I made this widget at MyFlashFetish.com.

Khilafah

Gempita Konferensi Rajab 1432 H

Senin, 24 Oktober 2011

Pertemuan Ulama Lebanon: Revolusi Arab Tuntutan Syariah



 

 Lebih dari 200 ulama Lebanon dari berbagai daerah di Lebanon, yang dipimpin oleh Mufti Jabal Lebanon Syaikh Dr Mohammad Ali Jouzo, hadir pada “Liqo’ Ualama, Pertemuan Ulama” di Pusat Dakwah Islam di Beirut “untuk mendukung revolusi rakyat Arab, dan menegaskan bahwa rakyat Arab berhak menuntut kebebasan, keadilan dan kehidupan yang layak.” Mereka menekankan bahwa revolusi ditujukan pada para penguasa mereka yang tiran dan diktator.
Dalam pernyataan penutupnya, “Pertemuan Ulama” ini menegaskan bahwa “Di depan fakta yang telah dilalui oleh beberapa negara Arab dan Islam, di mana masyarakat bergerak menuntut kebebasan, keadilan dan kehidupan yang layak, yang menjadi haknya; di depan penindasan dan perbudakan oleh para penguasa tirani yang tidak peduli dengan kehidupan rakyatnya; di depan sungai darah yang mengalir di jalanan kota-kota Arab dan gang-gangnya, terutama di Suriah dan Yaman; di depan pelanggaran yang telanjang atas martabat rakyat dan kehormatan perempuan; dan tentang apa yang terjadi di beberapa negara Arab dan Islam, khususnya di Suriah, tetangga dan sekaligus saudara, maka para ulama Lebanon bertemu dan mengkaji segala sesuatu yang akan membebaskan mereka di sisi Allah dan di hadapan orang-orang yang tertindas melalui penyampaian testimoni kebenaran, serta pemberian pertolongan dan dukungan terhadap mereka.”
“Pernyataan” juga menekankan bahwa “Revolusi rakyat Arab yang menyerukan pada kebebasan, keadilan dan kehidupan yang layak, serta penolakan terhadap ketidakadilan dan tirani, maka semua itu adalah hak legal, yang ditetapkan oleh konstitusi langit (bersumber dari Allah), dan undang-undang hak asasi manusia. Bahkan, hal itu merupakan terbesar, sebagaimana hadits Rasulullah Saw: “Pemimpin para syuhada’ adalah Hamzah, dan seseorang yang mendatangi imam (penguasa) zalim, lalu ia menyuruhnya (berbuat adil) dan melarangnya (berbuat zalim). Kemudian penguasa itu membunuhnya.
“Pertemuan” itu mengatakan bahwa “Apa yang dilakukan oleh para rezim penguasa, khususnya di Suriah, yang menggunakan kekuatan secara berlebihan terhadap para demonstran damai, penangkapan sewenang-wenang terhadap anak-anak dan perempuan, pembantaian dengan brutal, dan pembunuhan yang tidak dibenarkan terhadap para tahanan, maka semua itu adalah pembantaian terhadap kemanusiaan, sehingga harus diadili mereka yang bertanggung jawab.”
Dan “pernyataan” menolak berlangsungnya aksi penyerangan terhadap kesucian rumah-rumah Allah, seperti yang terjadi dalam pemboman beberapa masjid di Homs, Dara’a dan Deir al-Zour, atau dalam pengepungannya, serta penyerangan terhadap orang-orang yang hendak mendatanginya. Semua ini menunjukkan kekejaman dan kebrutalan dari rezim yang tidak memberikan bahkan kesempatan untuk beribadah dari cengkeramanyang yang otoriter dan zalim ini, yang tidak pernah dilakukan bahkan oleh binatang sekalipun.
“Pernyataan” itu juga menyerukan pada “Para penguasa rezim ini agar segera mundur dan menghentikan pembantaian terhadap rakyat, dengan mengambil pelajaran dari setiap penguasa zalim yang berakhir dengan tragis.” Para ulama menegaskan seruannya terhadap rakyat “agar terus melakukan aksi-aksinya dengan damai, sabar dan teguh, serta menolak terhadap setiap intervensi asing yang ingin mencuri hasil dari revolusinya.”
Para ulama juga menyerukan bangsa Arab untuk mempertahankan internal persatuan mereka dalam menghadapi setiap rencana yang ingin menabur perselisihan dan fitnah untuk memotong jalan dari mencapai tujuan mereka, yaitu kebebasan, keadilan dan kehidupan yang layak (islamtoday.net, 23/10/2011).

