I made this widget at MyFlashFetish.com.

Khilafah

Gempita Konferensi Rajab 1432 H

Kamis, 29 Juli 2010

Cendekiawan Jepang (Prof. Hassan Ko Nakata) Yakin Khilafah Tegak

Prof Hassan Ko Nakata
(Cendekiawan Jepang)

Namanya mencuat di Indonesia ketika ada Konferensi Khilafah Internasional (KKI) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Agustus 2007. Ia adalah salah satu pembicara kegiatan akbar yang menghentak dunia pada saat itu. Sebelumnya kaum Muslim di Indonesia tak banyak tahu ada seorang cendekiawan Jepang yang begitu besar perhatiannya terhadap dakwah Islam.

Prof. Hassan Ko Nakata (49) adalah satu dari sedikit kaum intelektual di negeri matahari terbit yang tertarik pada Islam. Ia mengaku masuk Islam pada tahun 1983. Itu pun dilakukannya setelah 15 tahun mempelajari Islam. Cukup lama untuk sebuah keputusan yang buat kebanyakan orang di Indonesia adalah hal biasa, tapi tidak untuk orang Jepang karena agama bagi orang Jepang sudah out of mind (berada di luar semesta pemikiran). Kebanyakan orang Jepang tak lagi memerhatikan agama.

Presiden Asosiasi Muslim Jepang ini masuk Islam ketika menjadi mahasiswa di tahun ketiga di Fakultas Studi Islam di Tokyo University. Sebelumnya ia sangat familiar dengan agama Kristen. Tak heran ketika awal kuliah di Tokyo University, ia mengikuti kelompok kajian Bibel. Di situlah ada kajian tentang perbandingan agama.

Di sana ada perbandingan agama Kristen, Yahudi, Shinto, Budha, dan Islam. Ketika menimbang dan membanding selama sekitar setahun ia merasa ajaran Islamlah yang paling menyeluruh. “Saya menemukan bahwa Islamlah sistem hidup yang paling komprehensif, paling rasional dan konsisten, dan akhirnya atas rahmat Allah SWT saya memutuskan untuk masuk Islam,” tuturnya. Ia pun menambahkan Hassan di depan nama aslinya. Ia pernah mendalami tarekat Naqshabandiyah dan Syaziliah. “Namun saya bukan murid yang baik,” ujarnya.

Usai bergelar sarjana, Hassan ingin lebih memperdalam Islam. Namun belum ada program master Kajian Islam di universitas Jepang. Buku-buku Islam berhuruf kanji pun masih sulit didapat. Untunglah tak lama kemudian Universitas Tokyo membuka program master Kajian Islam. ''Saya menjadi mahasiswa Muslim pertama dan terakhir di jurusan Islamic Studies Universitas Tokyo selama 25 tahun ini,'' ujar Profesor ini.

Setelah menyelesaikan masternya di Tokyo University, ia melanjutkan studi doktornya di Universitas Kairo. Disertasianya tentang Pemikiran Politik Ibn Taymiyah (al-Fikratu al-Siyasatu 'inda Ibni Taymiya). Dalam disertasi itu ia menjelaskan keunikan pemikiran politik Ibnu Taymiyah dalam sejarah pemikiran politik dan pengaruhnya terhadap gerakan politik kontemporer, termasuk terhadap Hizbut Tahrir. Setelah lulus doktor, Hassan sempat menjadi peneliti Kedutaan Jepang di Saudi Arabia (1992-1995). Tak heran ia sangat fasih berbahasa Arab.

Kiprahnya dalam dakwah di Negeri Sakura ini tergolong menonjol. Karakteristik orang Jepang sekarang cuek terhadap agama memacunya mencari jalan untuk bisa mendakwahkan Islam. Terlebih lagi sangat sedikit dai yang berkualitas.
Satu-satunya jalan terbaik untuk menyebarkan Islam di Jepang, menurutnya, adalah melalui pengaruh personal dari pelaku dakwah yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam dengan kepribadian yang baik serta memahami budaya Jepang.

Ia bersama minoritas Muslim Jepang melakukan berbagai upaya, di antaranya menerjemahkan sejumlah kitab klasik seperti Tafsir al-Jalalain, al-Siyasah al-Syar'iyyah of Ibn Taimiyyah, dan Zad al-Mustaqni' al-Hujawi al-Hanbali, juga menerbitkan majalah bulanan yang disebarkan secara cuma-cuma kepada seluruh Muslim Jepang di seluruh dunia sebagai media informasi dan komunikasi.

