kalau diajak berhadapan (berdebat, pen.) tidak berani. Karena Ja’far Umar Thalib itu penasihatnya JK (Jusuf Kala) jadi dia itu memang penasihatnya thaghut. Orang berilmu tetapi membantu thaghut itu Ja’far Umar Thalib. Ja’far Umar Thalib itu persoalannya uang bukan apa-apa jadi meskipun ngomongnya benar tapi tujuannya bathil.Jadi kalau diajak debat tidak berani dia, sekarang kalau saya tanya kamu ngerti apa tentang khawarij? Dia tidak berani berhadapan. Dan dia mengatakan Negara ini Negara Islam itu kata Ja’far Umar Thalib, sedangkan kalau menurut saya ini Negara kafir, Negara thaghut.”

Wajar saja jika Ustadz Abu Bakar Ba’asyir tidak terima atas tudingan Ja’far Umar Thalib karena sikapnya yang begitu diwarnai kebencian terhadap Ustadz Abu.

Kita tentu masih ingat saat KH. Athian Ali memediatori Ishlah di sekretariat FUUI (Faorum Ulama Umat Islam) masjid Al-Fajr Bandung pada 13 Februari 2007. Bagaimana caci maki Ja’far terhadap Ustadz Abu yang lebih tua dengan mengatakan beliau dajjal, pikun dan ucapan tidak sopan lainnya. Beginikah sikap ulama yang konon katanya berilmu? Na’udzubillah mindzalik!

Widi, Kontributor MuslimDaily, Jakarta

Jumat, 20 Agustus 2010

Tolak Melepas Jilbab, Disneyland Usir Karyawati Muslimah


Sumber media mengatakan bahwa kompleks hiburan terkenal, Disneyland California Selatan mengusir seorang karyawati Muslimah asal Maroko, bernama Iman Boodlal karena menolak untuk melepas jilbabnya saat bekerja di salah satu restoran kompleks tersebut.

Boodlal menyampaikan keluhan kepada Komisi Kesempatan Kerja yang berisi tuduhan bahwa manajemen tempat kerjanya tidak membolehkan dirinya memakai jilbab pada saat bekerja. Bahkan sudah tiga kali ia dipulangkan ke rumahnya tanpa mendapatkan hak-haknya.

Sumber serikat pekerja mengatakan bahwa Boodlal-yang melepas jilbabnya sebelum pergi bekerja-memutuskan untuk melawan aturan ini, setelah ia melewati tes untuk mendapatkan kewarganegaraan AS, yang didapatinya pada bulan Juni lalu.

Sumber itu menambahkan bahwa karyawati Muslimah ini mengungkapkan pada saat mempersiapkan tes kewarganegaraan bahwa konstitusi AS menjamin kebebasan berkeyakinan. Inilah yang membuatnya memutuskan untuk terus memakai jilbab pada saat bekerja.

Namun juru bicara Disneyland mengatakan bahwa kompleks telah menawarkan kepada Boodlal sebuah “solusi yang rasional”, yakni ia boleh tetap memakai jilbab dengan syarat ia bekerja di bagian belakang sehingga para pelanggan restoran tidak melihatnya. Dikatakan bahwa bagi semua karyawan komleks harus memakai seragam.

Karyawati Muslimah itu menolak tawaran yang dinilainya sebagai sebuah bentuk “penghinaan” ini. Ia menambahkan bahwa manajemen Disneyland mengusulkan itu adalah “karena ia berkebangsaan Arab dan Muslim, sehingga mereka tidak ingin melihatnya.” (aljazeera.net, 19/8/2010).

Selasa, 17 Agustus 2010

Tentara Salibis Asing Tewas Dalam Perang Afghanistan Melebihi 2000












Lebih dari 2.000 tentara salibis asing tewas di Afghanistan sejak perang dimulai pada akhir 2001, dengan 434 orang tewas selama tahun 2010. Angka ini diumumkan oleh situs independen icasualties.org, dikutip Al Jazeera pada Senin (16/8/2010).

Secara keseluruhan, terdapat 2.002 tentara yang tewas sejak invasi pimpinan Amerika, termasuk 1.226 orang Amerika dan tentara Inggris sebanyak 331 orang. Sementara itu, dalam rentang enam bulan pertama tahun 2010 saja, terhitung 1.271 warga sipil Afghanistan yang tewas.

Pekan lalu, laporan semester pertama PBB tahun 2010 menunjukkan bahwa korban sipil telah naik hingga 31 persen tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Juni 2010 dinilai sebagai bulan paling mematikan dalam perang Afghanistan, dengan 102 pasukan salibis asing tewas saat melaksanakan operasi di provinsi Helmand selatan dan Kandahar.

Saat ini terdapat lebih dari 140.000 pasukan AS dan pasukan pimpinan NATO lainnya di Afghanistan. Penggembungan jumlah tentara ini diharapkan akan mampu mencerabut Taliban hingga ke akar-akarnya pasca digulingkan dari pemerintahan dalam invasi 2001. Meskipun demikian, AS cukup pesimis dengan ambisi tersebut. Pasalnya, tanda-tanda kemenangan tak kunjung berpihak pada Negeri Paman Sam tersebut. Yang terjadi justru sebaliknya. Korban dan kerugian lainnya bertubi-tubi menimpa pasukan asing. Hal ini pula yang memicu sengketa perang antara sekutu-sekutu AS, seperti Belanjda pada Februari lalu, dan Jerman pada bulan Mei tahun 2010.

Selain itu, semakin tingginya jumlah korban sipil di Afghanistan akibat serangan yang dilakukan NATO dan sekutunya menjadi sumber gesekan antara pemerintah Afghanistan dan sekutu Barat. (althaf/arrahmah.com)

Senin, 16 Agustus 2010

The Guardian: 94 Pangkalan Militer AS Akan Tetap Di Irak


Surat kabar Inggris, The Guardian menegaskan bahwa gagasan penarikan pasukan pendudukan Amerika dari Irak hanya “simbolis” saja dalam rangka untuk menyelamatkan Presiden Barack Obama dari warisan pendahulunya, George W. Bush.
Surat kabar itu mengatakan dalam sebuah laporan yang ditulis oleh “Martin Chulov” dari ibukota Irak, Baghdad dan dipublikasikan pada edisi hari Ahad (15/8), “bahwa yang akan tetap berada di Irak adalah enam brigade di 94 pangkalan militer AS di Irak.”

Surat kabar itu bertanya-tanya “Tentang apabila pemimpin brigade ini ragu-ragu untuk mengirim tentaranya ke medan perang di Irak, dan mereka cukup dengan menonton Baghdad terbakar, dan hal ini akan menjadikan posisi dan reputasi Amerika rusak bahkan sulit untuk memperbaikinya. Inilah yang membuat perang di Irak menjadi masalah bagi Obama, bukan warisan yang tidak diinginkan dari pendahulunya, George W. Bush.”

Surat kabar menyamakan Duta Besar AS, Christopher Hill yang datang ke Irak dengan penguasa AS, Paul Bremer yang datang ke Irak setelah pendudukan Baghdad.

Surat kabar berkata, Bremer datang dengan klaim bahwa “Ia akan membantu Irak untuk mendapatkan kemerdekaannya, dan meletakkan dasar bagi suatu negara yang efektif dan layak.” Namun ia membiarkan negara dijarah partai-partai keagamaan dan sektarian; membiarkan penghancuran struktur negara, dan membiarkan penyelesaikan tentara nasional Irak. Sementara kehidupan rakyat Irak diabaikan. Setiap kelompok justru sibuk dengan kepentingannya, dan berlomba menawarkan kesetiaannya “ke negara-negara tetangga”.

The Guardian mengatakan: “Hill tiba di Irak 16 bulan yang lalu dengan tugas tertentu, yaitu mengubah kendali negara yang telah dirusak oleh kekacauan sektarian. Di mana ia mulai dengan rencana Bush untuk Irak yang demokratis. Sehingga kondisi Irak seperti bayi baru lahir lalu mati. Dan bukan lagi gagasan bahwa Irak yang berada di pusat Timur Tengah yang baru dan menarik.”

Sementara misi utama Hill adalah merehabilitasi posisi Amerika Serikat yang rapuh di Timur Tengah dan dunia pada umumnya.

Hill, seperti halnya Bremer mengklaim bahwa ia telah mencapai kesuksesan dan melakukan sesuatu yang luar biasa. Namun kami berada di pertengahan tahun 2010 telah menjadi sulit untuk menemukan bukti guna mendukung optimisme ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh mantan Duta Besar AS untuk Irak. Negara ini sekarang lebih buruk daripada sebelum ia melaksanakan misinya di Baghdad. Sekarang di Irak tidak ada lagi layanan, sementara arus listrik terputus dari sebagian besar kota-kota Irak ketika suhu mencapai 48 derajat Celsius. Sedangkan pembunuhan terjadi hampir setiap hari. Begitu juga pemboman dan serangan roket meningkat dengan cepat.

Thariq Aziz, Wakil Perdana Menteri dalam pemerintahan Presiden Saddam Hussein, mengatakan kepada surat kabar The Guardian dari kamp penahanannya seminggu yang lalu bahwa “Obama meninggalkan negara ini untuk serigala-serigala”. Hal ini didasarkan pada kekacauan politik yang meliputi seluruh Irak setelah tujuh tahun pendudukan (mediaumat.com, 16/8/2010).

Hariman Yakin Demokrasi Kita Akan Jatuh


Hariman Siregar, aktivis sepuh yang identik dengan gerakan mahasiswa berujung Malapetaka 15 Januari 1974 di Jakarta, mengatakan, demokrasi di Indonesia semakin mahal dan menjauh dari ideal. Hariman pun meragukan demokrasi bisa bertahan.

“Saya ragu demokrasi bisa bertahan. Tidak tahu kapan, tapi saya yakin kejatuhan demokrasi akan terjadi,” kata Hariman, yang juga pendiri Nextlead Indonesia dalam diskusi di Jakarta, Jumat (13/8/2010).

Menurut dia, demokrasi di Indonesia semakin mahal tetapi tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.

“Proses-proses demokrasi tidak lagi ada hubungannya dengan rakyat. Rakyat hanya untuk mengeruk popularitas yang dilakukan melalui cara yang mahal, pemilu yang mahal, kampanye ala Amerika Serikat yang mahal, semua dengan uang dan ini jelas tidak mendorong demokratisasi sebenarnya,” katanya.

Ia menambahkan, banyak kandidat yang tidak memiliki akar di masyarakat namun hanya mengandalkan popularitas yang dibeli melalui beragam media dan juga politik uang.

“Partai hanya menjadi fungsi legitimasi, pemberi cap, dan gagal menjalankan fungsinya sebagai pengkader para pemimpin,” katanya.

