I made this widget at MyFlashFetish.com.

Khilafah

Gempita Konferensi Rajab 1432 H

Rabu, 09 November 2011

Occupy Wall Street , Syariah Islam Solusinya !


Gerakan Occupy Wall Street menjalar keseluruh dunia. Berawal dari demonstrasi yang dilakukan di Wall Street, Washington DC, kemarahan terhadap kapitalisme muncul dimana-manaOccupy Wall Street, cerminan kemarahan dan kebencian massif terhadap kapitalisme global. Mereka mengecam bankir, pelaku sektor finansial plus politisi yang menjadi aktor kapitalisme global yang menyebabkan kemiskinan dan penderitaan rakyat di dunia. Kapitalisme dikecak sebagai ideologi kriminal yang rakus, menindas, dan melakukan ketidakadilan sistematis.
Mereka mengecam pelaku bisnis besar yang  rakus dan hanya memikirkan keuntungan dengan menghalalkan segala  cara. Kecaman yang sama ditujukan kepada pemerintah dan kongres yang selalu lebih mengutamakan kepentingan   korporasi kaya dengan kebijakannya. Mereka membawa poster yang menggambarkan realita ini : The real terrorists are in the White House, Congress, and Wall Street (Terorisme sesungguhnya ada di Gedung Putih, Kongres dan Wall Street).
Mereka marah terhadap sikap pemerintah Amerika yang lebih memihak kepada pemilik modal. Kompas (Rabu, 12 Oktober 2011) menyebutkan dosa-dosa korporasi ini. Saat krisi di Amerika tahun 2008, pemerintah mengucurkan dana yang besar untuk perusahan-perusahan besar seperti AIG perusahan asuransi raksasa. Dari pajak, pemerintah AS mengucurkan dana sebesar 170 miliar dolar. Ternyata kinerja AIG terpuruk karena memegang obligasi beragun aset KPR (mortgage). Obligasi itu ternyata kertas belaka yang membuat keuangan AIG berdarah-darah. Setelah mendapatkan dana talangan, manajemen AIG justru melanjutkan tradisi bagi-bagi bonus seperti tidak terjadi sesuatu apa pun. Dana sebesar 165 juta dollar dibagikan untuk membayar bonus para eksekutif yang jelas-jelas tidak memimpin dan malah menjebloskan perusahaan.
Perdagangan di pasar saham tak kalah curangnya. Rajaratnam (53) dituduh mendapatkan keuntungan secara tidak sah dari pasar modal sebesar 63,8 juta dollar AS dalam kurun waktu tujuh tahun. Rajaratnam adalah pemimpin dan pendiri salah satu hedge fund terbesar dunia, Galleon, yang mengelola dana investasi 7 miliar dollar AS pada tahun 2008. Sesumbarnya sebagai analisis saham ternyata karena sering mendapat bocoran bahkan mencuri dari berbagai kalangan.
Terdapat juga skandal Madolf yang disebut-sebut sebagai skandal terbesar sejarah finansial AS. Dia menipu para investor dengan menggunakan skema ponzi. Madoff pun mengambil keuntungan pribadi dari aksi ini. Dia memliki apartemen mewah, perhiasan, dan barang mewah lainnya..kema ini hanya memutarkan uang dari investor baru untuk menutupi investor lama. Korbannya tidak hanya orang kaya, tetapi juga para pensiunan yang berharap dapat pensiun nyaman dengan uang yang mereka investasikan lewat karya Madoff. Impian mereka kandas karena uang pensiun mereka menguap di tangan Madoff.
Tentang kegoncangan pasar saham ini, Hizbut Tahrir pada November 1997, telah menganalisis dan memprediksi kegoncangan kapitalisme ini . Dalam booklet “Sebab-sebab Kegoncangan Pasar Modal dan Hukum Syara-nya” telah menjelaskan tiga penyebab utama krisis yang terus berulang ini yaitu sistem perseroan terbatas, perbankan ribawi dan sistem uang kertas inkonvertibel (fiat money) yang tidak berbasis emas dan perak.
Dalam kritiknya , Hizbut Tahrir menjelaskan, semua pasar modal yang memperdagangkan saham perusahaan atau surat utang sesungguhnya lebih rapuh daripada sarang laba-laba. Perdagangan saham itu lebih banyak didasarkan kepada ‘trust’ (kepercayaan) bahwa harga berbagai saham dan surat berharga itu akan terus menerus naik. Ditambah ketamakan untuk mendapatkan keuntungan dari harga saham yang dijual.