Hassan Ko Nakata kini menjadi Presiden Asosiasi Muslim Jepang sembari mengajar Kajian Islam di Universitas Doshisha, Kyoto. Mayoritas mahasiswanya justru beragama Kristen. Selama empat tahun menjadi Guru Besar di Doshisha, Hassan berhasil memikat empat mahasiswanya yang semula atheis untuk masuk Islam.



Kontak dengan Hizbut Tahrir
Banyak orang mengira bahwa profesor ini adalah anggota Hizbut Tahrir (HT) sebab pandangan-pandangannya tentang Islam mempunyai kesamaan dengan pemikiran HT. Ternyata ia memang memiliki kontak dengan anggota HT.

Kontak itu terjadi ketika ia mengunjungi Arab Saudi. Ia bertemu dengan syabab HT di negeri itu. Syabab ini seorang dokter dan kini tinggal di Kanada. Dari dokter inilah ia mengetahui banyak soal pemikiran-pemikiran HT tentang keharusan menegakkan Khilafah.

Ia mengaku sangat terkesan dengan pertemuan itu. Menurutnya, Hizbut Tahrir adalah satu-satunya gerakan politik Islam yang memiliki teori politik yang konsisten dan terintegrasi yang disusun berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap syariah dan realitas Dunia Islam kontemporer.

“Saya tidak yakin bahwa kita, umat Islam, dapat menegakkan kembali Khilafah hanya dengan usaha kita semata. Tapi saya percaya bahwa satu-satunya jalan untuk menegakkan kembali Khilafah, di luar adanya keajaiban dari Allah, adalah melalui usaha dengan metodologi yang berdasar pada pemikiran politik Hizbut Tahrir. Hanya, pemikiran itu memerlukan pengembangan dan penyesuaian sesuai dengan perubahan-perubahan kontemporer yang terjadi di dunia,” kata Profesor Hassan.

Ketika berbicara di hadapan 100 ribu orang yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno Agustus 2007, ia mengatakan, “Dalam konteks dunia Islam kontemporer, hanya Hizbut Tahrirlah yang bisa dikatakan sebagai “gerakan politik Islam” yang memperjuangkan terealisasinya Khilafah yang merupakan panggilan universal; tidak hanya untuk umat Islam, tetapi lebih dari itu.”

Ia mengatakan bahwa Khilafah tidak hanya dapat diterima oleh komunitas non Muslim, namun juga sangat diinginkan oleh mereka yang percaya kepada kesetaraan, keadilan, kebebasan dan kemanusiaan. Alasannya, sistem Khilafah memiliki pemerintahan “membumi” atau “bersifat keduniaan” yang menjamin otonomi komunitas beragama dalam konteks sosial yang sangat beragam. Sistem Khilafah ini juga berfungsi sebagai sarana pembebasan untuk mengentaskan sistem negara bangsa yang eksplotitatif yang memenjarakan dalam penjara “negara bangsa”.
Ia menyebutkan dua peran ganda Hizbut Tahrir, yakni mencerahkan umat Islam akan kewajiban mereka dalam mendirikan kembali Khilafah sesuai dengan hukum syariah dan menjelaskan misi Islam universal dari sistem Khilafah kepada dunia Barat dengan sudut pandang ilmu sosial negara Barat.

Dalam konteks itu, ia menyimpulkan bahwa Indonesia merupakan tempat terbaik untuk menjalankan misi Islam ini karena kondisinya yang tidak ditemukan di negeri Muslim lainnya.[] mujiyanto

Biodata Prof Hassan Ko Nakata
Lahir : Okayama, Jepang, 22 Juli 1960
Karir Akademis:
1984 : Sarjana Islamic Studies Universitas Tokyo
1986 : Master Islamic Studies Universitas Tokyo
1992 : Ph.D Islamic Philosophy Universitas Kairo
1992-1995 : Peneliti Kedutaan Jepang di Saudi Arabia
1995-2003 : Guru Besar di Universitas Yamaguchi
1997-1998 : Direktur Pusat Studi Kairo di Japanese Society for Promotion of Sciences
2003-sekarang : Guru Besar Fakultas Teologi dan Wakil Direktur Pusat Studi Agama-agama Monoteis di Universitas Doshisha. Saat ini mengawasi proses penerjemahan Tafsir Jalalain ke bahasa Jepang yang dikerjakan oleh Habibah Kaori Nakata.