Sabtu, 22 Oktober 2011

Analisis : Masa Depan Libya Pasca Gaddafi



Pembajakan Barat terhadap perubahan di Timur Tengah semakin tampak jelas. Barat tidak menginginkan perubahan di kawasan itu lepas dari kendali mereka. Ketika melihat pemimpin represif yang diktator di Timur Tengah tidak lagi bisa diharapkan untuk menjamin kepentingan mereka, Barat berbalik arah seakan-akan mendukung rakyat Timur Tengah yang menginginkan tumbangnya para rezim itu. Padahal selama ini Baratlah yang mendukung secara penuh dan memelihara  para diktator kejam ini.
Untuk mendukung rezim Mubarak, tiap tahun Amerika memberi bantuan kepada militer Mesir sebesar 1,3 juta dolar. Bahkan pada akhir-akhir kekuasaan Mubarak, rezim Obama masih menolak Mubarak sebagai diktator, justru mengatakan Mubarak adalah sahabat dekat Amerika di kawasan ini. Dukungan Barat juga tampak dari tidak begitu pedulinya Barat terhadap pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim-rezim ini selama berkuasa.
Agen rahasia Badan Pusat Intelijen AS dan Barat, termasuk M16 Inggris, memiliki kedekatan emosional dan bersahabat karib dengan agen intelijen rezim Libya, Moammar Gaddafi. Mereka bekerjasama dalam banyak hal, termasuk penangkapan dan pengiriman pihak-pihak yang dituduh sebagai  teroris.
Masalah itu terungkap dalam sejumlah dokumen rahasia yang ditemukan di Tripoli seperti dilaporkan AFP, Sabtu (3/9). Tumpukan dokumen ditemukan wartawan dan aktivis Human Rights Watch di Gedung Keamanan Luar Negeri Libya yang pernah dipimpin oleh Moussa Koussa. Tumpukan dokumen itu adalah hasil korespondensi agen mata-mata Libya dengan Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan M16 Inggris antara tahun 2002 dan 2007.
Tampaknya intel Libya memiliki “hubungan yang manis” dengan agen CIA dan MI6. Misalnya, dalam dokumen itu tertulis kata-kata bersahabat, seperti: “dari temanmu” atau “salam dari M16″. Dalam satu memo yang terselip di antara serakan dokumen hasil korespondensi itu, seorang agen Inggris bahkan mengirim ucapan Selamat Natal.
Inti dokumen, antara lain, meliputi agenda kegiatan intelijen bersama, pengiriman proposal dan jadwal kegiatan, serta daftar pertanyaan untuk menginterogasi para tersangka teroris. Ada pula satu pidato yang tampaknya ditulis oleh agen CIA untuk Gaddafi. Dia menyerukan terciptanya zona bebas senjata penghancur massal di Timur Tengah.
Dokumen-dokumen itu menunjukkan betapa jauhnya Barat terlibat dalam mendukung rezim yang brutal dalam melawan pihak penentang Gaddafi hingga terjadinya pemberontakan pada Februari lalu.  Ini sekaligus menunjukkan sikap hipokrit negara-negara Barat. Mengomentari hal ini, Taji Mustafa, pewakilan media Hizbut Tahrir di Inggris mengatakan, “Pengungkapan ini merupakan pukulan telak bagi reputasi yang sudah tercela dari negara-negara Barat serta mengungkap kemunafikan mereka dan klaim apapun soal kepemimpinan moral.”
Taji menembahkan, “Sementara David Cameron berbicara soal ‘HAM’ di Libya Baru, MI6 Inggris dan Amerika CIA telah terlibat dalam penyiksaan dan penyerahan para penentang rezim Gaddafi kepada mereka. Ketika dihadapkan dengan bukti-bukti yang baru terungkap ini, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague berusaha menyalahkan pemerintahan sebelumnya dan mengatakan dia tidak mengomentari masalah-masalah keamanan meskipun hal itu hanya beberapa bulan yang lalu. Padahal pemerintah Cameronlah yang mempersenjatai dan mendukung rezim Gaddafi yang brutal dan mempertahankan hubungan keamanan yang ‘mesra’ dengan rezim itu.”
Upaya mengendalikan perubahan ini tampak dari beberapa  hal. Pertama: mendudukkan agen-agen mereka di kubu perlawanan  atau oposisi. Kedua: mengarahkan perubahan ke arah demokratisasi dan liberalisasi. Ketiga: mencegah dan menghambat keinginan rakyat Timur Tengah untuk kembali ke Islam dengan berbagai cara.
Mendudukkan Para Agen
Upaya mendudukkan agen-agen pro Barat di Libya tampak dari komposisi di Dewan Transisi Nasioanal (NTC) Libya. Sebagian dari mereka  sebelumnya adalah orang-orang Gaddafi yang berbalik arah saat kekuasaan Gaddafi mulai goyah. Beberapa di antaranya selama rezim Gaddafi berkuasa dikenal dekat dengan Barat.
Salah satunya adalah Mahmud Jibril, orang kedua pada Dewan Transisi Nasional (NTC) yang sekaligus menjabat sebagai perdana menteri. Setelah belajar dan kemudian mengajar ilmu politik dan perencanaan strategis di University of Pittsburgh di Pennsylvania, Jibril meninggalkan AS pada tahun 1984  dan bekerja di Kairo sebagai sebagai konsultan dan pelatih kepemimpinan selama bertahun-tahun. Dari 2007 sampai awal 2011, ia bertugas di rezim Gaddafi sebagai kepala Badan Pembangun ekonomi Nasional (NEDB). Tugasnya saat itu adalah mempromosikan kebijakan privatisasi dan liberalisasi ekonomi Libya.
Kedekatannya dengan Barat tampak ketika Jibril memimpin pertemuan dan negosiasi dengan Presiden Prancis Nicola Sarkozy yang kemudian secara resmi mengakui Dewan Transisi Nasional sebagai satu-satunya wakil rakyat Libya. Dia juga bertemu dengan menlu Inggris William Hague dan Duta Besar Amerika untuk Libya Gene Cretz.
Adapun Ketua Dewan Transisi Nasional Abdul Jalil adalah anggota pertama Komite Umum Rakyat Libya, kabinet yang mengundurkan diri berhenti sebagai protes atas “penggunaan berlebihan kekerasan terhadap demonstran yang tidak bersenjata” oleh negara.  Abdul Jalil  pernah duduk sebagai menteri kehakiman pada tahun 2007. Sebagai menteri kehakiman, Abdul Jalil mendapat pujian dari kelompok hak asasi manusia dan kekuatan Barat atas usahanya untuk melakukan reformasi hukum pidana Libya. Kedekatannya dengan Amerika sudah tampak saat Gaddafi berkuasa. Menurut kabel diplomtik AS yang bocor pada Januari 2010,  duta besar AS Gene Cretz menggambarkan sebuah pertemuan dengan dia sebagai “positif dan mendorong”. “Abdul Jalil telah memberikan lampu hijau kepada stafnya untuk bekerja dengan kami,” ujar Cretz.