Kondisi ini, menurut dia, cepat atau lambat akan membuat demokrasi semakin kehilangan daya dukungnya. (republika.co.id, 14/8/2010)

RI Belum Merdeka dari Jeratan Utang


INILAH.COM, Jakarta – RI merdeka 65 tahun tak berarti bebas dari jajahan utang. Celakanya, pemerintah justru bergeming dengan pencintraan. Katanya, rasio utang turun terhadap PDB.

Dani Setiawan, Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) menilai, pemerintah selalu mengedepankan citra dalam mengurus utang daripada kerja kongkrit mengatasinya. Pemerintah selalu menebar siasat pencitraan, dengan mengatakan, kondisi utang aman.

Sebab, menurut Dani, dengan menggunakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang sebesar Rp6.253,79 triliun, rasio utang RI turun jadi 26%. “Padahal, yang dibandingkan adalah rasio utang terhadap PDB sedangkan utang terus bertambah,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (13/8).

Dani memaparkan, jumlah utang RI semakin membesar. Pada semester pertama 2010, utang RI bertambah Rp34,97 triliun dari posisi 2009, dari Rp1.590 triliun jadi Rp1.625 triliun. “Siasat pencitraan itu, sama sekali tidak mencerminkan membengkaknya utang yang berdampak pada beban anggaran,” tukasnya.

Akibatnya, lanjut Dani, beban fiskal pemerintah semakin memburuk. Sebab, selama 5 tahun terakhir dari 2005 hingga 2009, akumulasi beban cicilan pokok dan bunga utang dalam APBN mencapai Rp879,22 triliun. “Angka itu gabungan utang luar negeri maupun dalam negeri,” ujarnya.

Untuk 2010 saja, imbuh Dani, pemerintah merencanakan pembayaran cicilan utang pokok dan bunga sebesar Rp237 triliun. Sedangkan anggaran belanja pemerintah pusat hanya Rp725 triliun. “Jadi, hampir setengah dari belanja pemerintah pusat, digunakan untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang,” ucap Dani.

Keadaan ini dinilainya sebagai kerawanan dan ancaman besar dalam ekonomi Indonesia. “Sebab, anggaran untuk belanja publik, tidak mendapat prioritas utama dibandingkan prioritas pembayaran cicilan utang yang selalu jadi nomor satu,” timpalnya.

Alhasil, lanjut Dani, pemberantasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja baru bukan lagi jadi tugas pemerintah jika dilihat dari postur anggaran semacam itu. Ke depan, tanggung jawab itu, mungkin akan diserahkan ke swasta atau investor asing. “Penjajahan baru melalui mekanisme utang!” tandas Dani.

Di sisi lain, karakter tambahan utang baru ke luar negeri biasanya dalam bentuk program atau biasa disebut development policy loan. Ini merupakan kerjasama pemerintah dengan Bank Dunia, ADB, Jepang dan lain-lain.

“Sejak 2004, development policy loan mengontrol dan mengarahkan kebijakan ekonomi RI, agar sesuai dengan keinginan dari pihak kreditor,” ungkapnya.

Kontrol itu berupa perintah untuk segera memotong subsidi energi seperti listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain itu juga berupa intervensi seperti, perintah untuk segera merevisi aturan-aturan mengenai Daftar Negatif Investasi agar lebih terbuka dan bebas bagi asing. “Semua itu tertulis dalam utang development policy loan itu,” urai Dani.

Dari sisi utang dalam negeri pun bertambah kacau. Sebab, dalam penerbitan obligasi negara pun, sudah bergeser fungsinya. Pada mulanya, obligasi digunakan untuk menutupi defisit anggaran. “Dengan semakin banyaknya kepemilikan asing di Surat Utang Negara (SUN) dan di tengah perlambatan ekonomi Eropa dan AS, RI jadi pasar potensial obligasi bagi para spekulan,” imbuhnya.

Setelah krisis ekonomi Eropa dan AS pecah, kepemilikan asing di SUN terus meningkat. Hingga Agustus 2010, kepemilikan asing di SUN mencapai Rp177 triliun dengan bunga 8% sangat jauh dari AS 0,58%. “SUN menjadi instrumen pasar keuangan bagi para spekulan dan bukan lagi untuk pembiayaan defisit APBN,” jelas Dani.

Latif Adam, Koordinator Tim Kajian Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, utang telah menggerogoti kemandirian ekonomi.

Sebab, pada saat utang lobi kesepakatan antara kreditor dengan debitor ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. “Lobi ini tidak pernah transparan, ada agenda atau konsesi apa bagi kreditor di balik pemberian utang,” uajarnya.

Di sisi lain, Latif mengakui, rasio utang RI terhadap PDB mengalami penurunan. Tapi, ini jadi politik pencintraan bahwa pemerintah berhasil menekan rasio utang terhadap PDB. “Padahal, yang pas untuk mengukur rasio utang adalah besaran utang terhadap PNB (Produk Nasional Bruto),” timpalnya.

PDB mencerminkan, masyarakat Indonesia dan asing memiliki kewajiban membayar utang. Padahal asing tidak. Sedangkan PNB, lebih merepresentasikan rakyat yang harus membayar utang. “Saat ini, rasio utang terhadap PNB tidak pernah disebut-sebut,” pungkas Latif. [mdr]

Jumat, 13 Agustus 2010

WikiLeaks Siap Rilis Lagi 15 Ribu Dokumen Kebohongan Perang Afghanistan


LONDON-Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, Kamis menyatakan situsnya sedang mempersiapkan untuk melepaskan lagi sekitar 15 ribu dokumen mengenai perang di Afghanistan. “Kami sudah melewati setengah jalan lebih,” katanya pada wartawan di London, Inggris. “Ini adalah proses yang sangat mahal.”

Pentagon pada Kamis memperingatkan WikiLeaks soal dokumen-dokumen rahasia mereka yang telah diterbitkan sebelumnya. “Ini merupakan kumpulan kesalahan yang telah menempatkan kehidupan terlalu banyak dalam risiko,” kata Geoff Morrell, sekretaris asisten deputi pertahanan untuk urusan publik.

“Hanya satu cara bertanggung jawab atas tindakan bagi mereka, yaitu segera menghapus semua dokumen yang dicuri dari situs web mereka dan menghilangkan semua bahan diklasifikasikan dari komputer mereka,” katanya. “Jika mereka mempublikasikan dokumen tambahan setelah mendengar keprihatinan kita tentang bahaya yang akan mencelakakan pasukan, sekutu, dan warga sipil Afghanistan yang tidak bersalah, maka sungguh itu sebuah langkah yang sangat tidak bertanggung jawab.”

Tapi Assange mengatakan dia “benar-benar” berkomitmen untuk terus membuka kebohongan perang Afghanistan dengan merilis dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hal itu. “Setiap kali kita mengambil salah satu organisasi besar, mereka mencoba dan mencoba untuk menemukan berbagai cara untuk mengkritik kami, dan mungkin ada beberapa kritik yang sah dalam hal ini,” katanya. “Tapi kami berusaha keras untuk tetap kembali dengan menerbitkan beberapa materi.”

Assange sebelumnya mengatakan situs webnya memiliki 15 ribu dokumen tambahan yang ingin segera diterbitkan. Namun, ada sejumlah pertimbangan karena dapat membahayakan orang-orang yang disebutkan namanya. (repubika.co.id, 13/8/2010)

WikiLeaks Ready to Release More Documents 15 Thousand Lies Afghan War


LONDON-Founder WikiLeaks, Julian Assange, Thursday declared the site is preparing to release again around 15 thousand documents about the war in Afghanistan. "We've passed the half way over," he told reporters in London, England. "This is a very expensive process." WikiLeaks has warned the Pentagon on Thursday about their secret documents that have been published previously. "This is a collection of mistakes that have put too many lives at risk," said Geoff Morrell, deputy assistant secretary of defense for public affairs.

"The only way responsible for their actions, that is immediately delete all the documents that were stolen from their website and remove any classified materials from their computers," he said. "If they publish additional documents after hearing our concerns about the dangers that would harm the troops, allied, and Afghan civilians who are innocent, then it's a step that is very irresponsible." But Assange said he "absolutely" committed to continue to open war in Afghanistan lies with the release of the documents associated with it. "Every time we take one of the major organizations, they try and try to find ways to criticize us, and maybe there is some legitimate criticism in this regard," he said. "But we try hard to stay back with some material issue." Assange earlier said the website has 15 thousand additional documents to be published soon. However, there are a number of considerations because it can endanger the people who mentioned his name. (Repubika.co.id, 08/13/2010)

Kamis, 12 Agustus 2010

Face Book Ustadz ABB Tembus Ribuan Pendukung


















JAKARTA (Arrahmah.com) - Face book Freedom and Support Ustadz Abu Bakar Ba'asyir (ABB) pagi ini menembus angka 1.371, Selasa (10/8). Berbagai komentar dan dukungan bermunculan di situs jejaring sosial tersebut. Poster Ustadz ABB pun bermunculan lengkap dengan kalimat-kalimat dukungan. Ribuan umat Islam kabarnya akan memadati Masjid Al Azhar, siang ini untuk memberikan dukungan kepada Ustadz ABB. Perlawanan baru saja dimulai!

Laskar Khusus 99 Anti Densus 88

Face book Ustadz ABB saat ini menjadi tempat paling favorit bagi siapapun yang ingin menumpahkan kekesalannya kepada tindakan dzolim aparat kepolisian yang telah menangkap paksa Ustadz ABB, terutama Densus 88.

Face book yang saat ini menjadi trend perjuangan umat Islam tersebut beralamat di http://www.facebook.com/free.abb. Foto profilenya tentu saja gambar Ustadz ABB, dengan tulisan mencolok berwarna merah dan kuning, Freedom and Support Ustadz Abu Bakar Ba'asyir (hafizahullah). Pada bagian atas tertulis :

"Apa yang bisa diperbuat musuh padaku !!!! taman dan kebun (surga)ku ada di dadaku, Kemanapun ku pergi, ia selalu bersamaku dan tiada pernah tinggalkan aku. Terpenjaraku adalah khalwat, pembunuhanku adalah mati syahid. Terusirku dari negeriku adalah rekreasi..."

Tidak kalah menariknya beberapa komentar ditujukan kepada Densus 88, utamanya kekesalan dan makian, karena tindakan represif yang selalu dilakukannya. Abu Zidane, salah seorang pengunjung, dengan menggunakan foto profil Ustadz ABB berkomentar:
"Ya ALLAH Hancurkan Musuh Musuh Islam Hancurkan densus 88 beserta pemerintahan yg dzolim ini, Kami hanya merindukan & memperjuangkan SyariatMu tegak di bumi ini. Ya Allah beliau adalah Amir Kami jagalah dan lindungilah dia karena kami semua hanya bergantung dan berlindung kepadaMU ya RAB. ALLAHU AKBAR.."