Konferensi Umat Islam Bersama Hizbut Tahrir Indonesia Sulselbar













Menyambut bulan suci Ramadhan Hizbut Tahrir Indonesia- Sulselbar Mengundang kaum muslimin dan muslimat hadir dalam acara:

Konferensi Umat Islam bersama Hizbut Tahrir Indonesia
Refleksi Rajab, Sambut Ramadhan, Raih Kemenangan dengan Tegaknya Syariah dan Khilafah

“Solusi Islam untuk Krisis Global dan Indonesia”
(The Islamic Solution to Global dan Indonesia Crisis)

Tribun Lapangan Karebosi
Ahad, 20 Sya’ban 1431 H/ 01 Agustus 2010
Pukul 08.00 - 12.00 WITA

Opening Speech:
Ust. Shabran Mujahidin (Ketua DPD I HTI Sulsel)

Sambutan:
Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH. MH.* (Gubernur Sulawesi Selatan)

Pembicara Sesi I:
Ust. Musthafa, S.Pdi
“Fakta Problematika Pengelolaan SDA di Indonesia dan Sulselbar”

Ust. Abd. Karim Tahir, MPd
“Fakta Problematika Politik di Indonesia dan Sulselbar”

KH. Syamsudin Latief,BA (Tokoh Muhammadiyah Sulsel)
Drs. H. Abd. Kadir Parewe (Tokoh Masyarakat Sulsel)

Pembicara Sesi II:
Ust. Ir. Hasanuddin Rasyid (Humas DPD I HTI Sulsel)
“Syariah Islam Jawaban Terhadap Problem Global”

Ahmad Gadang, S.Hut
“Syariah Islam Mengatasi Problem SDA di Indonesia dan Sulselbar”

Dr. Abraham Samad* (Praktisi Hukum/Direktur ACC Sulawesi Selatan)
“Membangun Pemerintahan yang Bersih dan Amanah”

Closing Statement:
AGH. Sanusi Baco, Lc* (Ketua MUI Sulawesi Selatan)
KH. Mustari Ago (DPD I HTI Sulawesi Selatan)

Sekretariat HTI Sulsel: Jl. Maccini Sawah No. 4A
Tlp. (0411) 443215

DEMOKRASI MENISTAKAN KAUM PEREMPUAN











Di negara demokrasi, banyak sekali ungkapan retorika kosong tentang kehormatan, perhatian dan perlindungan atas isteri, ibu anak perempuan dan wanita karir. Di balik kata-kata mereka yang manis itu, kenyataannya berkata lain, karena objek yang mendapat kehormatan, perhatian dan perlindungan ternyata hanya berujung pada uang, nilai-nilai kebebasan, dan sekularisme. Karenanya, bukan sesuatu yang aneh jika masyarakat Barat menganggap lazim pemanfaatan pornografi dan gambar perempuan telanjang untuk menjual produk, karena hal semacam ini bisa menghasilkan pemasukan yang berlimpah.

Demokrasi tidak menghormati Perempuan


#Di Inggris 3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan berakhir dengan aborsi, dan sejak tahun 1996 penyakit syphillis meningkat hingga 486%. Di Perancis, penyakit gonorhoe meningkat 170% dalam jangka waktu satu tahun.

Berhala teragung dalam Demokrasi adalah uang. Maka, wajar jika persoalan utama yang melekat di benak mereka adalah bagaimana meningkatkan kekayaan materi. Akibatnya perempuan tidak dianggap sebagai manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu perlindungan atas kehormatannya. Perempuan malah dipandang sebagai komoditas ekonomi yang bisa dieksploitasi oleh siapapun yang ingin meraup uang darinya. Para kapitalis benar-benar menangguk pendapatan berlimpah dari bisnis yang mengeksploitasi perempuan.

# Pendapatan situs porno di Amerika Serikat mencapai US$ 400 juta per tahun.

# Pendapatan film porno di AS mencapai US$ 1 juta per hari.

# Penjualan 20 juta eksemplar majalah porno di Inggris, menghasilkan pemasukan hingga 500 juta euro per tahun.

# Industri pornografi di negara-negara Barat menghasilkan perputaran kapital hingga US$ 7 milyar per tahun.

Semua itu adalah data-data tahun 2001, Bayangkan pada saat sekarang. Ini menunjukkan bahwa laki-laki didorong untuk melihat perempuan hanya sebagai objek pemenuhan hasrat seksual mereka.

Jika kita telaah pelecehan seksual di negara-negara Barat, di lembaga-lembaga yang secara teori seharusnya memberi contoh moralitas yang bagus, seperti kantor-kantor pemerintahan yang mengurusi urusan masyarakat, kantor polisi atau tentara, kita bisa melihat gambaran yang sebenarnya tentang cara pandang laki-laki terhadap rekan mereka yang perempuan.

# Sebuah survey yang dilakukan di British Civil Service di Inggris menunjukkan, 70% responden mengklaim bahwa mereka menjadi korban pelecehan seksual di tempat kejanya.