Boneka Barat yang lain adalah  Abdus Salam Jalloud yang meninggalkan Tripoli beberapa hari sebelum kota itu jatuh. Dia mengumumkan bergabung dengan kekuatan revolusi, dan menyatakan sebagaimana laporan Reuters, bahwa ia bermaksud untuk membentuk sebuah partai politik sekular. Ia menambahkan bahwa partainya akan menjadi partai nasionalis sekular liberal. Bahkan ia akan berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, menjamin kekebasan pers dan peradilan yang independen yang dipimpin oleh orang-orang muda dengan usia antara 25 hingga 50 tahun. Ia juga menambahkan bahwa ia akan mengambil sistem sosialis dalam hal ekonomi dan akan fokus pada pemberdayaan perempuan.
Perlu diketahui, Abdus Salam Jalloud adalah boneka yang dibuat oleh Inggris pada kudeta tahun 1969 yang dipimpin oleh Gaddafi. Abdus Salam Jalloud adalah salah satu pilar rezim tiran ini sampai kemarin. Ia merupakan orang kedua selama lebih dari dua puluh tahun sampai akhirnya Gaddafi memberikan kepercayaan kepada anak-anaknya dan menjadikan anaknya Saiful Islam sebagai penggantinya dalam pemerintahan. Sejak itu Jalloud menghilang, namun ia tetap berada dalam lingkaran rezim tiran Firaun. Ia turut berpartisipasi dalam membangunnya, medukungnya dan mempertahankan kepemimpinannya.
Membajak Perubahan
Langkah kedua, perubahan dibajak dan diarahkan ke demokratisasi dan liberalisasi. Meskipun tidak sepenuhnya merupakan keinginan rakyat Libya, terdapat opini yang gencar terutama yang dibangun oleh media massa Barat dan kroninya bahwa yang diinginkan rakyat Libya adalah sistem demokrasi liberal. Kalaupun ada peran Islam, sebatas peran moral bukan sebagai sumber hukum. Kalaupun syariah diakomodasi, itu lebih pada syariah yang mengatur aspek individual, bukan menyeluruh, dan dianggap tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan HAM.
Seperti dilaporkan stasiun berita BBC, 13 September 2011, pemimpin NTC, Mustafa Abdul Jalil, dalam pidato pertamanya di Lapangan Martir, Dewan Transisi Nasional (NTC), bertekad membawa negara mereka menjadi demokratis, didasarkan atas prinsip-prinsip Islam yang moderat. NTC juga menolak ideologi radikal.
Penggunaan istilah Islam moderat jelas membawa pesan yang jelas, karena Islam moderat yang dimaksud berarti siap bekerjasama dengan Barat dan sejalan dengan ide-ide Barat seperti demokrasi dan HAM. Sebaliknya, istilah ideologi radikal  jelas mengarah kepada pihak-pihak yang ingin menjadikan Libya sebagai Negara Islam yang menjadikan syariah Islam sebagai sumber hukum di negara itu.
Barat dengan tegas mensyaratkan berdirinya negara demokratis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ‘bantuan’ Barat terhadap NTC. Menlu Amerika Serikat Hillary Clinton membuat pernyataan tertulis  yang cukup jelas pada Jumat (26/08) atas apa yang diharapkan dari NTC (yang telah diberikan “legitimasi” oleh sebagian masyarakat “internasional”), “Pada saat memberikan  dana, kami meminta Dewan Transisi Nasional untuk bisa memenuhi tanggung jawab internasional dan komitmen yang telah dibuat untuk membangun sebuah negara yang demokratis, toleran dan bersatu yang melindungi hak asasi manusia universal dari semua warganya.”
Dalam sebuah wawancara dengan The Daily Telegraph, Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen mengatakan Libya akan jatuh ke tangan ekstremis Islam kalau pemerintahan stabil tidak segera di dirikan.  Menurut dia, kaum ekstremis Islam akan “mencoba untuk mengeksploitasi” kelemahan Libya sebagai negara yang berusaha untuk membangun kembali setelah empat dekade pemerintahan Kolonel Muammar Gaddafi. Peringatan sekjen NATO ini muncul sebagai respon pernyataan   Ketua Dewan Transisi Nasional, Mustafa Abdul Jalil, yang mengatakan kepada massa  di Tripoli bahwa syariah Islam akan menjadi “sumber utama” dari undang-undang di Libya baru.
Hanya Islam yang Menjamin Kemerdekaan Sejati
Meskipun Barat berupaya keras mengontrol perubahan Libya, upaya mereka akan berakhir pada kegagalan. Semua tahu bahwa rakyat Libya beragama Islam. Revolusi dilakukan di atas pundak anak-anak kaum Muslim. Mereka berperang dengan semangat Islam. Kemudian datang segelintir boneka yang didukung oleh tuan mereka untuk mencuri revolusi dalam rangka menghalangi berdirinya pemerintahan Islam.
Kekalahan mereka bukan perkara yang sulit ketika kaum Muslim telah bangkit melawan mereka, dengan gerakan-gerakan Islamnya, para ulamanya, dan kesadaran umum kaum Muslim. Di antaranya adalah Hizbut Tahrir, yang telah memberikan selamat atas kemenangan kekuatan revolusi, dan menyerukan semua rakyat Libya agar beraktivitas untuk mendirikan Khilafah di sana.
Perlu diketahui, Hizbut Tahrir adalah kelompok pertama yang melakukan perlawanan terhadap kezaliman Gaddafi dan rezimnya, bahkan sejak hari pertama rezim Gaddafi berkuasa. Hizbut Tahrir bahkan telah mempersembahkan sejumlah syuhada dalam menentang kezaliman Gaddafi dan rezimnya.
Libya saat ini memerlukan kemerdekaan sejati yang bebas dari pengaruh ekonomi dan politik negara-negara kapitalis Barat-penjajah  yang siap mendukung kediktatoran paling brutal atau demokrasi yang membunuh warganya, asalkan hal itu melayani kepentingan mereka.
Hanya Khilafah Islamlah sistem yang memberikan kepemimpinan Islam yang tulus yang akan memastikan kemerdekaan sejati. Islamlah yang akan membebaskan rakyat yang tertindas dari dari kekuatan asing dan memastikan  rakyat di wilayah itu bisa mengkontrol kekayaan, ekonomi dan nasib politik mereka sendiri. [Farid Wadjdi]