Sementara itu pengunjung yang lain ikut mengomentari dan berkomentar tentang Densus 88.
DENSUS 88 ANTITEROR (ANTI ISLAM).... Buatan Yahudi Laknatullah dari negeri Kangguru. dan sekutusekutunya US dan ISRL. Semoga Allah memberi Laknat kepada mereka DENSUS 88 dan juga para pemimpin yang DZOLIM....!!!! Amiiiiinn...

Kekesalan para pengunjung dan pendukung Ustadz ABB kepada Densus 88 juga dilampiaskan melalui poster. Sebuah poster bertuliskan Detasemen Antiteror yang dihiasi bintang david, symbol negara zionis yahudi. Poster lainnya bertuliskan Laskar Khusus 99 Anti Densus 88 dengan lafadz syahadah di tengah lingkaran dan QS Al Anfal ayat 60 sebagai dasar pijakan. Semua ini menggambarkan kekecewaan dan kekesalan umat kepada lembaga yang bernama Densus 88 ini.

Sikap Ustadz ABB sendiri sangat tegas terhadap Densus 88 dan menganggap lembaga tersebut hanya sebagai kepanjangan tangan dari Amerika.

"Atas izin Allah saya menolak untuk diperiksa oleh Densus 88 karena menurut keyakinan saya hal itu adalah diharamkan karena Densus 88 menurut pandangan saya merupakan kepanjangan dari musuh-musuh Islam, dalam hal ini AS dan Israel yang masuk dalam kategori kafir harbi, kafir yang sedang memerangi Islam dan umat Islam,"

"Maka haram bagi saya untuk memberikan keterangan dalam pemeriksaan oleh Densus 88. Karena itu berarti membantu kafir harbi yang sekarang dikutuk oleh Allah SWT,"

Solidaritas Umat Untuk Ustadz ABB

Sejak pagi, Selasa (10/8/2010) hp redaksi arrahmah.com dibanjiri sms yang mengajak untuk berkumpul siang hari ini di Masjid Al Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan. Misalnya sebuah sms dari Shariah 4 Indonesia yang berbunyi:

"Diharapkan hadir di Masjid Al Azhar Kebayoran pada hari ini jam 12.00 WIB buat dukungan kepada orang yang kita cintai UST ABU BAKAR BA'ASYIR. Semoga Allah memudahkan langkah kita. SEBARKAN."

Atau sms ini:

DUKUNGAN UTK UST ABU : Selasa 10-agt-2010 zhuhur Kumpul di Masjid AL-AZHAR Kebayoran berangkat ke Bareskrim Mabes Polri. Sebarkan!

Nampaknya dukungan dan support untuk Ustadz ABB akan terus mengalir dari umat Islam yang telah lama muak dengan berbagai kedzoliman Densus 88 dan merindukan keadilan dan kejujuran syariat Islam ditegakkan di negeri ini. Wallahu'alam bis showab!

(M Fachry/arrahmah.com)

Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...

Rabu, 11 Agustus 2010

Hukuman Mati, Tuntutan Bombastis Yang Udah Basi















Jakarta (voa-islam.com) -Setelah menangkap Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, Polri menetapkan Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sebagai tersangka. Ba'asyir dijerat dengan pasal hukuman mati. Meski demikian Ustadz Abu Bakar Ba'asyir santai-santai saja menghadapi tuntutan tersebut.

"Beliau menerima saja. Santai saja," ujar pengacara Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, Mahendradatta, Selasa (10/8/2010) malam.

..."Kita gerak lagi setelah Ramadan. Santai saja, ini tidak perlu terlalu serius," terang Mahendra...

Mahendra menjelaskan, percuma Ustadz Abu Bakar Ba'asyir melawan atau membela diri, karena semua sudah dirancang sebagian oknum Polri. Hal ini pernah disampaikan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir saat diperiksa penyidik Mabes Polri .

"Saya mau bicara apapun, pasti dijebloskan, silakan saja bapak-bapak ini tentukan nasib saya di dunia," ujar Mahendra menirukan ucapan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir.

Menurut Mahendra, bukan pertama kali ini Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dituntut dengan pasal-pasal yang bombastis. Berulang kali pula pria berjenggot putih ini dituduh melakukan teror-teror yang mengerikan lewat serangkaian aksi bom di Tanah Air. Kali ini, saat Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dituduh terlibat latihan militer di Aceh, hal ini pun tidak mengherankan lagi bagi Mahendra.

"Memang ada sekelompok kecil oknum di tubuh Polri yang tidak senang waktu beliau dibebaskan," tuding Mahendra.

Tim Pembela Muslim (TPM) pun akan berusaha membela Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sekuat tenaga. Namun di bulan Ramadan ini, Ba'asyir meminta agar tidak terlalu banyak berbantah-bantahan. Pihak TPM pun menyanggupi permintaan ini.

"Kita gerak lagi setelah Ramadan. Santai saja, ini tidak perlu terlalu serius," terang Mahendra.

Polisi Tuduh Tiga Tuduhan

Penyidik harus bekeja keras untuk membuktikan keterlibatan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dalam terorisme di Indonesia. Penyidik sangat yakin dengan alat bukti yang ada tentang peran Baasyir.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Edward Aritonang menjelaskan ada 3 hal keikutsertaan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dalam terorisme di Tanah Air. Pertama, Baasyir aktif dalam perencanaan kegiatan teroris, termasuk didalamnya proses pelatihan sampai aksinya.

Kedua, Edward menuturkan, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sebagai pimpinan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) aktif menggalang dana untuk mengumpulkan data dan memberikan uang kepada orang-orang yang ditunjuk untuk operasi dan pengendali di Aceh.

Terakhir, ujar Edward, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir mengetahui rangkaian peristiwa terorisme dari laporan-laporan yang disampaikan secara berkala, bahkan dilaporkan dengan laporan-laporan visual.

..."Di video itu sekaligus pertanggungjawaban terhadap penggunaan anggaran. Itu dilakukan di bebarapa tempat dan disaksikan oleh beberapa orang dan semuanya sudah diperiksa," tegas Edward...

"Di video itu sekaligus pertanggungjawaban terhadap penggunaan anggaran. Itu dilakukan di bebarapa tempat dan disaksikan oleh beberapa orang dan semuanya sudah diperiksa," tegas Edward, Selasa (10/8).

Terkait hal tersebut, juru bicara Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Son Hadi mengatakan bahwa pihak kepolisian memanipulasi bukti untuk menjerat Ba’asyir.

“Atas dasar apa penetapan tersangka itu. Kalau video rekaman tersebut kan bisa dibuat-buat,” katanya, Rabu (11/8/2010).

Terkait video yang dimaksud Son, Mabes Polri mengklaim telah mengantongi video yang membuktikan keterlibatan Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir dengan pelatihan militer teroris di Aceh.

Lebih lanjut Son mensinyalir ada skenario khusus yang dimainkan pihak pemerintah dengan kepolisian. “Ustadz ditangkap dua hari setelah SBY mengaku mendapatkan ancaman. Inikan ada sesuatu,” paparnya.

Dia menambahkan, penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang waktunya dekat dengan bulan Ramadan dikhawatirkan akan menimbulkan provokasi bagi umat Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Pasalnya Ustaz bukan hanya punya Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) tapi punya umat.

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir Bukan Orang Tolol

Polisi menuduh Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Ustadz Abu Bakar Ba'asyir akan mengganti dasar negara lewat serangkaian aksi teror. Guna melakukan niatan itu, sejumlah pelatihan militer digelar Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Tim Pembela Muslim (TPM) pun menertawakan tuduhan polisi itu.

..."Jadi tidak setolol itu mau ganti dasar negara dengan perang," tutupnya....

"Ustadz Abu Bakar Ba'asyir memang orang kampung. Tapi tidak bodoh. Kami tersinggung dengan tuduhan itu," ujar pengacara Ba'asyir dari TPM, Mahendradatta, Selasa (10/8/2010) malam.

Menurut Mahendra, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir tentu tidak sebodoh itu mau melawan TNI dan polisi yang jumlahnya ratusan ribu untuk mengganti dasar negara. Apalagi menurut Mahendra, polisi menuduh pengikut Ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang telah dilatih hanya sekitar 50 orang.

"Masa pikirannya sebodoh itu, 50 orang mau melawan ratusan ribu TNI dan Polri," jelas Mahendra. Mahendra menjelaskan, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir memang punya niat ingin mengganti dasar negara.

Tapi bukan dengan cara kekerasan melainkan dengan cara konstitusional. Hal itu pernah disampaikan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir saat bertemu dengan Ketua MPR Taufiq Kiemas beberapa waktu lalu. "Jadi tidak setolol itu mau ganti dasar negara dengan perang," tutupnya. (Ibnudzar/dbs).

SBY Tidak Boleh Cuci Tangan, Bebaskan ABB!














Ismail Yusanto:

Jakarta,-Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto menilai pernyataan Istana Presiden yang mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah memerintahkan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri untuk menangkap Amir Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Ba’asyir dengan tuduhan terorisme adalah sebagai bentuk cuci tangan saja.

Ismail menyayangkan, semestinya presiden tidakboleh cuci tangan. Kalau memang tidak memerintahkan, SBY harus memanggil Kapolri dan menginstruksikan pembebasan ABB. “Kan presiden bisa bertindak, kalau memang polisi bertindak tidak pada tempatnya kan bisa dipanggil dan Ust Abu dibebaskan!” ujarnya kepada mediaumat.com Rabu, (11/8) pagi di Jakarta. Karena menurutnya, penangkapan ABB dengan tuduhan terkait terorisme adalah kedzaliman dan penangkapannya pun sangat semena-mena di pinggir jalan lagi padahal tempat tinggal dan kegiatan ABB sangat jelas.

“Ini merupakan tindakan dzalim dan semena-mena di tengah-tengah situasi kepolisian itu gagal total membereskan kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat!” tegasnya. Masyarakat sedang mengawal penanganan kasus korupsi sampai kasus rekening gendut para perwira polisi yang mengindikasikan persekongkolan jahat dalam berbagai hal, mulai dari penggelapan pajak hingga makelar kasus. Lalu tiba-tiba polisi menangkap seorang ustadz yang sudah sepuh. Apalagi dengan tuduhan mendanai segala macam hanya dengan bukti rekaman video.

Ismail yakin bahwa ABB tidak terlibat tindak teroris apapun. Karena secara prinsip ABB sudah mengulang berkali-kali. Bahwa ia itu tidak setuju dengan berbagai pengeboman di Indonesia termasuk pula bom Bali I dan II itu. Lalu dasarnya apa kalau dikatakan ABB itu mendanai aktivitas terorisme? Apalagi tuduhan itu hanya berdasarkan rekaman video. Memang rekaman video itu ada, tetapi tidak ada hubungannya dengan teror.

“Karena rekaman itu adalah merupakan dokumentasi kegiatan untuk persiapan jihad ke Palestina saat Israel menyerang Gaza pada awal 2009 lalu!” tegasnya. Tetapi opini dikembangkan sedemikian rupa seolah-olah itu adalah video kegiatan terorisme dan ABB merestui tindak terorisme sehingga ada alasan bagi kepolisian untuk menangkapnya.