Akan tetapi, ‘ kepercayaan’ tersebut suatu saat dapat goyah karena sebab-sebab yang bisa diprediksi ataupun tidak. Pasar menjadi goncang dan banyak pemilik saham berlomba-lomba menjual sahamnya untuk meraup laba dari kenaikan harga saham diperkirakan. Ketika semua pemilik saham berlomba-lomba menjual sahamnya secepat mungkin akhirnya jatuhlah harga saham. Hal ini tentu saja semakin mendorong pihak lain untuk menjual sahamnya. Akibatnya harga saham terus menerus merosot sampai ke titik terendah. Inilah peristiwa yang pernah terjadi pada tahun 1929 atau yang hampir terjadi tahun 1987, dan mungkin kembali terjadi pada waktu dekat ini.
Jadi motifasi sesungguhnya dari perdagangan saham, bukanlah investasi riil tapi mendapat keuntungan dalam waktu yang cepat. Kenyataan ini membuktikan terpisahnya hubungan antara pasar modal dengan sektor ekonomi riil dan fakta perusahaan. Maka pasar modal pun akhirnya berubah menjadi kasino besar (big casino) untuk ajang perjudian. Artinya, spekulasi telah mendominasi pasar modal dan fluktuasi harga yang sangat ekstrem dan berulang telah menjadi watak dari pasar modal tersebut. Inilah yang membuat ekonomi dunia gampang mengalami kegonjangan.
Adapun sistem perbankan ribawi (usurious banking system), sebenarnya merupakan biang bencana dalam sistem ekonomi kapitalis. Sebab, bank telah diberi hak untuk menghimpun dana dari masyarakat (yang disebut simpanan), mengelola simpanan tersebut seolah-olah merupakan milik bank sendiri dan bukan milik para penyimpan, serta mendistribusikan dana tersebut dengan cara mengkreditkannya kepada para investor dan pengusaha -termasuk para pedagang saham di pasar modal atau menyimpan sendiri- dengan memungut riba yang telah diperhitungkan untuk setiap kredit (pinjaman).
Namun pendistribusian dana masyarakat tersebut sesungguhnya tidak bersifat netral. Sebab para pemilik bank -mayoritasnya adalah para investor dan grup perusahaan mereka sendiri- mendapat prioritas utama untuk memperoleh kredit bank dengan suku bunga rendah,baru kemudian pihak lain dengan alasan pertimbangan resiko kerugian. Prioritas berikutnya adalah para pengusaha kecil, lalu menyusul para konsumen dari kalangan masyarakat umum. Karenanya sistem ribawi ini secara alamiah akan membuat dana masyarakat hanya berputar pada kalangan terbatas yang sedikit jumlahnya.
Cacat prinsipil lain adalah tipu daya mata uang kertas, seakan-akan memiliki nilai. Padahal uang tersebut tidak mempunyai nilai intrinsik apa pun. Meskipun demikian, undang-undang negara tetap memaksakan pemberlakuannya dan menganggapnya dapat digunakan untuk melunasi utang dan membayar hak-hak (klaim) di depan pengadilan.
Berdasarkan hal itu, kita dapat melihat bahwa pada negara yang lemah -di mana stabilitas politik dan kewibawaan- nya dapat digoncang dengan mudah- uang kertasnya akan menjadi sangat lemah, sehingga dalam banyak kasus para penguasanya akan mengurangi nilai mata uangnya terhadap mata uang lain (devaluasi). Tujuannya adalah agar mereka dapat memulai lagi “permainan kepercayaan” tadi dan berhasil menipu rakyat dalam hal nilai mata uang.