Kamis, 20 Oktober 2011

Hubungan Perjuangan Melawan Penjajah Belanda di Indonesia dengan Khilafah Islam

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan orang/pejabat Belanda bahwa banyak sultan-sultan di Indonesia memberikan baiatnya (sumpah kesetiaan dan kepatuhan) kepada Khalifah di Istanbul. Dengan itu secara efektif kaum Muslim di wilayah Sultan itu menjadi warga negara Khilafah [Negara Islam].
Kaum Muslim di Aceh adalah yang paling menyadari akan status mereka. Koran Sumatera Post menulis tentang ini pada tahun 1922: “Sesungguhnya kaum Muslim Aceh mengakui Khalifah di Istanbul.”
Bukan hanya itu, mereka juga mengakui fakta bahwa tanah mereka adalah bagian dari Negara Islam. Ini adalah salah satu alasan atas perlawanan sengit mereka melawan Belanda. Sebagaimana yang diakui Koran Sumatra Post tahun 1922: “Pada hari ini, serangan-serangan atas kami menjadi hal penting karena merupakan sikap mentalitas atas ide Perang Suci.
Pan-Islamisme: Konsulat Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Kaum Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak)." Ini adalah artikel Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 11 November 1912.
Pan-Islamisme: Konsulat Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Kaum Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak).
Pan-Islamisme: Konsulat Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Kaum Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak).” Ini adalah artikel Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 11 November 1912.
Ada kontak teratur antara kaum Muslim Aceh dan Khalifah di Istanbul. Sebagai contoh, kaum Muslim Aceh mengirim delegasi kepada Khalifah untuk memberitahu situasi mereka dan meminta bantuan dan dukungan Khalifah. Pada tahun 1915, Sumatera Post kembali menyebutkan satu delegasi tersebut, yang dikirim ke Istanbul pada tahun 1868:
Yang lebih penting adalah kontak langsung antara penduduk asli Aceh dan pemerintah Turki. Tidak kurang dari 68 orang bangsawan memohon kepada Khalifah selama tahun 1868 untuk ‘membebaskan mereka dari perbudakan asing, yakni dari orang Belanda. Karena, mereka mengatakan, ‘hal ini semakin besar dan semakin berbahaya dari hari ke hari, dan pada saatnya mereka akan mengendalikan seluruh Aceh’. Karena itu, mereka, orang-orang Aceh itu, meminta ‘dikirimkan tentara dan prajurit, dan mengumumkan kepada semua orang-orang asing bahwa kami (orang-orang Aceh) berada di bawah perlindungan dan merupakan warga negara Khalifah’.
Namun, Khalifah hanyalah satu sisi rakyat Aceh. Koran Nieuw Tilburgsche Courant melaporkan pada tahun 1899 bahwa Negeri Islam Al-Khilafah memberikan pendidikan kepada putra-putra Sultan, untuk mendukung perlawanan mereka melawan Belanda:
Selama beberapa hari terakhir seorang koresponden di Constantinopel melaporkan lagi bahwa tujuh anak bangsawan sudah tiba di sana dan telah diperkenalkan kepada menteri pendidikan, karena mereka akan mengambil pendidikan tinggi. Kaum Muslim dari Jawa telah mengirimkan kepada Sultan (Khalifah) surat ucapan terima kasih karena mengambil anak-anak mereka untuk bisa pergi ke sekolah-sekolah di Negeri (Islam) Sultan itu. Sebagai konsekuensinya, sudah empat belas pemuda dari Indonesia yang dikuasai Indonesia telah menerima pendidikan Islam yang ketat, yang sepenuhnya dibiayai oleh Sultan Constantinopel. Setelah mereka kembali ke tanah air mereka, setelah menimba ajaran Islam akan menjadi pejuang yang alami bagi Quran, untuk melawan ‘anjing-anjing Kristen’ yang memerintah negara mereka.
Khalifah juga mengirimkan perwakilannya ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim. Koran Het Nieuws van den Dag, misalnya, melaporkan tentang seorang konsul dari Khalifah di Batavia bahwa dia mendukung gerakan pan-Islam: “Di Indonesia hanya ada satu konsul, yakni di Batavia, dan dia telah menunjukkan antusiasme yang besar bagi pan-Islamisme. Oleh karena itu, pemerintah memintanya untuk diganti.”
Koran yang sama menginformasikan pembacanya pada tahun 1912 bahwa Khalifah mengirimkan misi rahasia ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim Indonesia: “Konsul Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai Belanda, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak).”
Kerjasama juga terjadi sebaliknya. Tatkala Khalifah mengambil keputusan untuk membangun jalur kereta api Hejaaz, Koran Het Nieuws van den Dag mengatakan pada tahun 1905:
Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam. Pada saat yang sama, utusan itu menyerahkan kepada (Khalifah) surat penguasa Boni, di mana ia meminta dukungan Khalifah bagi dirinya sendiri dan sekutunya, atas kesulitan mereka dengan para penguasa Belanda.
Pan-Islamisme di provinsi Timur kami: Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam". Ini adalah artikel di Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 17 Juli 1905.
Pan-Islamisme di provinsi Timur kami: Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam
Pan-Islamisme di provinsi Timur kami: Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam“. Ini adalah artikel di Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 17 Juli 1905.
Karena hubungan erat antara kaum Muslim Indonesia dan Negara Islam Al-Khilafah, para analis di Belanda mulai khawatir ketika Inggris dan Prancis (antara lain) mulai melakukan kejahatan terhadap kaum Muslim Negara Islam: “Aku takut bahwa kaum Mohammedans kami akan merasakan ketidakadilan yang sedang dilakukan sekarang. Pemberontakan dan ketidakpuasan akan meningkat, baik di Belanda maupun Indonesia.”  [Idris  De Vriest , aktfis dakwah Belanda ] 

Sumber : http://www.hizbut-tahrir.or.id

Rabu, 05 Oktober 2011

Pernyataan Para Ulama Dunia Tentang Khilafah Selama Pergolakan Timur Tengah [v]


Para ulama yang mukhlish di dunia sepakat untuk mewujudkan kembali Khilafah. Seruan mereka untuk menegakkan Khilafah yang merupakan bisyarah nabawaiyah (kabar gembira dari nabi), secara lantang dan terbuka mereka serukan dalam khutbah-khutbah Jumat atau dalam pertemuan-pertemuan dengan umat.
Pada tahun 2009, para ulama berkumpul di Jakarta dalam Muktamar Ulama Nasional. Hadir para ulama dunia yang memberikan testimoninya tentang keinginan Ulama untuk menegakkan Khilafah, seperti disampaikan para ulama dari Bangladesh, India, Indonesia, Palestina, Eropa, Syam dan negeri-negeri lainnya.

Akhir tahun 2010 dan tahun 2011, ketika pergolakan terjadi di Timur Tengah yang dimulai dari Tunisia, Mesir hingga negeri-negeri lainnya, termasuk Suriah, para ulama pun dengan lantang berbicara tentang janji Rasulullah akan tegaknya kembali Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian. Mereka berbicara dengan lantang, terbuka, tanpa ada sedikitpun yang disembunyikan di hadapan umat.

Ungkapan ikhlash para ulama untuk menyambut datangnya kembali Khilafah terungkap dalam sebuah video testimoni para ulama dunia tentang kewajiban menegakkan Khilafah ini yang ditayangkan dalam acara Konferensi Khilafah 2011 yang digelar oleh Hizbut Tahrir Australia di Sydney Australia beberapa waktu lalu.