ABB itu merupakan figur yang ditakuti Amerika, jadi selama ini Amerika tidak akan pernah puas sampai ABB ditangkap. Makanya dicari-cari alasan untuk menangkapnya, akhirnya ketemu rekaman video itu. Jadi jelaslah pemerintah mengada-ada dan memaksakan diri sekedar untuk melampiaskan nafsu jahat Amerika.(mediaumat.com, 11/8/2010)

PENGUMUMAN 1 RAMADHAN 1431 H














بسم الله الرحمن الرحيم

Telah terlihat hilal syar’iy di beberapa tempat di Indonesia, maka 1 Ramadhan jatuh pada Rabu 11 Agustus 2010. DPP HTI Mengucapkan selamat menunaikan Ibadah Shaum Ramadhan 1431H.

Sabtu, 07 Agustus 2010

Pernyataan Hizbut Tahrir Indonesia “Menyambut Bulan Ramadhan 1431 H”

Nomor: 183/PU/E/08/10 Jakarta, 6 Agustus 2010 M/25 Sya’ban 1431 H

PERNYATAAN
HIZBUT TAHRIR INDONESIA

“Menyambut Bulan Ramadhan 1431 H”

Marhaban ya Ramadhan. Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan penuh berkah. Bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang telah Allah jadikan puasa sebagai fardhu dan shalat malam sebagai tathawwu’. Bulan yang siapa mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan kebajikan, samalah ia mengerjakan fardhu di bulan yang lain; dan barang siapa melakukan fardhu, samalah ia dengan mengerjakan tujuh puluh fardhu di bulan lain.

Ramadhan adalah bulan sabar, dan sabar pahalanya surga. Ramadhan adalah bulan memberikan pertolongan, dan bulan dimana Allah akan menambah rizki mukmin. Bulan yang barang siapa memberi makanan berbuka, maka baginya ada ampunan dari Allah bagi dosa-dosanya dan kebebasan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan berbuka puasa, baginya pahala dari orang yang mengerjakan puasa itu tanpa sedikitpun mengurangi pahala orang itu.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari siksa api neraka. Bulan yang barang siapa meringankan beban pembantunya, niscaya Allah akan mengampuni dosanya dan memerdekakan dari neraka.

Selama bulan Ramadhan, Allah menuntun untuk memperbanyak 4 hal. Dua hal pertama yang membuat Allah ridha yakni mengucapkan asyhadu an la ilaha illallah dan astaghfirullah. Dua perkara lain yang sangat disenangi manusia, yakni memohon sorga dan berlindung dari siksa api neraka. Barang siapa memberi minum kepada orang yang berpuasa, niscaya Allah akan memberi minum kepadanya dari air danau dengan suatu minuman yang membuat orang itu tidak akan kehausan lagi hingga ia masuk ke surga.

SERUAN

Berkenaan dengan kedatangan bulan suci Ramadhan, Hizbut Tahrir Indonesia menyerukan:

1. Kepada seluruh umat Islam Indonesia agar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya secara ruhiyah (mental), fikriyah (ilmu) dan jasadiyah (fisik) serta menggembirakan hati menyambut kedatangan bulan Ramadhan ini agar dapat melaksanakan shaum Ramadhan dengan khusyu’ dan penuh penghayatan sehingga seluruh hikmah puasa dapat ditangkap dengan baik.
2. Kepada pemerintah untuk dengan sungguh-sungguh menjaga situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya agar tetap kondusif sedemikian sehingga umat Islam dapat melaksanakan shaum Ramadhan dengan khusyu’. Tempat-tempat maksiat harus ditutup. Dan mestinya bukan hanya selama bulan Ramadhan, melainkan juga di luar bulan Ramadhan. Sebagai gantinya dihadirkan tempat-tempat hiburan yang sehat, yakni yang halal dimana di dalamnya tidak terdapat perkara yang dilarang agama (pornografi dan pornoaksi, miras, narkoba, zina, pergaulan bebas dan sebagainya)
3. Kegundahan masyarakat yang terjadi akibat keputusan pemerintah menaikkan harga TDL, teradinya ledakan gas kemasan 3 kg di berbagai tempat dan berbagai peristiwa lain yang terjadi di tanah air hendaknya tidak mengganggu ketenangan dan kekhusyu’an ibadah umat Islam di bulan suci. Bahkan sebaliknya, suasana Ramadhan yang juga disebut syahrul jihad (bulan jihad) hendaknya memberikan suntikan semangat dan keteguhan untuk berpegang teguh kepada Islam, serta lebih giat lagi melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan berjuang demi terwujudnya kehidupan Islam melalui tegaknya kembali syariah dan khilafah di muka bumi.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto

Hp: 0811119796 Email: Ismailyusanto@gmail.com

Floods in Pakistan: The test for us is to ACT




Thousands have died and millions have been made homeless from widespread flooding in Pakistan. How should Muslims living in Britain respond?

1. We are one Ummah: The Ummah of Muhammad sallallahu alaihi wassallam - and those who are shaheed or made homeless are our brothers, sisters, mothers, fathers and children. We make dua for them, and our hearts ache for them.

2. Just as Allah is testing them with their hardship, He Subhana wa Ta’ala is testing us with our response. In this time of need and immediate crisis, we should help where we can and give sadaqa for their aid. So, we urge all Muslims to donate to those brothers and sisters collecting in communities up and down the country - especially to those who can facilitate the aid through direct links which will help those in need.

3. Flooding is not new to Pakistan, and it is a criminal neglect that after more than 60 years no government has yet instituted flood management plans. It is a criminal neglect that the so-called head of state abandons solidarity with the people at this time, to enjoy European luxuries. It is a criminal neglect that troops are used to support the US led war on terror instead of rescuing those in hardship. We pray all Muslims call for removal of the current corrupt leaders and for the establishment of a just Khilafah in its place.

May Allah help this Ummah, help unite this Ummah, protect this Ummah and guide this Ummah.

Hizb ut-Tahrir Britain

Eine unerwartete Offenbarung im Spiegel oder die Stimme des „neuen Deutschlands“

Die blutige und unpopuläre Besetzung Afghanistans wirft überall auf der Welt Fragen von enormer Bedeutung auf. Was ist dieser scheinbar endlose Krieg, der seit kurzem der längste Krieg in der US-Geschichte ist? Und warum wird er unter Missachtung der öffentlichen Meinung sowohl in Afghanistan als auch in den nominell demokratischen NATO-Ländern fortgeführt?

Das deutsche Magazin Der Spiegel hat vor kurzem einen Artikel des Essayisten Dirk Kurbjuweit mit der Überschrift "Die Zähmung der Bestie. Über das schwierige Verhältnis von Demokratie und Krieg" veröffentlicht, der sich mit diesen Fragen beschäftigt. Er stellt fest, dass zwei Drittel der deutschen Bevölkerung den Krieg ablehnt, speziell nach dem Bombenabwurf von Kunduz, bei dem der deutsche Oberts Georg Klein einen Fliegerangriff anforderte, durch den 142 afghanische Zivilisten getötet wurden.

Die zutiefst reaktionären Schlussfolgerungen des Artikels werden von allen europäischen Regierungen geteilt, die an der NATO-Besetzung beteiligt sind.

Es ist im Wesentlichen ein Manifest für den Krieg, verknüpft mit einer fatalistischen Art von Chauvinismus. Wenn man die zynischen Zweideutigkeiten weglässt, dann lautet die Argumentation des Spiegels, dass der Krieg in Afghanistan so wichtig für die strategischen Interessen des deutschen Kapitalismus ist, dass er unter Missachtung der öffentlichen Meinung weitergeführt werden muss. Das wichtigste Hindernis, mit der eine solche Politik konfrontiert ist - der Widerstand in der Bevölkerung gegen Krieg, der aus den Erfahrungen mit dem Nazi-Faschismus und dem zweiten Weltkrieg herrührt - muss überwunden werden. Mit den Worten des Spiegels wurden diese Gefühle "von der Realität überholt".

Da er sich bewusst ist, dass sein Standpunkt in höchstem Maße unpopulär ist, beginnt Der Spiegel mit diversen verlogenen Entschuldigungen für den Krieg in Afghanistan. Er schreibt: "Was den Beginn angeht, ist dieser Krieg gut begründet", und erklärt: "Wirtschaftliche Gründe spielten damals keine Rolle. Es ging nicht um das Lithium, das es in der afghanischen Erde geben soll. Es ging um den Kampf gegen den Terror."

Bezeichnenderweise wiederholt Der Spiegel alte Lügen, an die er selber schon nicht mehr glaubt.

Tatsächlich erklärt er später, Behauptungen, die Besetzung Afghanistans sei Teil des "Kriegs gegen den Terror" seien "brüchig geworden". Er stellt fest: "Niemand weiß, ob man Osama Bin Ladens dort habhaft werden kann. […] Wenn das gelänge und Afghanistan völlig von seinen Anhängern gesäubert würde, dann ist "der kriegerische Islamismus [...] beweglich genug, um sich andernorts Basen zu schaffen, in Pakistan oder im Jemen."

Das heißt, dass die Besetzung Afghanistans nichts dazu beigetragen hat, die Welt vor Al-Qaida zu schützen. Wenn dem so ist, warum dann mit der Behauptung hausieren gehen, die Invasion sei Teil "des Kampfs gegen den Terror" gewesen?

Der Spiegel erwähnt das Lithium, um einen Strohmann aufzubauen - niemand behauptet, im Krieg in Afghanistan ginge es nur um dieses chemische Element. Der Spiegel führt das Lithium an, um stillschweigend zu unterstellen, dass "wirtschaftliche Gründe" und die Verfolgung strategischer Vorteile in Asien bei diesem Krieg keine Rolle gespielt hätten.

Das ist ganz einfach lächerlich: Afghanistans Reichtum an Bodenschätzen, die Möglichkeit dort Energie-Pipelines zu verlegen und seine strategische Lage für Militärbasen waren Washington durchaus bekannt, als es einmarschierte.

Der Spiegel erklärt nicht einmal, warum er Lithum erwähnt - ein Element, das häufig für Laptop-Batterien und andere elektronische Geräte benutzt wird. Lithium wurde jedoch kürzlich in einem Artikel der New York Times aufgeführt, der aufdeckte, dass das US-Militär afghanische Bodenschätze im Wert von einer Billion Dollar an ausgewählte Bergbau-Gesellschaften versteigern wird. Die USA beabsichtigen zu verhindern, dass diese Bodenschätze in die Hände von chinesischen Firmen geraten, da China einer der weltgrößten Hersteller von Elektronik-Artikeln ist.