Pendudukan Wall Street berkembang menjadi tuntutan perubahan dalam kebijakan kapitalisme Amerika Serikat termasuk dalam politik. Dalam situs https: occupywallst.org , gerakan ini mengajukan beberapa tuntutan antara lain: menghentikan ketidaksetaraan antara kaya dan miskin di Amerika, mengingat 400 orang terkaya Amerika memiliki kekayaan melebihi total kekayaan setengah penduduk Amerika; menuntut penghapusan sensor yang dilakukan korporasi besar, seperti Yahoo yang berbohong dengan memasukkan occupywallst.org di filter spam; sekitar delapan 80 % rakyat Amerika mengganggap negara itu pada jalur yang salah, mereka menuntut menghentikan era modern kejayaan yang palsu; menghentikan political corruption yang dilakukan kongres; kira-kira seperenam rakyat Amerika tidak memiliki pekerjaan, karena mereka menuntut diakhiri pengangguran; menghentikan kemiskinan rakyat Amerika, mengingat saat ini kira-kira seperenam rakyat Amerika hidup dalam kemiskinan; Amerika harus menghentikan imperialismenya yang tampak dari pangkalan militer Amerika yang menyebar di 165 negara;tuntutan lain adalah agar Amerika menghentikan perangnya diseluruh dunia.
Tidakkah cukup bagi kita melihat semua ini untuk mencampakkan ideologi kapitalisme dalam kehidupan kita ? Padahal mereka sendiri sudah mengkritik sistem kapitalisme yang selama ini mereka banggakan. Kapitalisme telah terbukti cacat dan menyengsarakan, maka sungguh aneh kalau masih ada kaum muslim yang percaya dan mengekor kepada negara-negara Kapitalis. Padahal mereka sebagai jawara dan jantungnya kapitalis dunia terancam runtuh.
Kalau gerakan Occupy Wall Street tidak memiliki konsep solusi yang jelas, umat Islam sesungguhnya sudah memiliki pilihan pengganti yang jelas yakni syariah Islam yang bersumber dari Allah SWT. Yang kita butuhkan sekarang adalah keberadaan sistem khilafah untuk menerapkan sistem Islam itu. Disinilah pentingnya kita sama-sama memperjuangkan khilafah Islam yang akan menggantikan negara kapitalisme global yang telah menyengsarakan umat manusia. (Farid Wadjdi)

Belajar dari Pengorbanan Ummu Imaroh

Pengantar
Pada setiap Bulan Dzulhijjah, umat Islam selalu diingatakan tentang hakikat pengorbanan.  Tentu saja, karena pada bulan ini terdapat hari raya Idul Adha yang dilatarbelakangi oleh sikap pengorbanan Nabiyullah Ibrahim As. dan Ismail As.   Kisah pengorbanan keduanya senantiasa abadi, hingga tak satu pun jiwa orang-orang yang beriman kepada Allah SWT melewatkan peristiwa paling spektakuler di dunia tersebut.
Membicarakan kisah pengorbanan, khususnya bagi muslimah, tentu bisa digali dari berbagai peristiwa baik yang dialami para nabi, shahabat atau pun orang-orang shalih di masa lalu.  Terlebih, kehidupan umat Islam di awal pertumbuhannya penuh dengan lika-liku yang tak lepas dari pengorbanan kaum perempuan.  Salah satu sosok pahlawan perempuan di masa Nabi Muhammad Saw. adalah Nusaibah Binti Ka’ab ra.  Jiwa pengorbanannya menjadikan setiap orang yang menelurusuri sejarah peri kehidupannya, tertegun takjub, bahwa ternyata seorang perempuan mampu menjadi orang terkemuka di hadapan Nabi  dan umat Islam pada masa itu.  Tulisan berikut akan memaparkan bentuk pengorbanan salah seorang shahabiyat Nabi Saw. tersebut.
Keimanan yang Lurus
Dia bernama Nusaibah Binti Ka’ab bin Amru bin ‘Auf al shohabiyyah al Fadhillah al Mujahidah al Anshoriyyah al Khazrajiyyah.  Ummu Imaroh adalah julukan bagi wanita mulia ini.  Beriman di kala kebanyakan orang mengingkari ajaran Nabi Muhammad Saw. adalah perkara yang tidak mudah.  Namun, demikianlah yang dilakukan Ummu Imaroh kala itu.  Suatu saat beliau menyimak paparan yang disampaikan suaminya, Zaid Bin Ashim yang baru saja menerima dakwah Islam dari Mush’ab Bin Umair.  Zaid menceritakan tentang seorang Rasul yang diutus dari kalangan Quraisy dan menyeru kepada manusia untuk beriman kepada Allah SWT.  Dakwah sang Rasul yang begitu tegar dan berani meski mendapatkan tantangan yang luar biasa pun disampaikan Zaid dengan penuh keyakinan.  Ia pun menceritakan betapa yang disampaikan Mush’ab Bin Umair tersebut telah membuat dirinya takjub hingga mengimani ajaran Rasulullah Saw.