Syeikh Umar ibn Abd al-Aziz di Masjid Nur, Kairo, Mesir, dalam sebuah khutbah Jumat di hadapan ribuan jamaah kaum Muslim serta disiarkan secara langsung melalui televisi setempat dengan tegas dan penuh keyakinan menyampaikan janji Allah sebagaimana tertuang dalam al-Quran surat an-Nur ayat 55: 

"Allah berjanji bagi orang-orang yang beriman diantara kalian dan beramal sholih dan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan sebagai penguasa (pemimpin) di muka bumi sebagaimana orang-orang terdahulu telah berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhoi-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menggantikan kondisi mereka setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa, Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (TQS. An-Nur: 55)/

Ulama-ulama lainnya pun menyatakan hal sama, untuk berjuang menuju kembalinya Khilafah. "Aku bawakan kabar gembira berdasarkan kabar gembira dari Rasulullah Saw., bahwa Khilafah akan berdiri di akhir zaman. Dan siapa tahu, peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di negeri kaum Muslimin bisa melancarkan jalan menuju kembalinya Khilafah," kata seorang Syeikh dalam sebuah acara telivisi.

"Kita percaya dengan pasti bahwa Khilafah akan tegak entah itu di Amerika, Eropa, entah kaum sekularis menyukainya atau tidak," tegasnya.

"Ini adalah janji Allah dan Rasulullah. Aku katakan pada kalian, wahai para pemuda! Terimalah kabar baik ini. Demi Pemilik Ka'bah, Peperangan besar akan terjadi, dan bendera jihad akan dikibarkan dari tanah al-Quds (Yerussalem) dan Khilafah Rasyidah akan datang ke al-Quds (Yerussalem)" kata Shaykh Muhammad Hassan, pada bulan Februari 2011, dalam sebuah acara televisi.

"Apa itu pemimpin yang menindas? Yaitu pemimpin yang memaksa rakyatnya untuk tunduk kepada dia. Seperti Gaddafi (Libya): "Aku, atau akan kubakar semuanya". Mubarak (Mesir): "Aku, atau kekacauan". Ben Ali (Tunisi): ... sama saja! Abdullah Saleh (Yaman): ... sama saja! Ini adalah pemimpin yang menindas," tegas Syeikh Abdullah Nahari, Mesir, April 2011.

"Selama Ramadhan tahun lalu, aku berbicara tentang laporan politik. Laporan prediksi dan penelitian tentang Islam, semuanya mengindikasikan Era baru untuk Khilafah sudah dekat!", tegas Sheikh Abdul Majeed al-Zindani, Yaman, Maret 2011, disambut takbir ribuan kaum Muslim.

"Sebagai wujud dari rasa marah dan sedih atas penderitaan kaum Muslimin, kita biasa meminta kepada Allah Swt., untuk kematian, dibandingkan menyaksikan penginaan ini. Tetapi Allah memanjangkan hidup kita dan kita hidup untuk menyaksikan kemenangan. Kita ganti doa kita, dan sekarang kita minta kepada Allah untuk memanjangkan umur kita, dan membolehkan kita, walau hanya sebentar, untuk hidup di bawah bendera Khilafah." Kata Syeikh Abdullah Nahari. 

"Ya Syeikh! Apa itu Khilafah? Kita akan mempunya Khilafah dan kau akan melihat apa yang terjadi di sekitar kita. Aku berkata: ketika Rasulullah dan para sahabat dibunuh, disiksa, dan dieksekusi di Makkah. Rasulullah Saw. berkata: Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, memang hal ini (Islam) akan lengkap, sehingga seorang musafir bisa pergi dari Sana' ke Hadramaut taku hanya kepada Allah atau serigala pada jumlah domba-dombanya, tetapi kau adalah orang yang penuh kebencian," tegas Syeikh Muhammad Hassan.

"Wahai kaum Muslimin! Bangkitlah untuk membantu dan mendukung perjuangan tegaknya Khilafah, walaupun hal itu terbayar dengan nyawamu!" kata Syeikh al-Zaghby, Mesir, Maret 2011.

"Umumnya ulama Islam saat ini mengatakan bahwa pada jaman di mana kita hidup saat ini adalah jaman penguasa diktator. Memerintah dengan memaksa. Bersabarlah, sehingga kalian bisa mendengar (apa yang akan datang selanjutnya). Penguasa diktator ini, merebut kekuasaan ini dengan kekuatan (paksaan). Dan menjaga kekuasaan itu pula dengan kekuatan (paksaan), dan kekuasaan itu akan runtuh dengan kekuatan!," kata Syeikh Zindani.

"Masjid ini punya pesan. Pesan yang setiap masjid harus punya dan pesan dari masjid adalah pesan dari Islam dan tetang keEsaan Allah dan mendidik orang-orang sehingga  mereka menyembah Allah, penyembahan manusia kepada tuhan mereka untuk didirikannya Khilafah Rasyidah diantara mereka." kata Syeikh Umar ibn Abd al-Azaiz, Kairo Mesir.


"Kita, ketika dulu ada syariah dalam Khilafah Islam, dan syariah diterapkan, kita punya kemuliaan. Kita melihat respon mulia seperti "Dari Harun al-Rasyid, pemimpin kaum Mukiminin kepada Nakfour,  anjing Romawi; adalah sebagai berikut: jawabanku adalah apa yang ada di hadapan matamu, bukan apa yang akan kau dengar (alias janji). Kita melihat dia menatap awan, dan berkata "Pergilah ke manapun kau suka, maka sesungguhnya Kharaj mu akan datang kepadaku di sini, insya Allah." Kita mendapatkan kemuliaan, saudaraku. tetapi kita tersasar jauh dari Islam," kata Syeikh Dr. Hazim Shawman, Mesir, Maret, 2011.

"Tantangan kita, sekarang, adalah menyesuaikan diri dengan teks Ilahi yang telah disampaikan oleh Rasul Saw kepada kita, kita harus berjuang dari era pemimpin diktator menuju ke era Khilafah Rasyidah yang berjalan dengan metode kenabian, dan semua waktu yang berada pada genggaman kita pada hari-hari akhir ini adalah waktu yang memperpanjang hidup pemimpin diktator ini," kata Syeikh Hatim Fareed, dari Masjid Bilal, Iskandariyah, Mesir, April 2011.