Der Spiegel versucht dann einen humanitären Appell für den Krieg zu lancieren: Die Besetzung durch die NATO sei der einzige Weg, damit afghanische Arbeiter sicher an ihren Arbeitsplatz und afghanische Mädchen in die Schule gelangen. Mit Bezug auf die von den Deutschen besetzte Zone in Afghanistan schreibt er: "In Kunduz, Masar-i-Scharif und anderswo gibt es einen normalen, nicht-kriegerischen Alltag. Die Leute gehen ihrer Arbeit nach, Mädchen können Schulen besuchen. Die Nachrichten von getöteten Soldaten verdecken, dass es diesen Alltag gibt. Er ist auch ein Erfolg der Bundeswehr."

Das ist der Versuch, eine emotional manipulative Lüge zu fabrizieren. Für die Menschen in Kunduz gibt es keinen "normalen, nicht-kriegerischen Alltag". Der Spiegel räumte schließlich nur einige Absätze vorher ein, dass Oberst Kleins Luftangriff 142 Menschen in diesem Gebiet getötet hat.

Die Behauptung, die NATO kämpfe für die Schulbildung von Mädchen wird von jeder Überprüfung der NATO-Aktivitäten in Afghanistan Lügen gestraft. So unterstützten sie die traditionalistischen antisowjetischen Mudschaheddin in den 1980er Jahren, danach die Taliban, die mit der Unterstützung der USA und Pakistans in den 1990er Jahren weitgehend das Land beherrschten, und heute werden lokale Stammesfürsten von den NATO-Truppen unterstützt, die mit Mädchenförderung oder Frauenrechten herzlich wenig am Hut haben.

Der Spiegel wendet sich als nächstes den Opfern zu, die das deutsche Volk seiner Meinung nach für diesen Krieg bringen soll. Die Deutschen müssten sich daran gewöhnen, für ihr Land zu sterben, beteuert er und schreibt: "Der Tod eines jungen Menschen ist immer eine Katastrophe. Die Frage ist, ob die Bundesrepublik manchen Bürgern diese Katastrophe zumuten darf. Die Antwort ist: ja."

Der Spiegel sieht die 43 bisher getöteten deutschen Soldaten als geringen Blutzoll für die Art von Politik, die Berlin verfolgen muss: "Das ist eine schrecklich hohe Zahl, aber auch eine unerwartet niedrige. Welche Nation war schon einmal acht Jahre lang in einen Krieg verwickelt, ohne Tausende oder Hunderttausende Tote betrauern zu müssen? Mit Toten Rechnungen anzustellen wirkt immer zynisch, aber man kann wirklich nicht sagen, dass dieser Krieg einen wahnsinnig hohen Blutzoll fordert."

Der Artikel wirft folgendes Problem auf: Wenn der Staat das Töten in großem Umfang beginnt, dann besteht die Gefahr, dass eine massenhafte Antikriegsstimmung es unmöglich macht, eine Mehrheit für die Politik der Regierung zu bekommen. Der Spiegel schreibt: "Die Mehrheit der Deutschen hat kein leidenschaftliches Verhältnis zur Demokratie und zum Staat". Aber Pathos ist notwendig, denn "der Tod ist nur mit Pathos halbwegs zu ertragen. Gerade wenn ein jüngerer Mensch stirbt, muss ein höherer Sinn her, sonst gibt es keinen Trost."

Der Spiegel zieht die Schlussfolgerung, dass "der Pazifismus die Demokratie verraten" hat.

Diese außergewöhnliche Formulierung muss als Eingeständnis verstanden werden. Die kapitalistisch-demokratischen Staaten tragen Kriege als systemimmanenten Bestandteil auf ihrer Agenda. Diese Ausführung beweist, dass es immer schwieriger wird, die Fassade des „friedliebenden Westen“ aufrechtzuerhalten. Es bedeutet nicht weniger als dass Frieden und Demokratie Antagonisten sind und die öffentliche Meinung in dieser Angelegenheit übergangen werden muss.

Das Magazin bringt mehrere Argumente, die diese Haltung unterstützen. Als erstes stellt es die Behauptung auf, Demokratie bedeute das Funktionieren der Staatsmaschine, wobei diese die öffentliche Meinung ignoriert.

Es schreibt: "Angeblich ist der Krieg in Afghanistan schlecht legitimiert, weil zwei Drittel der Bundesbürger dagegen sind. Das aber ist der größte Irrtum in dieser Debatte. Deutschland hat eine repräsentative Demokratie. Die Politiker stellen sich den Bürgern alle vier Jahre zur Wahl. In der Zwischenzeit haben sie im Rahmen des Grundgesetzes und der Gesetze freie Hand."

Eine solche Formulierung ist ein Zeugnis dafür, dass das Volk in demokratisch-kapitalistischen Staaten keine Regierungsgewalt besitzt. Die Wahlen sind nicht mehr als ein Ermächtigungsgesetz - eine juristische Formalität, die, wenn sie ausgeführt wurde, der Regierung das Recht gibt, zu tun, was immer ihr beliebt.

Wie allgemein bekannt ist, unterstützen die traditionellen deutschen Regierungsparteien - die regierende konservative Christlich Demokratische Union (CDU) und ihre ehemaligen Koalitionspartner, die sozialdemokratische Partei (SPD) und die Grünen (sie haben Deutschlands Kriegsbeteiligung 1999 ermöglicht, als Kanzler Gerhard Schröder an der Macht war) - den Krieg, trotz der Ablehnung der Bevölkerung. Die Regierung hat "freie Hand", ihre unpopuläre Kriegspolitik durchzusetzen, Wahlen hin oder her.

Noch überraschender ist das Argument des Spiegels, die deutsche Öffentlichkeit müsse lernen, ihre Haltung gegenüber den Nazis zu überdenken. Das Magazin beklagt: "Wer jedoch sagen würde, es sei vertretbar, dass deutsche Soldaten ihr Leben für die Staatsräson der Bundesrepublik geben, löste damit viel Unbehagen aus." Das Magazin stellt fest, dieses Gefühl "hat auch mit der deutschen Vergangenheit zu tun. Die Nazis schickten Millionen Deutsche in den Tod, der dann als Opfertod gefeiert wurde."

Der Spiegel hält solch anti-militaristischen Gefühle für veraltet und schreibt: "Nie wieder Krieg - dieser bundesrepublikanische Satz ist eine naheliegende Konsequenz der Geschichte Deutschlands. Doch dieser Satz wurde von der Realität eingeholt. Die Bundesrepublik ist seit acht Jahren in einen Krieg verwickelt."

Im Grunde stellt sich die Haltung des Magazins folgendermaßen dar: da die Politik der Regierung es erforderlich machen wird, dass viele Bundesbürger töten müssen oder getötet werden müssen, muss die Opposition im Volk gegen das Massentöten überwunden werden. Für den Spiegel heißt die neue Einsicht über den Nazi-Faschismus: Kommt drüber weg!

Am Ende des Artikels taucht plötzlich eine neue und wichtige Rechtfertigung für den Krieg in Afghanistan auf. Für die deutsche Kanzlerin Angela Merkel, schreibt Der Spiegel, "gehört der Schutz der Bürger [...] zu ihren wichtigsten Aufgaben". Und er fährt fort: "Aber er [der Politiker] muss auch die Weltlage berücksichtigen, die deutschen Interessen und das Verhältnis zu den Verbündeten, in diesem Fall vor allem zu den Vereinigten Staaten. Er kann dann zu dem Schluss kommen, dass 43 tote Deutsche der Preis sind, den die Bundesrepublik zu zahlen hat, vielleicht auch 100 oder 200."

Der Artikel erklärt nicht, was mit "deutschen Interessen" gemeint ist. Es ist jedoch kein Zufall, dass der Spiegel zu einer Zeit für den Militarismus wirbt, in der eine europäische Finanzkrise droht, in dessen Folge der Euro seinen Anspruch als internationale Leitwährung verliert. Deutschland könnte als Superexport-Nation zum großen Verlierer beim Scheitern der Währungsunion werden.

Da der deutsche Staat in jüngster Zeit immer öfter mit ökonomischen Problemen konfrontiert ist, die binnenpolitisch nicht lösbar erscheinen, gerät die militärische Gewalt ins Blickfeld der Medien und der Vertreter des Staates.

In einer der wenigen aufrichtigen Absätze des Artikels erklärt Der Spiegel, dass Deutschland Osteuropa kontrollieren müsse, eines der wichtigsten Billiglohn-Reservoirs der deutschen Industrie. Er schreibt über Bosnien und den Kosovo: "Beide Länder gehören zu Europa, und Europa darf es nicht zulassen, dass Zivilisation und Zivilität von den Rändern her ausfransen." Er fügt hinzu: "Hier verbinden sich ein moralisches und ein geopolitisches Argument. Wenn es anders nicht geht, wird die Bundeswehr noch hundert Jahre dort bleiben."

Diese Formel ist das neue Motto des deutschen Kolonialismus: Moral plus Geopolitik ist gleich 100 Jahre militärische Besatzung. Dass eine solche Politik von einem führenden Presseorgan nur 65 Jahre nach dem Ende der Nazi-Besetzung von großen Teilen Europas vorgeschlagen werden kann, ist ein vernichtendes Urteil über den politischen und moralischen Zustand des europäischen Kapitalismus.

Diese neue Art der Rhetorik in den Medien und in der Politik ist die Stimme des neuen Deutschlands. Es ist die Sprache einer Nation, die versucht endgültig aus ihrer weltpolitischen Paralyse auszubrechen.

Deutschland hat aus seiner Vergangenheit nur gelernt, dass es nie wieder „mein Kampf“ heißen darf. In einer Demokratie muss es einfach „unser Kampf“ genannt werden!

Sumber : http://www.die-einheit.org
Untuk yang tidak mengerti bahasa Jerman di Translator.

جعجعة حكومة تركيا لم تؤثر على التبادل التجاري مع دولة اليهود








ذكرت وكالة معا أن التبادل التجاري “الإسرائيلي” التركي لم يتأثر بأحداث سفن أسطول الحرية، وأن العلاقات الاقتصادية كانت خارج نطاق الأزمة التي شهدتها العلاقات الدبلوماسية التركية “الإسرائيلية”. ونقلت عن موقع صحيفة “هأرتس” ليوم الأربعاء الماضي أن الشهرين الماضيين شهدا تبادلا تجاريا بين الجانبين كما كان قبل أحداث السفن، وأنهما شهدا توقيع اتفاقات تجارية جديدة.
***

إن هذا الخبر يؤكد انبطاح نظام أردوغان العلماني أمام كيان يهود، وهو يسهم في كشف التضليل السياسي الذي يمارسه حزب العدالة والتنمية الذي يرفع شعار الإسلام بينما يخالف الإسلام جهارا نهارا في علاقته الفاضحة مع المحتل اليهودي.
وهو خبر يعرّي أردوغان الذي يداعب مشاعر الأمة بخطابات رنّانة تنتقد سياسات دولة الاحتلال، بينما يستمر في التطبيع الاقتصادي مع دولة الاحتلال، ويستمر في ضخ أموال المسلمين في اقتصاد يهود الذي يسخّر لحرب المسلمين وإراقة دمائهم.