Saat itulah hati Ummu Imaroh bergetar.  Beliau tak dapat menyembunyikan bisikan hati kecilnya untuk turut mengimani apa yang dibawa Rasul tersebut.  Tak ada alasan untuk menolak, tak ada keberatan untuk meningggalkan, maka Ummu Imaroh selanjutnya menyatakan, “Saya beriman kepada Allah sebagai ilah (Tuhan) dan Muhammad sebagai Nabi”. Dengan demikian Ummu Imaroh telah membuat keputusan awal yang paling baik dan menentukan sejarah kehidupannya kelak.  Beliau mulia karena memilih Islam.
Itulah pengorbanan pertama Ummu Imaroh.  Beliau rela mengubur kesombongan yang biasanya ada pada manusia tatkala diseru untuk meninggalkan keyakinan lamanya.  Kondisi seperti ini tentu jarang dijumpai saat ini.  Bahkan tak sedikit dijumpai muslim yang tidak rela meningalkan keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islam.  Mereka bersyahadat namun mengemban sekulerisme, pluralisme dan liberalisme.  Dan itu terjadi karena mereka tidak mau menanggalkan kesombongan dirinya; merasa memiliki kehidupan atau merasa mampu membuat aturan yang adil untuk manusia.  Padahal semua itu hanya omong kosong.  Tidakkah Ummu Imaroh telah memberikan pelajaran mendasar bagi kita?
Teguh dalam Janji di Hadapan Rasul
Tak cukup sekedar beriman, Ummu Imaroh yang telah membulatkan keimanan itu pun hendak menunjukkan kesetiaannya kepada Rasulullah Saw.  Bersama suami dan kedua putranya, yaitu Hubaib dan Abdullah, Ummu Imaroh ikut dalam rombongan yang berjalan ke bukit Aqobah untuk menyatakan baiat atau janji kesetiaan kepada Rasulullah Saw. sebagai pemimpin dan kepala negara bagi kaum muslim.  Peristiwa tersebut lebih dikenal dengan Baiat Aqobah kedua yang terjadi pada malam ke 13 bulan Dzulhijjah tahun ke 13 kenabian.
Inilah bentuk pengorbanan yang kedua dari sang politisi muslimah tersebut.  Keikutsertaannya ini tentu layak diperhitungkan sebagai bentuk pengorbanan beliau dalam bidang politik.  Beliau tak ingin ketinggalan memperoleh kebaikan dari peristiwa baiat Aqobah kedua yang merupakan salah satu pilar bersejarah berdirinya daulah (negara) Islam di Madinah.  Tak lama setelah peristiwa tersebut Rasulullah Saw. memerintahkan kaum muslimin di Mekkah untuk berhijrah ke Madinah dan menegakkan masyarakat di sana.
Ummu Imaroh bukanlah orang yang tidak peduli dengan nasib agama Islam yang terus mendapat hinaan dan tantangan dari penduduk kafir Quraisy.  Beliau juga menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari orang-orang yang siap membantu dakwah Nabi Saw. di Madinah.  Meski beliau seorang perempuan, kesadaran politik yang dimilikinya begitu tinggi, tak kalah oleh mereka yang laki-laki.  Beliau adalah salah satu dari dua orang yang terlibat dalam Baiat Aqobah kedua tersebut.
Inilah yang seharusnya disadari setiap muslimah abad ini.  Kehidupan sekuler yang materialitsik telah melupakan tugas politik mereka.  Kepedulian terhadap kondisi umat dan agama ini seharusnya menjadi bagian dalam kehidupan mereka.  Sayangnya, masih banyak yang cuek alias tidak peduli.  Tak hanya itu, kesadaran atas kondisi umat yang memprihatinkan saat ini seharusnya juga diikuti oleh semangat untuk memperbaiki dengan berdakwah beramar makruf nahi munkar, menentang semua bentuk kedholiman dan berperan aktif dalam dakwah menegakkan negara Islam.  Ummu Imaroh sebenarnya telah memberikan inspirasi bagi muslimah untuk tidak ragu mengambil posisi terdepan dalam perjuangan dakwah Islam melalui kesadaran politik Islam yang dimilikinya.