"Jadi, apakah kita memilih untuk memperpanjang periode penguasa diktator ini, atau kita berusaha untuk memperpendeknya dan berbicara tentang Islam dan tentang hukum Allah, Yang Mulia, dan janji-Nya. Akan tetapi, ada beberapa orang tidak menginginkan ini," Syeikh Hatim Fareed menambahkan.

"Yakinlah, bahwa hal ini adalah pasti dan terukur, dan fakta di dalam ijma' (konsensus) semua ulama Muslim dan konsensus itu adalah sebuah bukti karena Rasul Saw bersabda, "Umatku tidak akan bersatu dalam kebohongan", Konsensus adalah sebuah bukti, sebagai contoh adalah dalam fiqh, konsensus ulama, adalah sebuah kewajiban bagi Muslim untuk menunjuk seorang Khalifah dan membentuk otoritas/negara untuk menerapkan hukum Islam, adalah sebuah konsensus, ijma'!" kata Syeikh Hazim Salah, Mesir, Februari, 2011.

"Tanah Islam itu satu, dan tidak boleh dipisahkan atau dibagi. Memang benar, bahwa ada hadits dari Rasul Saw bahwa beliah bersabda, "Jika dibaiat dua orang Khilafah, maka bunuhlah yang kedua". Dalam hadits yang lain, "bunuhlah yang terakhir". Ini berarti bahwa hukum awal bagi Muslim adalah mereka seharusnya hanya mempunyai satu pemimpin di antara mereka", kata Syeikh Ali bin Hajj, Al-Jazair, Oktober, 2010.

"Dan jika ada orang lain yang hendak memerangi Khalifah untuk mengambil kepemimpinan, Rasul Saw. memerintahkan untuk membunuh orang tersebut, untuk mencegah kekacauan dan permasalahan (yang muncul dari perpecahan). Lihatlah saat ini di dunia Muslim, berapa banyak presiden, berapa banyak raja, berapa banyak pemimpin. Bagi mereka yang benar-benar mencintai kitab Allah dan Sunnah Rasul Saw., maka mereka akan memilih untuk memilih mencabik-cabik batasan-batasan negara ini dan penghalang-penghalangnya, dan memilih satu pemimpin yang berhukum pada Kitab Allah dan sunnah Rasulullah Saw." Lanjut syeikh Ali bin Hajj.

"Dan itulah alasanku untuk menyerumu pada ide ini, konsep aktivis Islam bserasatu di bawah Khilafah Islam dan oleh Khilafah, aku maksudkan di sini adalah Khilafah Rasyidah sebenar-benarnya," kata Syeikh Nadir al-Tamimin, Palestina, Maret, 2011.

"Mereka berkata: kami ingin memisahkan agama dari politik. Agama adalah agama, dan politik adalah politik. Dalam hal ini mereka melakukan kesalahan, maka jika politik berarti mengurus tentang manusia dan lingkungan, maka Quran secara spesifik telah menyatakan bagaimana cara menangani hal-hal tersebut dengan tujuan mengarahkan manusia untuk mencapai ridho Allah Yang Mulia," kata Syeikh Hatim Fareed, Masjid Bilal, Mesir, April 2011.

"Dan jika mereka berkata bahwa mereka menginginkan pemisahan dari agama atau memisahkan agama dari politik, maka itu akan menyalahi sumpahku sebagai seorang Muslim. Allah Swt. berfirman dalam Quran, "Jika engkau berseteru pada sesuatu, maka ambilah putusan yang menjadi ketetapan Allah"," tegas Syeikh Hatim Fareed menambahkan.

"Rasulullah Saw bersabda, "Masa kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menggigit (mulkan adlon), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menyombong (mulkan jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah 'alam minhajin nubuwwah) , kemudian beliah (Nabi), diam." tegas Syeikh Umar ibn Abd al-Aziz, Masjid Nur, Kairo, Mesir, 2011.

Demikianlah, para ulama mukhlish di berbagai penjuru dunia sudah berani menyatakan kebenaran untuk menyambut bisyarah nabawiyah (kabar gembira dari Nabi), bahwa Khilafah akan kembali lagi. Maka, sudah saatnya, kaum Muslim bersama ulama bersatu padu untuk mewujudkan janji Rasulllah Saw., tersebut. Insya Allah, Khilafah semakin dekat saja. [syabab.com]

Lihat Video:


Catatan Kritis Draft Terakhir RUU Intelijen


 RUU Intelijen = Lahirnya Rezim Represif

Proses pembahasan RUU Intelijen di DPR tinggal selangkah lagi.  Pada tanggal 30 September lalu Komisi I DPR telah mengetuk palu persetujuan RUU Intelijen sebagai keputusan komisi untuk diajukan ke Sidang Paripurna DPR.
Draft final ini merupakan hasil dari perkembangan pembahasan sebelumnya.  Dalam draft final ini terdapat perubahan terutama dalam hal definisi dan kategori ancaman, tentang penyadapan, pemeriksaan aliran dana, penggalian informasi dan ancaman sanksi pidana.  Draft final inilah yang menjadi obyek analisis sekarang.
Beberapa catatan kritis atas draft final RUU Intelijen itu masih relatif sama dengan yang sebelumnya.    Di dalam draft terakhir itu juga masih terdapat sejumlah pasal yang bermasalah.  Draft terakhir itu jika disahkan nantinya tetap akan berpeluang melahirkan rezim represif yang bisa memata-matai rakyat.  Intelijen nantinya masih berpeluang dijadikan alat oleh pemerintah dalam hal ini presiden.  Kepala BIN juga tetap dijadikan sebagai satu-satunya pihak yang bisa menentukan telah terpenuhinya indikasi dan bukti awal yang cukup pada diri seseorang sehingga orang tersebut boleh disadap, diselidiki dan digali informasinya.
Berikut ini beberapa catatan kritis yang perlu menjadi perhatian semua elemen masyarakat terkait draft RUU Intelijen yang akan diajukan ke sidang paripurna DPR 27 September nanti:
Pertama, ada kalimat-kalimat dan frase yang tidak didefinisikan dengan jelas, pengertiannya kabur dan multitafisr, sehingga nantinya berpeluang menjadi pasal karet.   Misalnya, pada pasal 1 ayat (4) disebutkan, “Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar neger, yang dinilaidan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara KEsatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi,sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan“.
Dalam definisi ancaman ini ada frase “yang dinilai dan/atau dibuktikan”, kata yang dinilai itu sangat fleksibel.  Tolok ungkapan yang dinilai itu tidak jelas tolok ukurnya apa, dan siapa yang menilai?  Begitu juga apa yang dimaskud “kepentingan nasional” itu, siapa yang memutuskan sesuatu menjadi kepentingan nasional, apa tolok ukurnya, setingkat apa kepentingannya, dsb.  Semua itu tdak jelas.  Semuanya itu akan bergantung pada penafsiran subyektif dan akan mengikuti “selera” pemegang kebijakan dan kendali terhadap operasional intelijen, yaitu Kepala BIN dan tentu saja presiden sebagai atasannya. Karenanya, hal UU ini bisa dijadikan alat demi kekuasaan dengan dalih kepentingan nasional.  Bisa jadi, sikap kritis dan kritik atas kebijakan pemerintah akan dibungkam dengan dalih menjadi “ancaman”.
Kedua, di dalam RUU Intelijen draft final ini Pasal 1 dikatakan Intelijen Negara adalah “penyelenggara intelijen”.   Definisi ini belum bisa menutup peluang Intelijen dijadikan alat penguasa untuk memata-matai rakyat dan musuh politiknya.  Definisi ini tidak secara tegas menyatakan intelijen sebagai alat negara.
Ketiga, di Pasal 31 RUU Intelijen final dinyatakan: “Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap setiap orang yang terkait dengan: a. kegiatan yang mengancam ketahanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta sektor kehidupan masyarakat, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau (b). kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.
Pernyataan, “kegiatan yang mengancam ketahanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta sektor kehidupan masyarakat, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup “ cakupan pernyataan ini sangat luas, fleksibel dan tidak jelas misalnya, tolok ukur dan batasannya seperti apa? sampai tingkat apa bisa dikatakan mengancam ketahanan nasional dalam berbagai aspek itu? siapa yang berwenang menilai dan memutuskankannya?
Lalu pasal 32 menyatakan, (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan. (2) Penyadapan terhadap Sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan: a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. (3) Penyadapan terhadap Sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri. Pembatasan harus dengan penetapan ketua pengadilan negeri ini, mudah-mudahan bisa membatasi penyadapan sehingga tidak terjadi penyadapan liar.
Keempat, di Pasal 33 dinyatakan (1) Pemeriksaan terhadap aliran dana sebagamana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan: a. untuk penyelenggaraan fungsi intelijen. b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara. (2) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap aliran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank Indonesia, bank penyedia jasa keuangan atau lembaga analisis transaksi keuangan wajib memberikan informasi kepada Badan Intelijen Negara.
Ketentuan ini sangat longgar.  Ketentuan ini akan bertentangan dengan UU tentang PPATK.  Sebab dalam UU PPATK, laporan PPATK hanya diberikan kepada penegak hukum atau atas perintah pengadilan.  Artinya untuk proses penegakan hukum.   Pasal ini hanya menyatakan untuk fungsi Intelijen, artinya untuk penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.  Padahal fungsi itu sangat luas cakupannya.  Contoh, sekedar mencari, menemukan, mengumpulkan informasi adalah bagian dari fungsi penyelidikan.  Pasal ini juga tidak membatasi untuk kasus apa pemeriksaan itu boleh.  Artinya pemeriksaan itu bisa dilakukan untuk kasus apa saja.  Yang menentukan satu-satunya adalah kepala BIN.  Masalah ini akan bertabrakan dengan UU perbankan.  Disamping akan membuka peluang untuk dijadikan alat demi kepentingan kekuasaan khususnya penguasa.
Kelima, di pasal 34 dinyatakan, (1) Penggalian informasi terhadap setiap orang termasuk yang sedang menjalani proses hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dengan ketentuan: a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen. b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara. c. Tanpa melakukan penangkapan dan atau penahanan, dan d. bekerjasama dengan penegak hukum terkait. (2) Dalam melakukan penggalian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penegak hukum terkait wajib membantu Badan Intelijen Negara.  Berikutnya di penjelasan dinyatakan, “ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya terakhir untuk mendalami informasi sebagai tindak lanjut dari informasi yang diperoleh sebelumnya, antara lain melalui pengintaian, penjejakan, pengawasan, penyurupan, pemeriksaan aliran dana atau penyadapan.