إن أي علاقة مع كيان يهود من قبل الأنظمة الرابضة على صدور المسلمين هي خيانة لله ولرسوله وللمؤمنين سواء كانت سياسية أم اقتصادية أم عسكرية أم غيرها، وهي مناقضة للحكم الشرعي القاضي بحرمة الاعتراف بهذا الكيان الإجرامي وحرمة تمكينه من أرض المسلمين.
فكيف لمسلم يتلو قول الله سبحانه: “وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا” أن ينظر لأروغان وحزبه وحكومته بعين الرضى وهو يبصر هذه الجرائم والخيانات التي تجعل للكافرين على المؤمنين سبيلا ؟ وكيف لمن يعتبرون “علماء” أن يمتدحوا هذا النظام وهم يشاهدون علاقاته الخيانية مع كيان يهود ؟
التاريخ:03/08/2010 |
المصدر:المكتب الإعلامي لحزب التحرير_فلسطين

إن هذه العلاقات الحميمة بين الحكومة التركية ويهود وإصرار حكومة أردوغان على إستمرارية هذه العلاقة ليأكد النفاق والإزدواجية التي تمارسه هذه الحكومة مع شعبها وأن الخطابات الرنانة ما هي إلا جعجعة لذر الرماد في العيون، وزيادة في خداع الأمة وبيع الدماء الزكية التي أريقت على يد يهود،وهو يأكد على حقيقة قرآنية بأن هؤلاء الحكام أداة لصد عن سيبل الله وستبوء بالفشل بإذن الله.” إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ اللّهِ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ “الأنفال36

Mendudukkan Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan

Sebagai bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan, bulan Ramadhan selalu dinantikan kehadirannya oleh umat Islam. Namun sayangnya, momentum penting itu
hampir selalu diwarnai perbedaan di antara umat Islam dalam mengawali dan mengakhirinya. Patut dicatat, problem tersebut itu tidak hanya terjadi di tingkat nasional, namun juga dunia Islam pada umumnya. Bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut?
Sabab Pelaksanaan Puasa: Ru’yah Hilal
Telah maklum bahwa puasa Ramadhan merupakan ibadah yang wajib ditunaikan setiap mukallaf. Allah Swt berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS al-Baqarah [2]: 183-185).

Rasulullah saw bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun atas lima perkara: kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, dan berpuasa Ramadhan (HR al-Bukhari no. 7; Muslim no. 21; al-Nasa’i no. 4915; Ahmad no. 4567, dari Ibnu Umar ra ).

Berdasarkan ayat dan Hadits ini, serta dalil-dalil lainnya, puasa Ramadhan merupakan suatu ibadah yang wajib ditunaikan. Sebagai layaknya ibadah, syara’ tidak hanya menjelaskan status hukumnya –bahwa puasa Ramadhan adalah fardhu ‘ain–, tetapi juga secara gamblang dan rinci menjelaskan tentang tata cara pelaksanaannya, baik berkenaan dengan al-sabab, al-syarth, al-mâni’, al-shihah wa al-buthlân, dan al-‘azhîmah wa al-rukhshah-nya.

Berkenaan dengan sabab (sebab dilaksanakannya suatu hukum) puasa Ramadhan, syara’ menjelaskan bahwa ru’yah al-hilâl merupakan sabab dimulai dan diakhirinya puasa Ramadhan. Apabila bulan tidak bisa diru’yah, maka puasa dilakukan setelah istikmâl bulan Sya’ban. Ketetapan ini didasarkan banyak dalil. Beberapa di antaranya adalah Hadits-hadits berikut:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian tersamar (terhalang), maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. (HR. Bukhari no. 1776 dari Abu Hurairah).

إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Apabila kamu melihatnya (hila)l, maka berpuasalah; dan apabila kamu melihatnya, maka berbukalah. Jika ada mendung menutupi kalian, maka hitunglah. (HR al-Bukhari no. 1767 dari Abu Hurairah)

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh bulan hari . (HR Muslim no.1810, dari Abu Hurairah ra.)

لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya, jika kalian terhalangi awan, maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tiga puluh hari. (HR. Bukhari no. 1773, Muslim no. 1795, al-Nasai no. 2093; dari Abdullah bin Umar ra.).

لاَ تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ بِصِيَامِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ شَيْءٌ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ وَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ حَالَ دُونَهُ غَمَامَةٌ فَأَتِمُّوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ ثُمَّ أَفْطِرُوا وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ
Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang di antara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari. (HR. Abu Dawud no. 1982, al-Nasa’i 1/302, al-Tirmidzi 1/133, al-Hakim 1/425, dari Ibnu Abbas dan di shahih kan sanadnya oleh al-Hakim dan disetujui oleh al-Dzahabi.)

إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Sesungguhnya bulan itu ada dua puluh sembilah hari, maka janganlah kalian berpuasa hingga melihatnya. Dan janganlah kalian berbuka hingga melihatnya. Apabila mendung menutupi kalian, maka perkirakanlah.” (HR. Muslim 1797, HR Ahmad no. 4258, al-Darimi no. 1743, al-Daruquthni no. 2192, dari Ibnu Umar ra).

Berdasarkan Hadits-hadits tersebut, para fuqaha berkesimpulan bahwa penetapan awal dan akhir Ramadhan didasarkan kepada ru’yah al-hilâl. Imam al-Nawawi menyatakan, “Tidak wajib berpuasa Ramadhan kecuali dengan melihat hilal. Apabila mereka tertutup mendung, maka mereka wajib menyempurnakan Sya’ban (menjadi tiga puluh hari), kemudian mereka berpuasa.”[1]

Ali al-Shabuni berkata, “Bulan Ramadhan ditetapkan dengan ru’yah hilal, meskipun berasal dari seroang yang adil atau dengan menyempurnakan hitungan Sya’ban menjadi tiga puluh hari; dan tidak dianggap dengan hisab dan astronomi; berdasarkan sabda Rasulullah saw. ‘Shumû li ru’yatihi wa afthirû li ru’yatihi…”.[2]

Menurut pendapat Jumhur, kesaksian ru’yah hilal Ramadhan dapat diterima dari seorang saksi Muslim yang adil.[3] Ketetapan itu didasarkan oleh beberapa Hadits Nabi saw. Dari Ibnu Umar ra:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
Orang-orang melihat hilal, kemudian saya sampaikan Rasulullah saw, “Sesungguhnya saya melihatnya (hilal). Kemudian beliau berpuasa dan memrintahkan orang-orang untuk berpuasa (HR Abu Dawud no. 1995; al-Darimi no, 1744; dan al-Daruquthni no. 2170).

Dalam Hadits ini, Rasulullah saw berpuasa dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa berdasarkan kesaksian Ibnu Umar ra. Itu artinya, kesaksian seorang Muslim dalam ru’yah hilah dapat diterima.

Dari Ibnu Abbas bahwa:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنْ يَصُومُوا غَدًا
Telah datang seorang Arab Badui kepada Nabi Muhammad saw kemudian berkata, “Sungguh saya telah melihat hilal¤. Rasulullah bertanya, “Apakah anda bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah?” Orang tersebut menjawab, “Ya”. Lalu Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal, umumkan kepada manusia (khalayak) agar mereka berpuasa besok.” (HR Imam yang lima, disahihkan oleh Khuzaimah & Ibnu Hiban).

Dalam Hadits tersebut dikisahkan, Rasulullah saw tidak langsung menerima kesaksian seseorang tentang ru’yah. Beliau baru mau menerima kesaksian ru’yah orang itu setelah diketahui bahwa dia adalah seorang Muslim. Andaikan status Muslim tidak menjadi syarat diterimanya kesaksian ru’yah Ramadhan, maka Rasulullah saw tidak perlu melontarkan pertanyaan yang mempertanyakan keislamannya

Tidak Terikat Dengan Mathla'

Persoalan berikutnya adalah mathla’ (tempat lahirnya bulan). Sebagian ulama Syafi’iyyah berpendapat, jika satu kawasan melihat bulan, maka daerah dengan radius 24 farsakh (1 farsakh adalah 3 mil, atau bila dalam hitungan meter, 1 farsakh adalah 5.544 meter. Jadi 24 farsakh sama dengan 5.544 x 24 = 133,057 km) dari pusat ru’yah bisa mengikuti hasil ru’yat daerah tersebut. Sedangkan daerah di luar radius itu boleh melakukan ru’yah sendiri, dan tidak harus mengikuti hasil ru’yat daerah lain.

Pendapat tersebut disandarkan kepada Hadits yang diriwayatkan dari Kuraib:

أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بَعَثَتْهُ إلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ فَقَالَ : فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ، ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ : مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ ؟ فَقُلْتُ : رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ، فَقَالَ : أَنْتَ رَأَيْتَهُ ؟ فَقُلْتُ : نَعَمْ ، وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ ، فَقَالَ : لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ ، فَقُلْتُ : أَلَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ ؟ فَقَالَ : لَا ، هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bahwa Ummul Fadl telah mengutusnya untuk menemui Muawiyyah di Syam. Kuraib berkata, “Aku memasuki Syam lalu menyelesaikan urusan Ummul Fadhl. Ternyata bulan Ramadhan tiba sedangkan aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jumat. Setelah itu aku memasuki kota Madinah pada akhir bulan Ramadhan. Ibnu ‘Abbas lalu bertanya kepadaku dan menyebut persoalan hilal’. Dia bertanya, ‘Kapan kalian melihat hilal?’ Aku menjawab, ‘Kami melihatnya pada malam Jum’at.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kamu sendiri melihatnya?’ Aku jawab lagi, ‘Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Lalu mereka berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata lagi, ‘Tapi kami (di Madinah) melihatnya pada malam Sabtu. Maka kami terus berpuasa hingga kami menyempurnakan bilangan tiga puluh hari atau hingga kami melihatnya.’ Aku lalu bertanya, ‘Tidak cukupkah kita berpedoman pada ru’yat dan puasa Muawiyyah?’ Dia menjawab, ‘Tidak, (sebab) demikianlah Rasulullah Saw telah memerintahkan kepada kami’. (HR. Muslim no. 1819; Abu Dawud no. 1985; al-Tirmidzi 629; al-Nasa’i no. 2084; Ahmad no. 2653).