Bertempur di Bukit Uhud
Janji setia yang beliau ikrarkan di Bukit Aqobah itu pun ternyata bukan omong kosong.  Sungguh beliau telah mewujudkannya melalui sepak terjangnya membantu dakwah Islam di Madinah dan terlibat secara aktif dalam setiap peristiwa besar yang dialami kaum muslim.
Ummu Imaroh memang layak mendapat julukan pahlawan perempuan Anshar.  Kepahlawanannya sangat menonjol terutama dari aktivitas beliau yang mengikuti berbagai peperangan melawan orang-orang kafir.  Beliau turut serta dalam Perang Uhud, Perjanjian Hudaibiyah, Umrah Qadha’, Perang Hunain dan Perang Yamamah di mana tangannya terpotong .   Dapatkah kita membayangkan bagaimana jiwa seorang perempuan yang terlibat dalam berbagai medan pertempuran?  Jika ia seorang pengecut, tentu tak akan hadir di medan laga.  Jika ia bukan orang yang yakin akan pahala dan kebaikan yang besar di sisi Allah SWT tentu ia lari dan bersembunyi.  Namun itulah Ummu Imaroh.  Beliau telah meyakinkan diri menjadi bagian yang bisa berarti dalam setiap kesempatan.
Dalam Perang Uhud, Ummu Imaroh ikut bersama suami dan kedua anaknya.  Pada waktu itu beliau membawa tempat yang berisi air. Beliau mendapati Rasulullah Saw. bersama para shahabatnya.  Namun tatkala pasukan Islam mulai mengalami kekalahan, Ummu Imaroh pun maju ke medan perang untuk ikut bertempur menggunakan pedang dan panah.
Ketika ada salah seorang musuh yang datang hendak menyerang Rasulullah Saw.  Ummu Imaroh dan beberapa shahabat membentuk tameng pertahanan untuk melindungi Rasulullah Saw.  hingga orang yang hendak menyerang Rasulullah tersebut sempat memukul Ummu Imaroh .  Kegigihan Ummu Imaroh dalam melindungi Rasulullah Saw. ini terlihat dari sabda beliau, “Aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan melainkan melihat Ummu Imarah”. Dan benar saja, pengorbanan Ummu Imaroh dalam perang Uhud ini tampak dari 12 bekas luka di tubuhnya.
Ummu Imaroh memang perempuan pemberani.  Ia rela mengorbankan jiwa dan raganya.  Tatkala Rasulullah Saw. melihat lukanya, Beliau Saw. bersabda kepada anak Ummu Imaroh, yaitu Abdullah, ” Ibumu, ibumu…balutlah lukanya. Ya Allah, jadikanlah mereka sahabat saya di surga “.
Mendengar doa yang disampaikan Rasulullah Saw. tersebut Ummu Imaroh pun berkata : “Aku tidak menghiraukan lagi apa yang menimpaku dari urusan dunia ini “. Kalimat seperti ini tentu tak akan keluar dari mulut manusia yang lebih mencintai dunia.  Cukuplah hal ini menjadi bukti bahwa Ummu Imaroh adalah orang yang telah menjual apa yang dimilikinya di dunia ini dengan surga.  Inilah bentuk pengorbanan yang paling tinggi dari seorang manusia untuk Rabbnya.
Namun, bagaimana dengan kebanyakan muslimah kini.  Kata-kata surga bak nyanyian merdu yang biasa menghiasi telinga mereka namun tak berbekas dalam jiwa dan amalan.  Kerinduan pada keridloan Allah SWT seakan jauh dari harapan, apalagi jika harus dibayar dengan dunia dan isinya.  Kenikmatan dunia telah banyak melalaikan visi dan misi yang seharusnya dimiliki muslimah.  Jangankan terluka oleh goresan pedang dan anak panah -sebagaimana Ummu Imaroh- kebanyakan perempuan kini malah berlomba-lomba mempercantik diri, memoles dan memuluskan tubuh bahkan tak sedikit yang harus operasi plastik.  Sesudah itu, mereka jajakan kecantikannya itu di hadapan laki-laki demi segenggam uang yang pasti akan habis dalam waktu cepat, bukan balasan surga yang pasti kekalnya seperti yang bakal diperoleh Ummu Imaroh.  Tidakah kita malu, mengapa masih saja tertipu oleh silaunya dunia?
