I made this widget at MyFlashFetish.com.

Khilafah

Gempita Konferensi Rajab 1432 H

Rabu, 20 Juli 2011

Memo Nasihat untuk al-Azhar asy-Syarif Terkait “Piagam al-Azhar”

بسم الله الرحمن الرحيم

Memo Nasihat untuk al-Azhar asy-Syarif

Terkait “Piagam al-Azhar”

Kami mengutus delegasi untuk bertemu dengan syaikh al-Azhar guna menyerahkan Memo Nasihat terlampir berkaitan dengan “Piagam al-Azhar”. Hal itu terjadi pada tanggal 3 Juli 2011. Akan tetapi beliau tidak menemui delegasi, dan beliau meminta sekretarisnya untuk mengambil penjelasan delegasi. Selama waktu menunggu, delegasi berbicara dengan para pegawai di sana seputar piagam dan nasihat tersebut. Kemudian mereka memberikan memo nasihat kepada sejumlah ulama al-Azhar. Mereka juga menyerahkan booklet Demokrasi, Struktur, Konstitusi dan al-Khilafah.

Kami juga mengirimkan memo tersebut ke beberapa surat kabar.

6 Juli 2011

Hizbut Tahrir

Wilayah Mesir

Memo Nasihat Untuk al-Azhar asy-Syarif

Terkait “Piagam al-Azhar”

Rasulullah saw bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ :لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama itu adalah Nasihat.” Kami (para sahabat) katakan: “untuk siapa?” Rasul saw menjawab: “untuk Allah, kitabNya, RasulNya, para imam (pemimpin) kaum Muslim dan kaum Muslim umumnya” (HR Muslim)

Saudara yang terhormat/yang mulia Dr. Ahmad ath-Thayyib syaikh al-Azhar.

Saudara-saudara yang terhormat para Ulama al-Azhar yang mulia

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Amma ba’du

Berbagai media massa yang terbit di Mesir melansir Piagam al-Azhar asy-Syarif. Dan segera saja partai-partai liberal dan demokrasi, sebelum berbagai lembaga dan dinas negara yang lain, memberikan dukungannya. Disamping itu, piagam tersebut juga mendapat reaksi dari berbagai sektor bahwa piagam al-Azhar membangun pondasi bagi karakter sipil negara.

Hizbut Tahrir merupakan bagian dari umat dan berjuang bersama dan di tengah umat. Hizbut Tahrir melakukan aktifitas politik sebagai sebuah taklif syar’i. Kami menemukan bahwa di dalam piagam tersebut terdapat sesuatu yang menyalahi Islam, membuat Allah SWT murka, yaitu dukungan dan suport Anda untuk dibangunnya negara bangsa yang konstitusional demokratis modern, dan dukungan terhadap penegasan atas keterikatan terhadap berbagai perjanjian dan keputusan internasional. Hal itu belum disaksikan oleh masyarakat keluar dari al-Azhar asy-Syarif sampai pada masa rezim yang telah usang sekali pun. Karena semua itu, menjadi keharusan bagi kami untuk membebaskan diri di hadapan Allah SWT, kami harus menyampaikan memo Nasihat ini kepada Anda sekalian. Kami memohon kepada Allah agar melapangkan dada Anda sekalian dan membukakan hati Anda dan hati orang lain melalui Anda sehingga Anda mendapat kemenangan dengan kebaikan dunia dan akhirat. Setiap orang dari kami berharap agar Anda merenungkannya, dan perkara tersebut adalah perkara yang agung. Memo itu kami ringkas sebagai berikut:

1. Sesungguhnya negara yang syar’i bagi kaum Muslim adalah daulah Khilafah baik dalam bentuk, sebutan dan sistem pemerintahan. Kaum Musim tidak mengenal yang lain sejak masa Rasul saw sampai dihancurkan oleh penjajah barat kafir di Istanbul melalui tangan Mustafa Kemal “Ataturk” tahun 1924 M. Hanya Khilafah sajalah yang wajib dikembalikan eksistensinya untuk melanjutkan kembali kehidupan Islami dan menaungi kaum Muslim dan non Muslim dengan keadilan dan pemeliharaannya. Khilafah bukan hanya akan menyelesaikan permasalahan-permasalahan Mesir saja, akan tetapi permasalahan dunia seluruhnya. Kurikulum yang masih terus diajarkan di sekolah-sekolah Tsanawiyah al-Azhariyah menyatakan wajibnya Khilafah dan wajibnya mengangkat seorang imam yang adil. Rasulullah saw bersabda:

… ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

“Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian”. Kemudian Beliau diam

2. Demokrasi adalah istilah barat. Akidahnya adalah pemisahan agama dari negara. Demokrasi adalah sistem pemerintahan di dalam ideologi kapitalisme. Demokrasi artinya adalah pemerintahan rakyat, untuk rakyat, dan dengan legislasi rakyat. Sumber demokrasi semuanya adalah manusia. Demokrasi tidak memiliki hubungan sama sekali dengan wahyu atau agama. Demokrasi -yang dipasarkan oleh barat kafir ke negeri-negeri kaum Muslim- sebagai sistem pemilu, sebenarnya tidak demikian. Akan tetapi pemilu itu hanya bagian kecil dari demokrasi. Demokrasi tidak lain adalah menjadikan legislasi berbagai hukum menjadi milik manusia dan bukannya milik Rabbnya manusia seperti yang dinyatakan oleh Islam. Karena itu, demokrasi adalah sistem kufur yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Islam baik dari dekat maupun jauh. Demokrasi bertentangan dengan hukum-hukum Islam secara total dalam global dan rinciannya, dalam sumber yang menjadi asalnya, akidah yang darinya demokrasi itu terpancar, dalam dasar-dasar yang menjadi pondasi berdirinya dan dalam ide-ide serta sistem-sistem yang didatangkannya. Karena itu, haram mengambilnya, menerapkannya atau mendakwahkannya. Kami sampaikan kepada Anda booklet tentang demokrasi yang menjelaskan rincian hal itu.