Hadits yang diriwayatkan Kuraib ini dijadikan sebagai dalil bagi absahnya perbedaan awal dan akhir Ramadhan karena perbedaan mathla’. Apabila dikaji lebih teliti, sesungguhnya pendapat ini mengandung sejumlah kelemahan. Di antaranya:
Pertama, dalam Hadits ini terdapat syubhat, apakah Hadits ini tergolong Hadits marfû’ atau mawqûf. Ditilik dari segi lafazhnya, perkataan Ibnu ‘Abbas, “Hakadzâ amaranâ Rasûlullâh saw” (demikianlah Rasulullah saw memerintahkan kepada kami), seolah-olah menunjukkan sebagai Hadits marfû’. Namun jika dikaitkan dengan munculnya perkataan itu, kesimpulan sebagai Hadits marfu’ perlu dipertanyakan.
Jika dicermati, perkataan “Lâ, hakadzâ amaranâ Rasûlullâh saw” merupakan jawaban Ibnu Abbas atas pertanyaan Kuraib dalam merespon suatu peristiwa yang terjadi pada masa beliau. Yakni terjadinya perbedaan antara penduduk Madinah dan penduduk Syam dalam mengawali puasa. Penduduk Syam melihat hilal pada malam Jumat, sementara penduduk Madinah melihatnya pada malam Sabtu. Ketika kejadian itu ditanyakan kepada Ibnu Abbas, mengapa penduduk Madinah tidak mengikuti ru’yah penduduk Syam saja, kemudian keluarlah jawaban Ibnu Abbas tersebut.

Bertolak dari kisah tersebut, maka ke-marfu-an Hadits ini perlu dipertanyakan: “Apakah peristiwa serupa memang pernah terjadi pada masa Rasulullah saw dan demikianlah keputusan beliau saw dalam menyikapi perbedaan itu?” “Ataukah itu merupakan kesimpulan Ibnu Abbas atas sabda Rasulullah saw mengenai penentuan awal dan akhir Ramadhan, sehingga perkataan Ibnu Abbas itu adalah penerapan hasil ijtihad beliau terhadap kasus ini?”

Di sinilah letak syubhat Hadits ini, apakah tergoloh marfû’ atau mawqûf. Agar lebih jelas, kita bisa membandingkan Hadits ini dengan Hadits lain yang tidak mengandung syubhat, yang sama-sama menggunakan ungkapan “amaranâ Rasûlullâh saw”. Hadits dari Ibnu Umar yang berkata:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
Rasulullah saw memerintahkan kami dalam zakat fithri agar ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang untuk shalat (HR Abu Dawud).

Hadits ini tidak diragukan sebagai Hadits marfû’. Sebab, Hadits ini berisi sebuah ketentuan hukum atas suatu perbuatan. Berbeda halnya dengan Hadits Ibnu Abbas di atas, yang berisi jawaban beliau mengenai suatu kasus yang terjadi masa beliau. Tampak bahwa perkataan Ibnu Abbas tersebut merupakan ijtihad beliau dalam menyikapi kejadian yang terjadi pada saat itu. Kesimpulan demikian juga disampaikan oleh sebagian ulama, seperti al-Syaukani yang menggolongkan Hadist ini sebagai ijtihad Ibnu Abbas.[4]

Sebagai sebuah ijtihad, kaum Muslim diperbolehkan untuk taklid kepada ijtihad Ibnu Abbas. Namun jika untuk dijadikan sebagai dalil syara’, yang darinya digali hukum-hukum syara’, jelas tidak diperbolehkan. Sebab, sahabat bukanlah orang yang ma’shum. Ijtihadnya tidak termasuk dalam dalil syara’.[5]

Kedua, jika dalam Hadits ini kaum Muslim diizinkan untuk mengikuti ru’yah di masing-masing daerahnya, pertanyaan yang muncul adalah: “Berapa jarak minimal antara satu daerah dengan daerah lainnya yang mereka diperbolehkan berbeda?” “Jika dalam Hadits ini jarak antara Madinah dengan Syam diperbolehkan bagi penduduknya untuk berbeda mengawali dan mengakhiri puasa, bagaimana jika jaraknya lebih dekat?” Hadits ini juga tidak memberikan jawabannya. Oleh karena itu, para ulama yang mengamalkan Hadits Kuraib ini pun berbeda pendapat mengenai jarak minimalnya.

Ada yang menyatakan, jarak yang diperbolehkan berbeda puasa itu adalah perbedaan mathla’. Ini ditegaskan oleh ulama Iraq dan dibenarkan oleh al-Nawawi dalam al-Rawdhah dan Syarh al-Muhadzdzab. Ada pula yang menggunakan ukuran jarak mengqashar shalat. Hal ini ditegaskan Imam al-Baghawi dan dibenarkan oleh al-Rafi’i dalam al-Shaghîr dan al-Nawawi dalam Syarh al-Muslim. Lainnya mendasarkan pada perbedaan iklim. Dan sebagainya. Patut dicatat, semua batasan jarak itu tidak ada yang didasarkan pada nash yang sharih.
Bertolak dari dua alasan itu, maka Hadits Kuraib tidak bisa dijadikan sebagai dalil bagi absahnya perbedaan penetapan awal dan akhir puasa berdasarkan perbedaan mathla’. Dalam penetapan awal dan akhir puasa akan lebih tepat jika menggunakan dalil-dalil Hadits yang jelas marfu’ kepada Nabi saw. Imam al-Amidi mengatakan, “Hadits yang telah disepakati ke-marfu’-annya lebih dikuatkan daripada hadits yang masih diperselisihkan ke-marfu’-annya. Hadits yang dituturkan dengan lafadz asli dari Rasulullah Saw lebih dikuatkan daripada hadits yang diriwayatkan bil makna.”[6]
Berkait dengan Hadits dari Ibnu Abbas, terdapat Hadits yang diriwayatkan oleh beliau sendiri yang tidak diragukan ke-marfu’-annya, seperti Hadits:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُومُوا قَبْلَ رَمَضَانَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَالَتْ دُونَهُ غَيَايَةٌ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا
Dari Ibnu ‘Abbas ra yang berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian berpuasa sebelum Ramadhan. Berpuasalah karena melihatnya dan berkulah karena melihatnya. Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari.” (HR al-Tirmidzi no. 624; Ibnu Hibban no. 2301)

Juga Hadits-hadits lainnya yang tidak diragukan ke-marfu’-annya. Dalam Hadits-Hadits itu kaum Muslim diperintahkan untuk berpuasa dan berbuka karena adanya ru’yah hilal. Semua perintah dalam Hadits tersebut berbentuk umum. Hal itu terlihat seruan Hadits-Hadits itu yang menggunakan kata shûmû dan afthirû (dhamîr jamâ’ah, berupa wâwu al-jamâ’ah). Pihak yang diseru oleh Hadits tersebut adalah seluruh kaum Muslim. Karena berbentuk umum, maka seruan hadits ini berlaku umum untuk seluruh kaum Muslim, tanpa ada perbedaan antara orang Syam dengan orang Hijaz, antara orang Malaysia dengan orang Irak, orang Mesir dengan Pakistan.

Demikian juga, kata li ru’yatihi (karena melihatnya). Kata ru’yah adalah ism al-jins. Ketika ism al-jins itu di-mudhaf-kan, termasuk kepada dhamîr (kata ganti), maka kata itu termasuk dalam shighah umum, [7] yang memberikan makna ru’yah siapa saja. Itu berarti, apabila sudah ada yang melihat hilal, siapa pun dia asalkan Muslim yang adil, maka kesaksian itu mewajibkan kepada yang lain untuk berpuasa dan berbuka. Terlihatnya hilal Ramadhan atau hilal Syawal oleh seorang Muslim di mana pun ia berada, maka ru’yah itu mewajibkan kepada seluruh kaum Muslim untuk berpuasa dan berbuka, tanpa terkecuali. Tidak peduli apakah ia tinggal di negeri yang dekat atau negeri yang jauh dari tempat terjadinya ru’yah.

Imam al-Syaukani menyatakan, “Sabda beliau ini tidaklah dikhususkan untuk penduduk satu daerah tertentu tanpa menyertakan daerah yang lain. Bahkan sabda beliau ini merupakan khitâb (seruan) yang ditujukan kepada siapa saja di antara kaum Muslim yang khitab itu telah sampai kepadanya. ‘Apabila penduduk suatu negeri telah melihat hilal, maka (dianggap) seluruh kaum Muslim telah melihatnya. Ru’yah penduduk negeri itu berlaku pula bagi kaum Muslim lainnya’.”

Imam al-Syaukani menyimpulkan, “Pendapat yang layak dijadikan pegangan adalah, apabila penduduk suatu negeri telah melihat bulan sabit (ru’yatul hilal), maka ru’yat ini berlaku pula untuk seluruh negeri-negeri yang lain.”[8]

Imam al-Shan’ani berkata, “Makna dari ucapan ‘karena melihatnya’ adalah “apabila ru’yah didapati di antara kalian”. Hal ini menunjukkan bahwa ru’yah pada suatu negeri adalah ru’yah bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib.”[9]

Pemahaman tersebut juga dikuatkan oleh beberapa Hadits yang menunjukkan tidak berlakunya perbedaan mathla’. Diriwayatkan dari sekelompok sahabat Anshor:

غُمَّ عَلَيْنَا هِلَالُ شَوَّالٍ فَأَصْبَحْنَا صِيَامًا فَجَاءَ رَكْبٌ مِنْ آخِرِ النَّهَارِ فَشَهِدُوا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُفْطِرُوا مِنْ يَوْمِهِمْ وَأَنْ يَخْرُجُوا لِعِيدِهِمْ مِنْ الْغَدِ
Hilal bulan Syawal tertutup oleh mendung bagi kami sehingga kami tetap berpuasa pada keesokan harinya. Menjelang sore hari datanglah beberapa musafir dari Mekkah ke Madinah. Mereka memberikan kesaksian di hadapan Nabi saw bahwa mereka telah melihat hilal kemarin (sore). Maka Rasulullah saw memerintahkan mereka (kaum Muslim) untuk segera berbuka dan melaksanakan sholat ‘Ied pada keesokan harinya. (HR. Ahmad dishahihkan oleh Ibnu Mundir dan Ibnu Hazm).

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan kaum Muslim untuk membatalkan puasa setelah mendengar informasi ru’yah hilal bulan Syawal dari beberapa orang yang berada di luar Madinah al-Munawarah. Peristiwa itu terjadi ketika ada serombongan orang dari luar Madinah yang memberitakan bahwa mereka telah melihat hilal Syawal di suatu tempat di luar Madinah al-Munawarah sehari sebelum mereka sampai di Madinah. Dari Ibnu ‘Abbas:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا
“Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud orang Badui itu adalah hilal Ramadhan). Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah?” Dia berkata, “Benar.” Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata, “Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Dia berkata, “Ya benar.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal umumkan kepada orang-orang untuk berpuasa besok.” (HR Abu Daud and al-Tirmidzi, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Dalam Hadits tersebut, Rasulullah saw tidak menanyakan asal si saksi, apakah dia melihatnya di daerah mathla’ yang sama dengan beliau atau berjauhan. Akan tetapi beliau langsung memerintahkan kaum Muslim untuk berpuasa ketika orang yang melakukan ru’yah itu adalah seorang Muslim.