Isteri dan Ibu Teladan
Ummu Imaroh memang bukan perempuan biasa.  Ketangguhan di medan juang, tak mengurangi rasa tanggung jawabnya sebagai muslimah.  Ia tetap mampu mengemban kewajibannya sebagai isteri bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya.  Pengorbanannya sebagai isteri nampak dari sikapnya terhadap kedua suaminya.  Dengan suami yang pertama, Ia mampu menjadi pendamping dan teman perjuangan saat suami isteri ini menyatakan baiat di bukit Aqobah dan bersungguh-sungguh dalam membantu dakwah Rasulullah Saw di Madinah.
Adapun setelah hidup dengan suaminya yang kedua, Ummu Imaroh pun tak pernah tertinggal untuk mendampingi suaminya dan memberikan berbagai pertolongan di medan pertempuran.  Keduanya nampak dalam Perang Uhud, peristiwa Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain dan Perang Yamamah.  Inilah pengorbanannya sebagai isteri seorang pejuang yang siap berjuang kapan pun, di mana pun dan dengan resiko apapun.  Ummu Imaroh telah memerankannya dengan sangat baik.
Tidakkah seharusnya hal ini menjadi inspirasi bagi para istri di jaman modern kini.  Tak seharusnya para isteri lebih mementingkan karirnya di luar rumah, jauh dari suami atau bahkan memiliki dunia sendiri yang lebih mereka cintai dari pada kehidupan rumah bersama suami dan keluarga.  Kemandirian perempuan yang dipropagandakan kaum feminis dan penggiat gender berhasil menipu sebagian perempuan, sehingga mereka lebih rela meninggalkan suaminya, tak hanya dalam aktivitas bahkan ikatan penikahan.  Perceraian meningkat karena isteri merasa lebih mandiri secara ekonomi, memiliki kebebasan mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan suami, atau semata-mata karena tidak qonaah (menerima) apa yang diberikan suami.  Sementara godaan pria lain terus mengintai, akibatnya perselingkuhan pun tak terhindarkan.  Dan akhirnya ikatan pernikahan mudah lepas oleh ganasnya kehidupan sekuler.  Inilah penyakit yang banyak menghinggapi para isteri saat ini.  Kesetiaan Ummu Imaroh pada sang suami selayaknya memberikan pengaruh, bahwa ikatan pernikahan sesungguhnya adalah jalan menuju ketaqwaan, jalan menuju diraihnya berbagai kebaikan sebagai suami isteri.
Ummu Imaroh juga layak menjadi ibu teladan.  Beliau telah mampu mengantarkan putra putrinya sebagai generasi pembela Islam.  Tak sedikit pun muncul keraguan dalam hantinya untuk melepas kedua putranya (Habib dan Abdullah) di setiap medan pertempuran dan tugas dakwah lainnya.  Keteguhan kedua putranya mengemban amanah dakwah Islam cukup menjadi bukti bahwa mereka hidup dalam suasana pembinaan ruhiyyah yang baik di dalam keluarga yang tentu tak lepas dari pengaruh Ummu Imaroh, sang ibu.
Saat perang Badar, anaknya -Abdullah- dengan gagah berani ikut berjuang menegakkan panji-panji Islam sehingga Islam memperoleh kemenangan.  Adapun kiprah Habib nampak saat ia memegang amanat sebagai utusan Khalifah Abu Bakar untuk menyampaikan surat kepada Musailamah al Kadzdzab.  Ummu Imaroh pun mendorong agar anaknya mampu mengemban amanat tersebut dengan baik.  Namun rupanya Habib harus syahid tatkala membela Islam di hadapan kekufuran tersebut.
Mendengar kematian anaknya itu, Ummu Imaroh bukannya kecewa.  Ia malah menerimanya dengan penuh keyakinan bahwa putranya mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT.  Ia menerima berita kematian itu dengan penuh kemuliaan serta kebanggaan karena telah mempersembahkan yang terbaik untuk Islam dan kaum muslim.