3. Konstitusi yang tegak berlandaskan demokrasi ini adalah asas negara sipil sekuler yang memisahkan agama dari negara. Ini jelas dalam perundang-undangan dan pasal-pasal konstitusi yang dahulu menjadi dasar berdirinya rezim yang telah usang dan menjadi dasar berjalannya Dewan Tinggi Militer saat ini. Lihat misalnya pada undang-undang partai politik yang ditetapkan dengan Undang-Undang nomor 12 tahun 2011. Di dalamnya Dewan Tinggi Militer mengamandemen dan mengganti pasal Undang-Undang nomor 40 tahun 1977 tentang sistem partai politik dengan pasal baru yang di antaranya menyatakan, “ketiga, partai dalam doktrin-doktrin, program-program, pelaksanaan aktifitas atau pemilihan kepemimpinan atau anggotanya tidak boleh berlandaskan pada asas-asas keagamaan …“. Siapa saja yang memonitor dan mencermati undang-undang ini dan pasal-pasalnya akan menemukan bahwa undang-undang itu mengkohkan sistem demokrasi yang memisahkan agama dari politik jauh lebih banyak dari yang dilakukan oleh rezim sebelumnya. Contoh lain adalah Undang-Undang nomor 11 tahun 2011 tentang amandemen sebagian hukum Undang-Undang Pidana nomor 58 tahun 1937 pasal 267 diamandemen menjadi, “siapa yang menggauli perempuan tanpa kerelaannya dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup” …! “artinya seolah-olah yang merupakan tindak kriminal adalah jika menggauli perempuan tanpa kerelaan perempuan itu!”. Apakah Anda rela dengan hal itu wahai orang yang memiliki keilmuan agung? Bukankah itulah demokrasi yang dikehendaki barat untuk kita? Sungguh hal itu berarti terang-terangan mengeliminasi Islam dari hukum secara total. Lalu bagaimana al-Azhar dengan piagamnya mendukung asas-asas ini dan negara sipil demokrasi itu, padahal Allah SWT berfirman:

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ

dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (QS al-Maidah [5]: 49)

Kami sampaikan ke hadapan Anda sekalian, konstitusi islami yang sempurna dan terperinci, setiap pasalnya diikuti dengan sebab-sebab yang mewajibkannya (dalil-dalilnya). Konstitusi islami tersebut bisa langsung diterapkan.

4. Adapun penegasan atas keterikatan dengan perjanjian-perjanjian dan berbagai keputusan internasional, maka hal itu merupakan pengakuan yang jelas dari al-Azhar asy-Syarif yang Anda wakili terhadap Israel, dibangunnya berbagai hubungan dengan Israel, dan pemberian suplay gas alam kepada Israel. Padahal Israel menduduki masjid al-Aqsa dan tanah islami di sekitarnya yang diberkahi yang wajib dibebaskan. Keterikatan tersebut juga berarti penerimaan terhadap semua keputusan-keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaganya yang jahat terhadap kaum Muslim di berbagai penjuru dunia, khususnya keputusan-keputusan Dewan Keamanan yang dikendalikan oleh Amerika dan negara-negara besar.

5. Sesungguhnya syariat satu-satunya yang kita wajib terikat dengannya, merujuk kepadanya dan menerapkannya adalah syariah Allah. Haram bagi kita untuk terikat, bertahkim atau merujuk kepada legalitas dan keputusan-keputusan internasional yang terus menerus memerangi Islam siang dan malam.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)

6. Sungguh, putera-putera Mesir telah mengorbankan darah mereka dan mereka melakukan revolusi untuk menjungkalkan rezim usang yang menyebarkan kerusakan dimuka bumi dan membinasakan tetumbuhan dan hewan; dan mereka ubah rezim tersebut sejak dari akarnya berikut pribadi-pribadi, bentuk, sebutan, konstitusi, hukum-hukum dan berbagai perundang-undangannya, untuk mengembalikan keamanan, keadilan, kemuliaan dan kehidupan terhormat kepada penduduk Kinanah seluruhnya sebagaimana dahulu pada masa daulah Khilafah Rasyidah pertama. Bukan untuk diganti dengan rezim serupa yang tegak di atas asas-asas demokrasi sekular yang memisahkan agama dari negara, tetap mempertahankan isi dan hanya berubah bentuk dan cara serta memuji Amerika yang dia dan keturunannya, negara Yahudi, menimpakan kepada kita kezaliman, kehinaan, kemiskinan dan kerendahan.

Karena itu, Anda sekalian wajib menarik diri dari hal itu dan menghapus piagam tersebut. Sebab, di dalamnya terdapat penyesatan manusia yang melihat disertai kepercayaan kepada al-Azhar dan ulamanya. Itulah pernyataan intelektual yang agung. Para ulama adalah pewaris para Nabi. Dan lebih dari itu, Anda sekalian mengetahui semua hukum-hukum syara’ dan dalil-dalilnya. Masalahnya tidak terbatas pada hal itu saja. Hendaklah Anda sekalian menuntut Dewan Tinggi Militer untuk mendeklarasikan daulah Khilafah Rasyidah yang kedua. Maka Anda sekalian dan mereka akan mendapat kemenangan dengan kebaikan dunia dan akhirat. Pemimpin itu datang dan pergi, sedangkan surga dan neraka adalah kekal. Janji Allah akan kemenangan dan pemberian kekuasaan adalah terjamin. Dan sungguh Allah pasti memuliakan agama ini. Pada hari itu bergembiralah kaum Mukmin dengan pertolongan Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللَّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS an-Nisa’ [4]: 59)

Ya Allah kami telah menyampaikan, ya Allah saksikanlah.