Bertolak dari beberapa argumentasi tersebut, maka pendapat yang rajih adalah pendapat yang tidak mengakui absahnya perbedaan mathla’. Pendapat ini pula yang dipilih oleh jumhur ulama, yakni dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah. Mereka tidak menganggap adanya perbedaan penentuan awal dan akhir puasa karena perbedaam mathla’.[10] Ketiga madzhab (Abu Hanifah, Maliki, Ahmad) itu berpendapat bahwa awal Ramadhan ditetapkan berdasarkan ru’yah, tanpa mempertimbangkan perbedaan mathla’.

Sayyid Sabiq menyatakan, “Menurut jumhur, tidak dianggap adanya perbedaan mathla’ (ikhtilâf al-mathâli’). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah saw, ”Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Seruan ini bersifat umum mencakup seluruh ummat. Jadi siapa saja di antara mereka yang melihat hilal; di tempat mana pun, maka ru’yah itu berlaku bagi mereka semuanya.”[11]

Abdurahman al-Jaziri menuturkan, “Apabila ru’yah hilal telah terbukti di salah satu negeri, maka negeri-negeri yang lain juga wajib berpuasa. Dari segi pembuktiannya tidak ada perbedaan lagi antara negeri yang dekat dengan yang jauh apabila (berita) ru’yah hilal itu memang telah sampai kepada mereka dengan cara (terpercaya) yang mewajibkan puasa. Tidak diperhatikan lagi di sini adanya perbedaan mathla’ hilal secara mutlak. Demikianlah pendapat tiga imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Ahmad). Para pengikut madzhab Syafi’i berpendapat lain. Mereka mengatakan, ‘Apabila ru’yah hilal di suatu daerah telah terbukti, maka atas dasar pembuktian ini, penduduk yang terdekat di sekitar daerah tersebut wajib berpuasa. Ukuran kedekatan di antara dua daerah dihitung menurut kesamaan mathla’, yaitu jarak keduanya kurang dari 24 farsakh. Adapun penduduk daerah yang jauh, maka mereka tidak wajib berpuasa dengan ru’yah ini, kerana terdapat perbedaan mathla’.”[12].

Al-Qurthubi menyatakan, “Menurut madzhab Malik rahimahullah –diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dan Ibnu al-Qasim– apabila penduduk kota Basrah (Irak) melihat hilal Ramadhan, lalu berita itu sampai ke Kufah, Madinah, dan Yaman, maka wajib atas kaum Muslimin, berpuasa berdasarkan ru’yah tersebut. Atau melakukan qadha puasa jika berita itu datangnya terlambat.”[13]


Tentang pendapat madzhab Hanafi, Imam Hashfaky menyatakan, “Bahwasanya perbedaan mathla’ tidak dapat dijadikan pegangan. Begitu juga melihat bulan sabit di siang hari, sebelum dhuhur, atau menjelang dhuhur. Dalam soal ini, penduduk di wilayah Timur (benua Asia) harus mengikuti (ru’yat kaum Muslimin) yang ada di Barat (Timur Tengah), jika ru’yat mereka dapat diterima (syah) menurut Syara’ “.[14]

Tak jauh berbeda, menurut Madzhab Hanbali, apabila ru’yat telah terbukti, di suatu tempat yang jauh atau dekat, maka seluruh kaum Muslimin harus ikut melakukan puasa Ramadhan.[15]

Sebagian pengikut Madzhab Maliki, seperti Ibnu al Majisyun, menambahkan syarat, ru’yat itu harus diterima oleh seorang khalifah. “Tidak wajib atas penduduk suatu negeri mengikuti rakyat negeri lain, kecuali hal itu telah terbukti diterima oleh al-imâm al-a’dham (khalifah). Setelah itu, seluruh kaum Muslimin wajib berpuasa. Sebab, seluruh negeri bagaikan satu negeri. Dan keputusan khalifah berlaku bagi seluruh kaum Muslim” [16]

Ibnu Taimiyah dalam Majmû’ al-Fatawa berkata, “Orang-orang yang menyatakan bahwa ru’yah tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri yang lain) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi’i; dan di antara mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla’ seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan”, sesungguhnya kedua-duanya lemah (dha’if) karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal…Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya’ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka ia wajib berpuasa. Demikian juga kalau ia menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka ia harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim.”[17]

Jelaslah, menurut pendapat yang rajih dan dipilih jumhur, jika penduduk negeri-negeri Timur (benua Asia) jauh melihat bulan sabit Ramadhan, maka ru’yah wajib diikuti oleh kaum Muslimin yang berada di negeri-negeri belahan Barat (Timur Tengah), tanpa kecuali. Siapapun dari kalangan kaum muslimin yang berhasil melakukan ru’yatuh hilal maka ru’yah tersebut merupakan hujjah bagi orang yang tidak melihatnya. Kesaksian seorang muslim di suatu negeri tidak lebih utama dari kesaksian seorang muslim di negeri yang lain.

Akibat Nasionalisme dan Garis Batas Nation State

Patut digarisbawahi, perbedaan awal dan akhir puasa yang terjadi di negeri-negeri Islam sekarang ini bukan disebabkan oleh perbedaan mathla’ sebagaimana dibahas oleh para ulama dahulu. Pasalnya, pembahasan ikhtilâf al-mathâli’ (perbedaan mathla’) oleh fuqaha’ dahulu berkaitan dengan tempat terbit bulan. Sehingga yang diperhatikan adalah jarak satu daerah dengan daerah lainnya. Apabila suatu daerah itu berada pada jarak tertentu dengan daerah lainnya, maka penduduk dua daerah itu tidak harus berpuasa dan berbuka puasa. Sama sekali tidak dikaitkan dengan batas begara.
Berbeda halnya dengan saat ini. Perbedaan mengawali dan mengakhiri Ramadhan diakibatkan oleh pembagian dan batas-batas wilayah negeri-negeri Islam. Di setiap negeri Islam terdapat institusi pemerintah yang memiliki otoritas untuk menentukan itsbât (penetapan) awal dan akhir Ramadhan. Biasanya, sidang itsbât tersebut hanya mendengarkan kesaksian ru’yah hilal orang-orang yang berada dalam wilayah negeri tersebut. Apabila di negeri itu tidak ada seorang pun yang memberikan kesaksiannya tentang ru’yah hilal, maka langsung digenapkan, tanpa menunggu terlebih dahulu apakah di negeri-negeri lainnya –bahkan yang berada di sebelahnya sekalipun– terdapat kesaksian dari warganya yang telah melihat hilal atau belum. Hasil keputusan tersebut lalu diumumkan di seluruh negeri masing-masing. Akibatnya, terjadilah perbedaan dalam mengawali dan mengakhiri puasa Ramadhan antara negeri-negeri muslim.

Kaum Muslim di Jakarta tidak berpuasa bersama dengan kaum Muslim di Kuala Lumpur. Padahal perbedaan waktu antara kedua kota itu tidak sampai satu jam. Padahal, pada saat yang sama kaum Muslim di Acah bisa berpuasa bersama dengan kaum Muslim di Papua. Tentu saja ini sesuatu yang amat janggal. Penentuan awal dan akhir Ramadhan berkait erat dengan peredaran dan perputaran bumi, bulan, dan matahari. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan batas negara yang dibuat manusia dan bisa berubah-ubah. Jelaslah, perbedaan awal dan akhir puasa yang saat ini terjadi lebih disebabkan oleh batas khayal yang dibuat oleh negara-negara kafir setelah runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyyah. Garis batas negara bangsa itu pula yang mengoyak-oyak kesatuan Muslim dalam naungan satu khilafah menjadi lebih dari lima puluh negara-negara kecil.

Khatimah
Perbedaan awal dan akhir puasa di negeri-negeri Islam hanya merupakan salah satu potret keadaan kaum Muslim. Kendati mereka satu ummat, namun secara kongkrit umat Islam terpecah-pecah. Di samping masih mengeramnya paham nasionalisme yang direalisasikan dalam bentuk nation state di negeri-negeri Islam, keberadaan khilafah sebagai pemersatu ummat Islam hingga sekarang belum berdiri (setelah khilafah Islamiyyah terakhir di Turki diruntuhkan oleh kaum kuffar). Ketiadaan khilafah inilah menjadikan kaum muslimin berpecah-pecah menjadi lebih dari lima puluh negara kecil-kecil, yang masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.

Karena itu, solusi mendasar yang benar untuk menyelesaikan semua prob¬lematika kaum muslimin tersebut sesungguhnya ada di tangan mere¬ka. Yaitu, melakukan upaya dengan sungguh-sungguh bersama dengan para pejuang yang mukhlish untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam dengan mengembalikan keberadaan Daulah Khilafah, mengangkat seorang khalifah untuk menyatukan negeri-negeri mereka dan mener¬apkan syariْat Allah atas mereka. Sehingga kaum muslimin bersama khalifah, dapat mengemban risalah Islam dengan jihad kepada seluruh ummat manusia. Dengan demikian kalimat-kalimat orang kafir menjadi rendah dan hina. Dan sebaliknya, kalimat-kalimat Allah Swt menjadi tinggi dan mulia. Kaum muslim¬in hidup dengan terhormat dan mulia di dunia, mendapatkan ridha Allah Swt dan mendapatkan pahalanya di akhirat nanti. Allah Swt berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan katakanlah bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah Swt) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (QS al-Taubah [9]: 105).

WaLlâh a’lam bi al-shawâb
Sumber: Lajnah Tsaqafiyyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia
Catatan Kaki :
________________________________________
[1] al-Nawawi, al-Majmû’Syarh al-Muhadzdzab,6/269
[2] Ali al-Shabuni, Rawâi’ al-Bayân, 1/210
[3] Mahmud bin Abdul Lathif, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Shalâh, 28; Ali al-Shabuni, Rawâi’ al-Bayân, 1/210
[4] al-Syaukani, Nayl al-Awthâr,7/25
[5] Dalil syara yang mu’tabar adalah al-Kitab, al-Sunnah, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas.
[6] al-Amidi, al-Ihkâm fi Ushûl al-Ahkâm, jld. 2/364.
[7] al-Amidi, al-Amidi, al-Ihkâm fi Ushûl al-Ahkâm, 1/329
[8] Lihat pula pendapat Imam Ibnu Hajar al-Asqalani; Fath al-Bârî; Bab Shiyâm.
[9] Al-Shan’ani, Subul al-Salâm, jld. 2, hal. 310.
[10] al-Shabuni, Rawâi’ al-Bayân, 1/210
[11] Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, 1/368.
[12] al-Jaziri, al-Fiqh ‘alâ al-Madzhâhib al-Arba’ah, 1/550
[13] al-Qurthuby, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 2/296.
[14] al-Hashfaky, “al-Durr al-Mukhtâr wa Radd al-Muhtâr”, 2/131-132
[15] Mughn al-Muhtâj, 2/223-224
[16] al-Syaukani, Nayl al- Authar, 2/ 218.
[17] Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, 25/104-105