Memang secara eksplisit dinyatakan penggalian informasi itu tidak dengan melakukan penangkapan dan atau penahanan.  Namun, pasal ini sebenarnya masih bermasalah.  Sebab keputusan dilakukannya peggalian informasi itu hanya disandarkan para “atas perintah kepala BIN”.  Di sinilah ada peluang disalahgunakan dan dijadikan alat demi kepentingan kekuasaan.  Disamping itu ketentuan “bekerjasama dengan penegak hukum terkait” jika dikaitkan dengan ayat setelahnya, ayat (2), ketentuan itu hanya asesoris, sebab penegak hukum wajib membantu BIN.  Itu artinya BIN bisa “memerintah” penegak hukum terkait itu.  Dengan alasan bahwa penggalian informasi tidak bisa dilakukan dengan baik kecuali orangnya ditangkap atau ditahan, maka BIN nantinya bisa “memaksa” penegak hukum terkait itu untuk menangkap dan atau menahan orang yang diinginkan oleh BIN. Alasannya, UU mewajibkan penegak hukum membantu BIN.  Sedangkan BIN butuh orang itu ditangkap dan atau ditahan.  Maka penegak hukum wajib menangkap orang itu sesuai permintaan bantuan -perintah- BIN.  Jika penegak hukum itu menolak akan bisa menyalahi UU.  Meski memang dalam hal ini polisi juga harus menaati UU lainnya yang melarang dilakukan penangkapan dan atau penahanan tanmpa adanya bukti awal yang cukup.  Itu artinya meski wajib membantu BIN tetapi jika untuk menangkap atau menahan bisa saja polisi menolaknya. Apalagi lagi dalam praktiknya seringkali terjadi ‘permainan kotor’ antar instansi pemerintah atau negara untuk kepentingan penguasa.
Keenam, mekanisme pengaduan dan gugatan bagi individu yang merasa dilanggar haknya oleh kerja-kerja lembaga intelijen belum dijelaskan detil.  Di Pasal 15 memang dinyatakan:  (1) Setiap orang yang dirugikan akibat dari pelaksanaan fungsi Intelijen dapat mengajukan permohonan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pertanyaannya, bagaimana mekanisme pengajuan rehabilitasi, kompensasi dan restitusi itu dilakukan?
Ketujuh, RUU Intelijen tidak mengatur dengan jelas mekanisme kontrol dan pengawasan yang tegas, kuat dan permanen terhadap semua aspek dalam ruang lingkup fungsi dan kerja intelijen (termasuk penggunaan anggaran). Akibatnya, intelijen memungkinkan akan  menjadi “super body” yang tidak bisa dikontrol dan bisa dijadikan alat kepentingan politik status quo.
Memang di Pasal 43 dinyatakan ketentuan Komisi DPR yang menangani bidang Intelijen jika memerlukan pendalaman dalam hal melakukan pengawasan bisa membentuk tim pengawas tetap beranggotakan 13 orang.  Tim ini diberi wewenang menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait aktivitas penyelenggaran Intelijen yang melanggar peraturan perundangan.  Tim juga bisa melakukan penyelidikan atas hal itu.  Pertanyaannya, sejauh mana efektifitas pengawasan model seperti ini bisa mengontrol Intelijen? Tindakan apa jika ternyata ditemukan pelanggaran?  Pengawasan mode seperti ini tidak bersifat tetap dan terus menerus secara khusus mengawasi kerja Intelijen. Disamping itu, proses pengawasan oleh DPR itu hanya pengawasan politik, bukan hukum. Sehingga konsekuensinya hanya konsekuensi politik.  Apalagi, tim itu tidak bisa mengambil tindakan terhadap pelanggaran jika ada.  Jika dikatakan “kan bisa diteruskan ke penegak hukum?”.  Faktanya, belajar dari kasus Century, semua itu tidak ada artinya, tidak memiliki kekuatan dan berlalu begitu saja.
Kedelapan, RUU ini bisa menjadi preseden buruk bagi jurnalis, khususnya jurnalis investigatif.  RUU ini berpotensi untuk membungkam suara-suara kritis.  Dengan delik kelalaian di pasal 45 bisa menjadi ancaman bagi sikap kritis dan keterbukaan.  Apalagi cakupan Rahasia Intelijen seperti dijelaskan Pasal 25 sangat luas dan lentur.  Misalnya, “ayat (2) Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan dapat: … c. merugikan ketahanan ekonomi nasional. d. merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri, … i. mengungkap rencana dan pelaksanaan yang berkaitan dengan penelenggaraan fungsi intelijen.” Masalahnya adalah fungsi intelijen itu mencakup penyelidikan (mencari, menemukan, mengumpulkan informasi dan …. ).  Sementara klasifikasi Rahasia Intelijen itu ditetapkan oleh BIN dan tentu saja pengklasifikasian itu tidak bisa diketahui oleh semua orang.  Jadi bisa saja seseorang apalagi jurnalis investigatif tanpa sadar menemukan, mengetahui atau memiliki informasi yang diklasifikasikan sebagai Rahasia Intelijen, lalu ia sebarkan, tulis, ungkap atau sampaikan informasi yang ia miliki kepada oran lain atau khalayak baik secara personal atau melalui media massa.  Tindakan demikian boleh jadi bisa dijerat dengan Pasal “kelalaian” mengakibatkan bocornya Rahasia Intelijen.
Ancaman sanksi di dalam RUU ini pasal 47 tidak akan bisa mencegah penyalahgunaan penyadapan.  Sebab menurut RUU final itu, penyalahgunaan hanya jika penyadapan dilakukan di luar fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.  Fungsi intelijen itu cakupannya sangat luas dan fleksibel.  Jadi penyalahgunaan penyadapan sulit untuk dibuktikan.
Kesembilan, terkait dengan BIN.  BIN diberi fungsi yang meluas hingga ke daerah.  Di dalam penjelasan pasal 10 ayat (1) dinyatakan “Yang dimaksud dengan “menyelenggarakan fungsi intelijen dalam dan luar negeri”, termasuk membentuk unit organisasi struktural di daerah dan perwakilan di luar negeri.”  Karena BIN juga memerankan fungsi koordinasi semua penyelenggara intelijen (TNI, Polri, Kejaksaan dan kementerian/nonkementerian) yang masing-masing memiliki struktur hingga daerah, maka BIN seperti diharuskan membentuk struktur organisasi di daerah.  Disampin itu BIN khususnya Kepala BIN diberi wewenang sangat besar dan luas dalam hal penyelenggaraan intelijen termasuk menentukan sasaran penyadapan, pemeriksaan aliran dana dan pendalaman.
Kesepuluh, Cakupan fungsi intelijen TNI, intelijen Kejaksaan, intelijen kementerian/nonkementerian tidak dijelaskan.  Dikhawatirkan intelijen semua itu akan menyasar rakyat sebab fungsi semua lembaga itu terkait dengan rakyat.  Domain fungsi intelijen BIN tidak dijelaskan dengan jelas dan hanya dibatasi dengan penjelasan sebagai penyelenggara Intelijen Negara dalam negeri dan luar negeri.  Intelijen pertahananan menjadi domain TNI, penegakan hukum menjadi domain intelijen kejaksaan, dalam rangka tugas kepolisian menjadi domain intelijen Polri dan dalam rangka pelaksanaan tugas kementerian menjadi domain intelijen kementerian/nonkementerian, yang semuanya juga belum dijelaskan dan hanya dinyatakan “dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Itu artinya fungsi intelijen BIN akan sarat dengan nuansa politis dan ideologi sehingga wajar jika BIN dengan semua paparan diatas sangat mungkin dijadikan alat politik penguasa.
Disamping semua itu, RUU Intelijen ini pada akhirnya akan berpeluang sangat merugikan rakyat.  Umat Islam khususnya para aktivis Islam akan menjadi sangat dirugikan dan berpeluang menjadi korban. Upaya penegakan ajaran Islam yang bersumber dari Allah SWT atas kepentingan asing atau pihak tertentu, bisa jadi dipersepsikan sebagai ancaman.  Disamping itu, elemen masyarakat yang bersuara kritis dan para jurnalis pun akan bisa menjadi korban dengan dalih mengancam keamanan atau kepentingan nasional yang ditafsirkan secara subyektif oleh penguasa.  (Lajnah Siyasiyah  Hizbut Tahrir Indonesia)