2 Sya’ban 1432 H

3 Juli 2011 M

Hizbut Tahrir

Wilayah Mesir

Selasa, 19 Juli 2011

Mengapa UU SJSN Dan RUU BPJS Harus Ditolak ?



Pemerintah dan DPR kini tengah menggodok UU Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). UU tersebut akan menjadi payung hukum pelaksana Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sebelumnya telah ditetapkan dalam UU SJSN No. 40 tahun 2004. Tidak ada perbedaan antara pemerintah dengan DPR kecuali perkara-perkara teknis mengenai bentuk dan wewenang badan pengelola tersebut.

Padahal, jika ditelusuri UU SJSN dan RUU BPJS tersebut sebenarnya mengandung banyak masalah khususnya ditinjau dari perspektif Islam. Hal tersebut antara lain:

1. UU ini akan semakin membebani hidup rakyat khususnya kelompok menengah ke bawah. UU SJSN telah mewajibkan seluruh rakyat untuk terlibat dalam kepesertaan asuransi ini dengan membayar iuaran/premi secara reguler kepada BPJS. Khusus bagi yang miskin maka iuran tersebut ditanggung oleh negara. Pada Pasal 1 berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Selanjutnya Pasal 17 (4): Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah. Dengan demikian, karena bersifat wajib maka BPJS memiliki otoritas untuk memaksa orang-orang yang dianggap mampu untuk membayar iuran/premi asuransi termasuk di dalamnya paksaan kepada pemilik perusahaan untuk menarik premi kepada karyawannya melalui pemotongan gaji. Padahal setiap harinya rakyat telah menanggung derita akibat berbagai pungutan baik pajak maupun non pajak yang dibebankan kepada mereka. Belum lagi batas orang yang dikategorikan miskin di negara ini sangat rendah yakni mereka yang pengeluarannya di bawah Rp 233.000 per bulan. Dengan demikian rakyat baik petani, nelayan, buruh , karyawan atau siapa saja yang pengeluarannya lebih dari itu, tidak masuk dalam kategori miskin versi pemerintah dan oleh karenanya wajib membayar premi asuransi.

2. UU ini telah mengalihkan tanggungjawab negara dalam pelayanan publik kepada rakyatnya. Dalam penjelasan UU SJSN disebutkan bawah maksud dari prinsip gotong royong dalam UU tersebut adalah peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Dengan demikian, UU ini telah mengalihkan tanggung jawab pelananan publik oleh negara kepada rakyatnya khususnya dalam penyediaan kesehatan. Ini merupakan watak negara kapitalisme yang mengkomersilkan berbagai pelayanan publik. Selain itu, falsafah asuransi ini bersifat diskriminatif sebab yang ditanggung oleh negara–yang dananya berasal dari orang-orang yang dianggap mampu–hanyalah orang miskin saja. Padahal pelayanan publik merupakan tugas pemerintah yang tidak boleh dialihkan kepada pihak lain. Lebih dari itu, pelayanan tersebut harus bersifat menyeluruh dan tidak bersifat diskriminatif. Rasulullah saw bersabda: “Imam adalah pelayanan yang bertanggungjawab atas rakyatnya.” (H.R. Muslim)

3. Pengelolaan dan pengembangan dana SJSN pada kegiatan investasi yang batil dan berpotensi merugikan rakyat. Dana asuransi yang terkumpul pada BPJS dapat dikelola secara independen oleh BPJS. Dalam RUU BPJS pasal 8 disebutkan bahwa BPJS berwenang untuk (b) “menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.”Dengan demikian dana tersebut sebagaimana halnya dana asuransi lainnya dapat diinvestasikan pada berbagai portfolio investasi seperti saham, obligasi, deposito perbankan, dan sebagainya. Padahal investasi sendiri bersifat tidak pasti, bisa untung atau rugi. Jika terjadi kerugian maka bebannya akan kembali kepada rakyat. Dalam berbagai krisis finansial di negara-negara barat, tidak terhitung lembaga-lembaga asuransi yang mengalami kerugian besar akibat berinvestasi pada aset-aset finansial yang bersifat spekulatif. Akibatnya dana nasabah berkurang bahkan lenyap. Sebagian dari mereka terpaksa mendapatkan bail-out dari pemerintah yang nota bene berasal dari penarikan pajak dan penambahan utang. Inilah yang menimpa AS dan negara-negara Eropa. Utang mereka membengkak untuk menutupi defisit APBN sangat besar akibat besarnya bail-out yang mereka lakukan terhadap perusahaan-perusahaan finansial termasuk diantaranya perusahaan asuransi.

4. Pembuatan UU SJSN dan RUU BPJS merupakan pesanan asing sejak tahun 2002. Hal ini tertuang dalam dokumen Asia Development Bank (ADB) tahun 2006 yang bertajuk “Financial Governance and Social Security Reform Program (FGSSR). Dalam dokumen tersebut antara lain disebutkan: “ADB Technical Assistance was provided to help develop the SJSN in line with key policies and priorities established by the drafting team and other agencies.” (Bantuan Teknis dari ADB telah disiapkan untuk membantu mengembangkan SJSN yang sejalan dengan sejumlah kebijakan kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga lain). Nilai bantuan program FGSSR ini sendiri sebesar US$ 250 juta atau Rp 2,25 triliun (kurs 9.000/US$). Dengan adanya SJSN ini maka dana yang dihimpun oleh BPJS tentunya jumlahnya akan sangat besar. Dana-dana itu pastinya akan ditanamkan di sektor finansial (perbankan dan pasar modal) sehingga akan memperbesar nilai kapitalisasi sektor tersebut. Dalam kondisi tertentu, dana tersebut dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mem-bail-out sektor finansial jika mengalami krisis. Ujung-ujungnya yang menikmati hal tersebut adalah para pemilik modal, investor dan negara-negara yang pembiayaan anggarannya bergantung pada sektor finansial.