Pengorbanan hakiki seorang ibu terhadap sang anak sepertinya menjadi barang langka saat ini.  Terlebih saat ibu lebih senang menjadikan anaknya sebagai mesin uang, penghias rumah dan penyanjung harga diri alias prestise.  Jangankan menanamkan ruh jihad pada anak, mereka malah antipati terhadap pemahaman Islam yang dianggap radikal.  Berapa banyak pula ibu yang justru lebih memilihkan lembaga pendidikan yang berorientasi keilmuan dan pekerjaan saja untuk anaknya.  Sementara pendidikan yang lebih menekankan pembentukan kepribadian Islam dianggap kuno, ketinggalan jaman, dan tidak bermutu.  Itu semua tentu tidak mencerminkan sosok ibu yang baik.  Keteladan Ummu Imaroh dalam mengarahkan buah hatinya selayaknya menginspirasi setiap ibu untuk mencetak generasi yang siap mengemban tanggung jawab masa depan Islam dan kaum muslim.
Pengorbanan Sepanjang Hayat
Ummu Imaroh memang telah dimuliakan Allah SWT melalui pengorbanannya di sepanjang hayat.  Perang Yamamah yang bertujuan untuk menumpas gerakan Musailamah telah membawanya pada puncak pengorbanan.  Saat itu Ummu Imaroh dan anaknya -Abdullah- ikut serta dalam perang Yamamah.  Musailamah yang sebelumnya telah membunuh Habib terbunuh oleh Abdullah -anak Ummu Imaroh yang lain.  Inilah pengorbanan terakhirnya.  Beberapa tahun setelah peristiwa Perang Yamamah tersebut, Ummu Imaroh meninggal dunia.  Beliau pulang dengan dua belas bekas tusukan dan kehilangan satu tangan serta satu anaknya, semua diperolehnya dari medan pertempuran.
Itulah pengorbanan yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT.  Beliau tidak mengenal kesal, mengeluh, mengadu, apalagi bersedih meski tubuhnya terluka sekalipun, meski belahan jiwanya hilang sekalipun.  Karena sesungguhnya obat dari berbagai tantangan tersebut adalah harapan yang begitu tinggi untuk meraih ridhwanullah.
Seandainya kaum muslimah saat ini memiliki himmah dan cita-cita semulia Ummu Imaroh, niscaya mereka tidak mudah melupakan Allah SWT dan berputus asa dari rahmat-Nya.  Sungguh, menapaki kehidupan ini memang penuh cobaan.  Tantangan perjuangan pun akan datang silih berganti.  Namun, janji Allah SWT pasti ditepati.  Dia akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya.  Artinya, jika kaum muslim saat ini kembali kepada agama Alllah SWT, menjunjung tinggi syariat Islam sebagai satu-satu pengatur kehidupan mereka, niscaya umat Islam bisa keluar dari keterpurukan, kehinaan dan ancaman musuh-musuh Islam.  Semua itu telah dibuktikan sendiri oleh Ummu Imaroh, ia telah memperoleh kemenangan hakiki, saat segala daya upaya telah diberikan untuk menolong agama Allah SWT meski harus menjalani berbagai kesulitan dan kesakitan.
Penutup
Pengorbanan Ummu Imaroh memang tak dapat disetarakan dengan pengorbanan Nabi Ibrahim as.dan Nabi Ismail as.  Meski kedua kisah pengorbanan ini ada yang terjadi pada Bulan Dzulhijjah, masing-masing memang memiliki dimensi yang berbeda.  Namun, sebagai sosok perempuan yang rela mengorbankan apa yang dimilikinya di tengah kesulitan hidup pada zamannya, Ummu Imaroh layak menjadi teladan kaum ibu dan perempuan pada umumnya di masa kini.
Berkaca pada keteladanan tersebut, kaum muslimah saat ini harus memiliki kesadaran politik Islam meski mereka sebagai seorang ibu dan isteri.  Peran aktifnya sangat diperlukan untuk membangun masyarakat Islam.  Muslimah manapun juga berhak mendapatkan surga sebagaimana Ummu Imaroh jika mereka mampu mempersembahkan jiwa dan raganya untuk Allah SWT semata-mata.  Dunia ini terlalu kecil dan tak layak ditukar oleh surga yang luasnya tak dapat diperhitungkan manusia.  Semoga akan terlahir Ummu Imaroh lain di  sepanjang perjalanan umat Muhammad Saw ini. Aamiin. [] Noor Afeefa
Rujukan
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A, Mukjizat Doa dan Air Mata Ibu, Qultum Media, 2009.
Muhammad Ali Quthb, Perempuan Agung di Sekitar Rasulullah Saw, PT Mizan Publika