5. SJSN berlandaskan konsep asuransi yang bertentangan dengan Islam. Dalam pandangan Islam aqad asuransi adalah batil karena bertentangan dengan konsep pertanggungan (dhaman) dalam Islam. Syarat-syarat pertangungan (adh-dhamân) sendiri adalah:

a. Sesuatu yang ditanggung oleh seseorang atau perusahaan merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh yang ditanggung misalnya penanggungan pembayaran utang seseorang yang meninggal dunia. Dalam hal ini utang merupakan sesuatu yang wajib ditunaikan. Sementara dalam tanggungan asuransi adalah sesuatu yang tidak wajib seperti asuransi kematian dan kecelakaan. Disamping itu, beberapa objek tanggungan tersebut merupakan sesuatu yang tidak pasti (gharar) sementara peserta asuransi harus terus membayar premi;

b. Pihak penanggung tidak mengambil kompensasi baik disebut keuntungan atau premi terhadap pihak yang ditanggung. Dalam asuransi secara reguler perusahaan asuransi mengenakan premi kepada peserta asuransi;

c. Akad syirkah asuransi harus merupakan akad yang syar’i dengan memenuhi syarat-syarat syirkah di dalam Islam. Yaitu adanya harta dan badan, bukan syirkah harta saja. Nmun demikian dalam asuransi yang adalah syirkah harta. Semuanya hanya menyetor harta. Hingga dewan direksi yang mengelola urusan syirkah adalah representasi dari harta mereka bukan repesentasi bagi badan mereka. Jadi tidak ada seorang pun dari mereka yang berserikat dengan badannya, akan tetapi hanya dengan hartanya. Dengan demikian asuransi itu dilihat dari sisi syirkah adalah sama seperti syirkah musahamah, yaitu syirkah harta. Dalam konsep SJSN, pimpinan BPJS memang tidak dipilih berdasarkan modal, namun ditetapkan oleh Presiden berdasarkan hasil pilihan DPR. Tapi yang pasti tidak ada aqad syirkah yang berlangsung antara mereka dengan peserta.

d. Tidak boleh ada investasi harta dengan jalan yang tidak syar’i, melalui perusahaan lain, apapun nama dan sebutannya baik disebut investasi ataupun reasuransi. Namun dalam asuransi saat ini, perusahaan asuransi menginvestasikan dana peserta asuransi pada perbankan ribawi, saham, obligasi yang kesemuanya merupakan transaksi yang batil dalam pandangan syara’.

Dengan demikian, jelaslah bahwa UU SJSN dan RUU BPJS termasuk turunannya merupakan UU yang batil dan bertentangan dengan syariat Islam. Lebih dari itu, UU yang disokong oleh asing ini berupaya untuk menutupi kelemahan pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk melayani urusan rakyat dengan melemparkannya kepada rakyat mereka sendiri.

Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi rakyat negeri ini untuk tidak kembali kepada syariat Allah swt di bawah daulah khilafah Islamiyyah. Allah SWT berfirman:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ ﴿١٦﴾

“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang mereka lalui (dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak sekali di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)

Kenapa Ideologi Islam Dianggap Asing, Sedangkan Kapitalisme Tidak?



Bergulirnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (Kamnas) di DPR mendapat sorotan tajam oleh Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto. Salah satunya adalah aturan yang menilai masuknya ideologi asing sebagai ancaman bagi bangsa.

Menurut Ismail, hal ini tidak terlepas perang terhadap terorisme yang sedang dikampanyekan Barat.

“Islam menjadi rival Barat setelah Sosialisme Uni Soviet Runtuh dan perang dingin berakhir. Tren ini kemudian diadopsi di Indonesia. Maka itu yang dianggap asing bukan kapitalisme dan sosialisme, tapi ideologi Islam seperti Syariah dan Khilafah.” katanya kepada Eramuslim.com, kemarin di Jakarta.

Hal ini diperkuat dengan salah satu poin yang terselip di RUU Kamnas mengenai tindakan radikalisme agama.

“Di RUU itu terselip bahwa radikalisme dan idelogi adalah satu bagian dari ancaman. Tidak hanya radikalisme karena etnis karena ras, tapi juga radikalisme agama.” Tambahnya.

Sejatinya sekalipun isu penegakkan Syariah dan Khilafah tanpa kekerasan, hal tersebut bisa masuk kategori mengancam Keamanan Nasional, karena RUU ini membidik tiga jenis ancaman.

“Yang pertama ada ancaman militer, kedua ancaman bersenjata, kemudian ada ancaman non militer-non bersenjata.” Ujar Ismail.

“Selain itu ada juga ancaman aktual dan potensil. Aktual yang sedang terjadi, dan potensial yang akan terjadi.” tambahnya

Ketika ditanya apakah ada intervensi asing dalam RUU Kamnas, Ismail mengajak kita melakukan kilas balik pada UU Terorisme yang diluncurkan tahun 2002.

“RUU Kamnas ini masih satu paket dengan UU terorisme. Dan UU terorisme saat itu itu diluncurkan setelah terjadi Bom bali yang pertama. Jadi kalau kita baca, RUU ini masih satu kerangka dengan apa yang mau dimau Amerika.” Pungkasnya kepada Eramuslim.com. (eramuslim.com, 18/7/2011)

Minggu, 10 Juli 2011

Konferensi Rajab 1432 H : Kesadaran dan Komitmen Perjuangan




Alhamdulillahirabbil ‘alamin, tidak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Sebab , hanya berkat pertolongan-Nya, acara konferensi Rajab 1432 Hijriyah berlangsung dengan baik. Tentu masih ada kekurangan di sana-sini, tapi secara umum acara yang berlangsung di 29 kota di seluruh Indonesia ini bisa dikatakan sukses. Rangkaian marathon konferensi Rajab yang dimulai dari kota Banjarmasin ( 2/06/2011) hingga puncaknya di Jakarta (29/06/2011). Opini tentang kewajiban syariah dan Khilafah pun semakin menggema di seluruh nusantara mulai Aceh hingga Papua. Dukungan pun semakin menguat dari masyarakat, para intelektual, tokoh, dan ulama.

Tentu ada yang mempertanyakan, apa pentingnya konferensi Rajab ini bagi umat Islam. Apalagi dilakukan secara massal yang pasti menyedot energi dan dana yang tidak sedikit. Perlu kita garis bawahi, konferensi Rajab ini adalah sekedar pilihan uslub (teknis) dalam thoriqoh (metode) dakwah yang ditempuh oleh Hizbut Tahrir. Adapun substansinya adalah bagaimana memperkuat kesadaran masyarakat tentang kewajiban menegakkan Islam (syariah dan Khilafah) dan memperkokoh komitmen umat untuk ikut terlibat dan berkorban memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah.

Dua hal ini - kesadaran dan komitmen - adalah perkara yang penting dalam perubahan masyarakat. Kesadaran akan membentuk opini umum yang akan menggiring dan menggerakkan masyarakat untuk menuntut perubahan dengan tegaknya Khilafah. Sementara komitmen untuk berpartisipasi dan berkorban akan menentukan keberhasilan dari perjuangan yang membutuhkan dukungan penuh dengan kerelaan berkorban pada jalan yang penuh tantangan dan ujian.

Sejak awal materi-materi dari Konferensi Rajab 1432 H memang ditujukan ke arah sana. Materi pertama- Indonesia dalam cengkraman kapitalisme global - memberikan pemahaman bahwa sesungguhnya Indonesia masih dijajah dengan berbagai bentuk dan cara. Diharapkan muncul pemahaman bahwa pangkal dari segala persoalan di Indonesia dan dunia Islam adalah penjajahan kapitalisme global. Tidak berhenti sampai disana, dijelaskan pula solusi yang shohih yaitu penerapan syariah Islam secara menyeluruh . Dan hal ini mutlak membutuhkan keberadaan Khilafah sebagai institusi politiknya.

Pada pemaparan yang ketiga, kita memberikan gambaran yang lebih detil, bagaimana penerapan syariah Islam di bawah naungan Khilafah akan mampu menciptakan kejahteraan di tengah-tengah masyarakat. Bukan sekedar kesejahteraan material berupa jaminan terhadap terpenuhinya kebutuhan primer tiap individu rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan gratis danpendidikan gratis. Tapi juga terlindunginya kesucian agamanya, keselamatan dirinya, terlindungi akalnya, dan kehormatan dirinya.

Untuk itu secara detil dipaparkan kebijakan politik negara dalam ekonomi (jaminan pemenuhan pokok tiap individu masyarakat oleh negara , kebijakan pasar , mata uang, distribusi, industri, sumber daya alam, perdagangan , pengelolaan pendapatan dan pengeluaran negara dll). Termasuk kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis. Diharapkan muncul pemahaman bahwa Islam memiliki solusi yang praktis dan memang mampu menyelesaikan persoalan manusia. Secara historis juga digambarkan bahwa syariah Islam memang benar-benar pernah diterapkan dan mampu mensejahterakan selama lebih kurang 13 abad . Hal ini untuk membantah tudingan bahwa syariat Islam hanya sekedar selogan kosong dan utopia.

Materi yang keempat adalah gambaran tentang negara adi daya Khilafah masa depan. Secara potensi Allah SWT telah mempersiapkan umat Islam menjadi umat yang terbaik (khoir ummah) , menjadi negara terdepan dan adi daya dunia. Kita sebenarnya telah memiliki semua syarat untuk menjadi negara adi daya. Mulai dari ideologi (aqidah) yang shohih, syariat Islam yang menyeluruh dan solutif, kekuatan militer yang besar dengan 5,59 juta tentara aktif , ekonomi yang kaya mengusai lebih dari 70 % cadangan minyak dunia , demografis dengan populasi 1,5 milyar penduduk . Hingga geo-politik strategis dengan kontrol penuh atas rute-rute laut yang paling penting di dunia dari Selat Gibraltar, Mediterania (Laut Tengah), Bosporus, Terusan Suez, Samudera India hingga Selat Malaka. Yang kita butuhkan hanyalah satu : yakni adanya daulah Khilafah Islam yang menyatukan potensi itu hingga menjadi kekuatan riil negara adi daya.

Berbeda dengan Barat (ideologi Kapitalisme), kesejahtraan yang akan diciptakan oleh Ideologi Islam adalah kesejahteraan untuk seluruh umat manusia, bukan dengan cara mengeksploitasi dan merampok wilayah lain. Dan yang terpenting kesejahteraan itu penuh dengan nilai ruhiyah karena diperoleh dengan cara yang benar dan ditujukan untuk mendapat ridho Allah SWT.

Kesadaran-kesadaran di atas semakin diperkokoh dengan janji Allah SWT akan kemenangan Islam dan kembalinya Daulah Khilafah pada materi kelima. Di antara janji Allah SWT yang diberikan kepada umat Islam adalah istikhlaf fi al-ardh. Istikhlaf fi al-ardh bermakna menjadi penguasa atau pengatur urusan manusia (khalifah atau imam) di seluruh dunia. Istikhlaf tidak memiliki makna lain selain penganugerahan kekuasaan dan tugas pengaturan urusan manusia di seluruh dunia. Janji yang agung ini difirmankan Allah SWT dalam al-Quran dan Sunnah Rosulullah SAW. Kalau Allah dan Rosul-Nya sudah menjanjikan atas dasar apalagi kita meragukan kemenangan ini ?

Materi terakhir berupa Seruah Hangat dari Hizbut Tahrir Indonesia intinya mengajak umat Islam untuk berkomitmen memperjuangkan syariah dan Khilafah ini. Bukan hanya sadar dalam pengertian sekedar tahu, tapi juga terlibat langsung dalam perjuangan ini dengan segala pengorbanannya. Sebab, kewajiban penegakan syariah Islam dan Khilafah adalah masalah kewajiban syari’i yang merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim. Ketiadaan Khilafah telah membuat banyak hukum Allah SWT yang terlantarkan. Ketiadaan Khilafah juga membuat umat Islam dalam keadaan berdosa- matinya seperti mati dalam keadaan jahiliyah- karena tidak memenuhi kewajiban bai’at kepada Kholifah. Karena itu, saat sekarang khilafah belum ada, siapapun yang ingin lepas dari dosa besar ini harus terlibat dalam perjuangan penegakan syariah dan Khilafah.

Seruan Hangat ini juga menjelaskan bagaimana metode Hizbut Tahrir untuk mewujudkan kembali Khilafah yakni dengan cara mengikuti thoriqoh (metode ) Rosulullah SAW. Yakni aktifitas politik berupa pembinaan (tatsqif) , membongkar makar penjajahan (kasyful khuththot), mengkoreksi penguasa (muhasabah lil hukkam), dan meminta pertolongan dari ahlul quwwah (tholabun nushroh). Semua ini dilakukan secara fikriyah (pemikiran), siyasiyah (politik) dan la madiyah (tanpa kekerasaan).

Semua ini adalah perjuangan yang mulia yang memiliki pahala yang besar dari Allah SWT. Secara khusus HT menyerukan ahlul quwwah (para jenderal dan perwira militer ) untuk mendukung Hizbut Tahrir . Jadilah Anda semua kaum Anshar abad ke-15 Hijrah sebagaimana kaum Anshar pada zaman Rasulullah saw.! Tidakkah Anda semua rindu untuk mendapatkan kehormatan dan kemuliaan seperti yang diperoleh kaum Anshar yang mendukung Rosulullah SAW ? Sungguh, ‘Arasy ar-Rahman telah bergetar karena kematian pemimpin Anshar, Saad bin Muadz ra. Baginda Rasulullah saw. bersabda: ‘Arasy ar-Rahman bergetar karena kematian Saad bin Muadz (HR al-Bukhari dari Jabir ra).

Perjuangan tentu belum selesai dengan berakhirnya Konferensi Rajab. Untuk para aktifis, tidak ada lain, harus tetap sabar dan ikhlas serta sungguh-sungguh dalam berdakwah. Sekali lagi, dakwah adalah soal keikhlasan, kesetiaan dan kesabaran membangun proses dalam membentuk kekuatan jamaah dan kesadaran umat. Untuk umat, juga tidak ada lain kecuali harus secara sungguh-sungguh dan ikhlas mendukung dan berjuang bersama jamaah yang tegas hendak mewujudkan tegaknya syariah dan khilafah,yakni Hizbut Tahrir. Takbir (Farid Wadjdi)

Jumat, 01 Juli 2011

Kontroversi Fatwa Haram Orang Kaya Menggunakan Premium



Oleh: Hafidz Abdurrahman

Pengantar
Setelah pemerintah frustasi, karena rencananya untuk menghapus BBM jenis premium dari tengah masyarakat banyak menghadapi penolakan, termasuk dari para ulama’ dan tokoh-tokoh ormas, maka pemerintah pun menggunakan Ma’ruf Amien untuk mengeluarkan fatwa aneh seputar haramnya orang kaya menggunakan premium. Meski istilah “menggunakan Ma’ruf Amien” ini ditolak oleh Menteri ESDM, tetapi kesimpulan ini tidak bisa ditolak, karena fatwa ini dinyatakan Ma’ruf Amien, setelah pertemuan antara kementerian ESDM dengan MUI (27/6/2011). Pimpinan PP Tebuireng, Jombang, KH Shalahuddin Wahid, atau akrab dipanggil Gus Sholah, yang juga cucu Hardratus Syaikh Hasyim Asy’ari, menyatakan bahwa fatwa ini bukan merupakan sikap MUI, tetapi masih pandangan pribadi Ma’ruf Amien (29/6/2011).
Rencana menghapus BBM jenis premium dari tengah masyarakat ini sebenarnya sudah dirancang oleh pemerintah sejak kementrian ESDM dijabat oleh Purnomo Yusgiantoro dan bekerjasama dengan DPR kala itu, hingga lahir UU No. 22/2001. Undang-undang ini sendiri didanai USAID, seperti dalam pengakuan mereka, “USAID telah membantu pembuatan draft UU Migas yang diajukan ke DPR pada Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan efisiensi dengan mengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi).”
Setelah UU ini disahkan, dalam rilisnya, USAID menyatakan, “Pada tahun 2001 USAID bermaksud memberikan bantuan senilai USD 4 juta (Rp 40 miliar) untuk memperkuat pengelolaan sektor energi dan membantu menciptakan sektor energi yang lebih efisien dan transparan. Para penasehat USAID memainkan peran penting dalam membantu pemerintah Indonesia mengembangkan dan menerapkan kebijakan kunci, perubahan UU dan peraturan.“ Tidak hanya itu, USAID juga meggelontorkan dana ke sejumlah LSM untuk mendukung rencana mereka, “Pada tahun 2001 USAID merencanakan untuk menyediakan USD 850 ribu (Rp 8.5 miliar) untuk mendukung sejumlah LSM dan universitas dalam mengembangkan program yang dapat meningkatkan kesadaran dan mendukung keterlibatan pemerintah lokal dan publik pada isu-isu sektor energi termasuk menghilangkan subsidi energi dan menghapus secara bertahap bensin bertimbal.”
Ternyata semua kebijakan penghapusan BBM jenis premium ini merupakan dampak dari pencabutan subsidi BBM, yang bertujuan untuk meliberalisasi sektor Migas. Semuanya ini tak lain merupakan syarat dari hutang yang diberikan Bank Dunia, sebagaimana yang mereka rilis, “Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja publik…Banyak subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ke tangan orang kaya.” (Indonesia Country Assistance Strategy - World Bank, 2001).
Keingan USAID dan Bank Dunia itu tidak bertepuk sebelah tangan. Karena dengan senang hati, pemerintah ketika itu mengikutinya, sebagaimana tertuang dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan 2000), “Pada sektor migas, pemerintah berkomitmen: mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional.” Ini ditegaskan dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, July 2001) “..Pemerintah [Indonesia] berkomitmen penuh untuk mereformasi sektor energi yang dicantumkan pada MEFP 2000. Secara khusus pada bulan September, UU Listrik dan Migas yang baru akan diajukan ke DPR. Menteri Pertambangan & Energi telah menyiapkan rencana jangka menengah untuk menghapus secara bertahap subsidi BBM dan mengubah tarifl listrik sesuai dengan tarif komersil.”
Ini ditegaskan oleh Menteri ESDM ketika itu, Purnomo Yusgiantoro, “Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” (Kompas, 14 Mei 2003). Bahkan, Dirjen Migas Kementrian ESDM kala itu, Iin Arifin Takhyan menyatakan, “Saat ini terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika)…”
Berbagai kebijakan liberalisasi Migas yang digulirkan sejak tahun 2001 memang tidak bisa berjalan mulus. Meski kenaikan BBM terus merangkak sejak era Megawati, kemudian dilanjutkan pada era SBY-JK dengan menaikkan 100% lebih, ternyata masih belum cukup bagi pemain asing untuk menjalankan bisnis mereka. Mereka pun terus mendesak pemerintah SBY-Budiono untuk segera menjalankan agenda liberalisasi Migas ini, antara lain dengan mencabut subsidi BBM dan menghapus BBM jenis premium. Berbagai dalih dan penyesatan pun dibuat, seperti “Subsidi hanya untuk miskin”, dan terakhir dengan menggunakan fatwa Ma’ruf Amien, yang menyatakan “Haram orang kaya mengambil hak orang miskin.”
Karena itu, fatwa ini harus didudukkan dalam posisi mendukung program liberalisasi migas pemerintah, penghapusan subsidi BBM dan penghapusan BBM jenis premium. Lebih jauh, fatwa ini sebenarnya mendukung program penjajahan Kapitalisme Global, baik melalui lembaga seperti IMF, Bank Dunia, USAID maupun perusahaan multinasional, seperti Chevron, Shell, Exxon Mobil Oil, dll. Sebab, produksi Migas Indonesia yang dikuasai asing, seperti Chevron (44%), Total E&P (10%), Conoco Philip (8%), CNOOC (4%), Petro China (3%), British Petrolium (2%), lain-lain (4%) ini tidak akan bisa mengeruk keuntungan maksimal dari Indonesia, kalau masih terhalang kebijakan BBM jenis premium. Sementara Pertamina sendiri hanya menguasai 16% dari total produksi.
Benarkah BBM Premium Hanya Hak Orang Miskin?
Minyak dan gas adalah barang tambang (ma’adin) yang merupakan hak milik umum, baik orang kaya maupun miskin. Ini ditegaskan oleh Nabi dalam sejumlah hadits, antara lain:
النَّاسُ شُرَكَآءُ فِي ثَلاَثٍ: فِي الكَلإِ وَالمَآءِ وَالنَّارِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ، وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ)
“Manusia sama-sama membutuhkan tiga hal: padang, air dan api.” (H.r. Ahmad dan Abu Dawud. Tokoh-tokoh perawinya terpercaya [tsiqqat])
Dalam riwayat lain juga dinyatakan hadits yang serupa, dengan redaksi yang agak berbeda:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثَةٍ: فِي الْمَاءِ وَالْكلإِ وَالْنَّارِ (رواه أحمد وأبو داود، ورواه ابن ماجه من حديث ابن عباس وزاد فيه: وَثَمَنُهُ حَرَامٌ)
“Kaum Muslim sama-sama membutuhkan tiga hal: air, padang dan api.” (H.r. Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah dari Ibn ‘Abbas. Di dalamnya terdapat tambahan, “Harganya haram.”)
Karena ini merupakan hak milik umum, yang sama-sama dibutuhkan oleh semua orang, maka setiap orang, baik kaya maupun miskin, sama-sama berhak untuk menikmati barang milik umum tersebut. Keumuman lafadz “an-Nas” dan “al-Muslimun” tetap berlaku dengan konotasi umum, selama tidak ada dalil yang mengecualikannya. Sebagaimana kaidah yang menyatakan:
اَلْعُمُوْمُ يَبْقَى بِعُمُوْمِهِ مَا لَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّخْصِيْصِ
“Lafadz umum tetap dengan konotasi keumumannya, selama tidak ada dalil yang menyatakan kekhususannya.”
Dalam konteks ini tidak ada satu dalil pun yang mengecualikan keumuman lafadz/dalil tersebut. Padahal, melakukan takhshish (pengkhususan) tanpa adanya mukhashish (lafadz/dalil yang mengkhususkan) jelas tidak boleh. Padahal jelas tidak ada dalil yang men-takhshish hadits-hadits di atas, baik al-Qur’an, as-Sunnah, Ijmak Sahabat maupun Qiyas. Dengan demikian, mengkhususkan BBM bersubsidi hanya untuk orang miskin sama dengan melakukan takhshish tanpa adanya mukhashish. Jelas tidak boleh.
Maka, pandangan yang menyatakan bahwa BBM bersubsidi merupakan hak orang miskin, dan karenanya orang kaya haram mengkonsumsinya jelas merupakan pandangan yang batil. Bahkan, kesimpulan seperti ini bukan merupakan kesimpulan hukum syara’, melainkan kesimpulan logika mantik. Kesalahannya terletak pada premis yang menyatakan, bahwa BBM bersubsidi adalah hak orang miskin. Padahal, nas syara’ menyatakan sebaliknya, dimana semua orang mempunyai hak yang sama, baik kaya maupun miskin. Akibat kesalahan presmis tersebut, maka disimpulkan, bahwa orang kaya haram mengkonsumsinya. Sebab, dianggap mengambil hak orang miskin. Ini jelas kesimpulan yang batil.
Membatasi BBM Bersubsidi Bukan Pengaturan
Alasan lain yang dikembangkan adalah, bahwa pembatasan BBM bersubsidi ini merupakan bentuk pengaturan pemerintah untuk kemaslahatan publik, sebagaimana kaidah:
تَصَرُّفُ الإمَامِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
“Tindakan (kebijakan) imam (khalifah/kepala negara) terikat dengan kemaslahatan (rakyat).”
Tindakan (tasharruf) pemerintah dalam hal ini harus dibedakan, antara tasyri’i (legislasi) dan ijra’i (administratif). Mengubah kepemilikan yang diatur syariah, dari kepemilikan umum menjadi milik negara (nasionalisasi) atau individu (privatisasi) adalah bentuk tasyri’i, yang jelas menyimpang dari ketentuan syariah. Demikian juga membatasi BBM bersubsidi hanya untuk orang miskin adalah bentuk tasyri’i, yang juga menyimpang dari ketentuan syariah. Maka, tindakan pemerintah seperti ini merupakan pelanggaran terhadap syariah. Dengan alasan apapun, pelanggaran syariah tetaplah pelanggaran. Tidak bisa dicarikan pembenaran sebagai bentuk pengaturan.
Ini berbeda dengan tindakan (tasharruf) pemerintah dalam hal administratif, seperti peraturan lalulintas, SIM, KTP dan sebagainya, maka tindakan dalam konteks ini benar-benar merupakan bentuk pengaturan yang dibolehkan. Mengikuti dan metaatinya pun wajib, karena dalam konteks ini merupakan masalah admistratif.
Di Balik Dalih Pengaturan BBM Bersubsidi
Penjelasan di atas sudah cukup untuk menunjukkan kebatilan fatwa haramnya orang kaya mengkonsumsi BBM jenis premium. Sekali lagi, fatwa ini hanyalah stempel pemerintah dalam melegalkan kebijakan liberalisasi sektor Migas. Jika harus dikeluarkan fatwa, semestinya fatwa yang mengharamkan liberalisasi ekonomi, termasuk sektor Migas yang menjadi penyebab terjadinya kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini. Jika harus dikeluarkan fatwa, mestinya fatwa yang mengharamkan hutang, baik kepada IMF, Bank Dunia maupun USAID, yang menjadi otak lahirnya kebijakan liberalisasi Migas ini.
Karena itu, fatwa seperti ini, selain tidak ada nilainya di dalam Islam, juga bertentangan dengan syariah. Tidak hanya itu, fatwa ini juga bisa membukan jalan orang-orang Kafir untuk menguasai sektor strategis, yaitu Migas. Sekaligus melanggengkan penjajahan mereka terhadap negeri Muslim terbesar ini. Ini jelas haram. Pertama, karena haram hukumnya memberi jalan orang Kafir untuk menguasai kaum Muslim. Allah berfirman:
وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum Kafir untuk menguasai orang Mukmin.” (Q.s. an-Nisa’ [04]: 141)
Kedua, membantu mereka untuk menguasai kaum Muslim juga haram, sebagaimana ditegaskan oleh Allah:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam (melakukan) dosa dan permusuhan.” (Q.s. al-Maidah [05]: 02)
Bagaimana Seharusnya?
Barang-barang milik umum seharusnya ini tidak boleh dialihkan, baik sebagai milik negara (nasionalisasi) maupun individu (privatisasi). Negara dalam konteks ini hanya berfungsi sebagai pengelola hak milik umum ini agar barang-barang tersebut sampai kepada pemiliknya dengan harga yang murah dan terjangkau.
Memang tidak ada larangan bagi negara untuk menetapkan harga migas mengikuti harga pasar atau harga tertentu yang rasional, tetapi seluruh kebijakan tersebut bukan untuk keuntungan pemerintah (negara) atau asing (privat), karena barang tersebut bukan milik mereka. Jika pemerintah (negara) harus menempuh kebijakan yang kedua ini, maka hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat, melalui penyediaan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Termasuk jaminan terpenuhinya sandang, papan dan pangan melalui pembukaan lapangan kerja yang memadai.
Apa yang ditempuh oleh pemerintah (negara) saat ini justru merugikan rakyat. Karena, selain BBM murah dihilangkan, maka keuntungan dari kenaikan harga BBM itu juga tidak dikembalikan kepada rakyat. Sebab, subsidi kesehatan, pendidikan dan layanan yang lain justru dipangkas. Artinya, kenaikan harga, dihilangkannya BMM murah dan rakyat dipaksa mengkonsumsi BBM jenis Pertamax jelas-jelas untuk kepentingan asing. Ini jelas haram.