# Survey di 9 negara bagian AS, yang dilakukan selama 5 tahun menyatakan, bahwa 60% pengacara perempuan yang diwawancarai mengaku pernah mengalami pelecehan seksual, sepertiga oleh kolega, 40% oleh klien, dan 6% oleh hakim.

# Tahun 1998 Yale University School of Medical Researchers melakukan penelitian dan mendapatkan fakta, bahwa di antara prajurit perempuan anggota pasukan Amerika yang bertugas di Perang Vietnam ataupun Perang Teluk, 63% diantaranya mengalami pelecehan fisik dan seksual selama menjalankan tugas kemiliterannya, dan 43% dilaporkan mengalami pemerkosaan ataupun usaha pemerkosaan.
Jika perilaku para professional yang mengklaim menjunjung tinggi hukum saja sudah seperti itu, lantas apa yang bisa diharapkan dari orang-orang biasa di masyarakat?
Ada yang berkata bahwa perempuan Barat bisa mendapatkan harmoni dan kehormatan ketika berada di rumahnya. Klaim ini hanya mengada-ada.

# Di AS, satu dari dua pernikahan berakhir dangan perceraian.

# BBC melaporkan bahwa hampir 25% perempuan di Inggris pernah mengalami kekerasan domestik dalam kehidupannya.

# Polisi Inggris mendapatkan panggilan menangani kekerasan domestik setiap menitnya, dan menerima 1300 telepon pengaduan masalah ini setiap harinya.

# Kekerasan rumah tangga di Inggris menelan 2 korban perempuan meninggal setiap minggunya. Profesor Bestsy Stanke dari Universitas London mengatakan, “Ini menunjukkan bahwa kaum laki-laki di Inggris, seperti halnya laki-laki di seluruh dunia, suka memukul istri mereka.”
Apabila kita amati bentuk penghinaan terparah terhadap perempuan, yaitu pemerkosaan.

# Di AS, pemerkosaan terjadi setiap menit.

# Di Inggris, sepertiga perempuan pernah menjadi korban pelecehan seksual pada usia 18 tahun, dan pengaduan pemerkosaan antara 1996-1997 mengalami kenaikan sebesar 500%.
Tidaklah mengejutkan jika mayoritas perempuan di Barat tidak merasa aman berada di jalanan, baik siang maupun malam.



Dunia Islam dan Penistaan Perempuan


Data statistik di atas begitu menjijikan, namun belum sebanding dengan realitas yang terjadi di dunia Islam saat ini. Masyarakat kita sudah hampir mendekati realitas di dunia Barat, karena masuknya ide kebebasan. Ide ini telah menimbulkan pemerkosaan, kekerasan domestik, penyimpangan seksual dan prostitusi yang dilakukan oleh laki-laki muslim.

# 19 April 2010, Dr. Ir. Ikeu Tanziha, staf dosen dan peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, "Kekerasan TKW di Arab Saudi mencapai 48 persen. Sedangkan di Malaysia 42 persen. Untuk negara lain seperti Kuwait, Hongkong dan lain, kurang dari 3 persen."

# Pebruari 2001, Reuters melaporkan kasus tiga mantan komandan pasukan Bosnia-Serbia yang melakukan tindakan pemerkosaan dan perbudakan seksual terhadap lusinan perempuan Muslimah di daerah Foca, bagian Tenggara Bosnia, selama perang Bosnia berlangsung. Tiga komandan itu menyeret sejumlah perempuan dan gadis muda berusia 12 tahun ke berbagai “rumah pemerkosaan” untuk dipukuli dan diperkosa secara brutal sampai-sampai mengalami luka pemanen. Salah seorang perempuan, yang dikenali dengan nama “saksi 75”, diperkosa selama 3 jam oleh 15 laki-laki. Seorang gadis berusia 15 tahun bercerita tentang seorang laki-laki yang memegang senjata, sambil mengancam mencungkil matanya dengan salib dan memaksanya minum alkohol. Realitas semacam ini sudah banyak terjadi, mulai dari Kosovo, Palestina, hingga Kashmir.

# Di Pakistan, setiap 2 jam ada seorang perempuan yang diperkosa.

# Maret 1998 di Pakistan, seorang gadis sekolahan berusia 14 tahun bernama Naumana Tabbasum, diperkosa ramai-ramai di sebuah gedung pemerintah di Peshawar oleh kepala bagian pemda setempat dan rekan kerjanya. Mereka mengancam membunuh orang tua Naumana jika sang gadis mengungkapkan kebenaran kisah itu.

# Di Bangladesh, Undang-undang prostitusi telah dilegalkan atas bantuan dari organisasi non pemerintah yang terus menyerukan kebebasan perempuan di masyarakat.

# Tingkat aborsi di Bangladesh di kalangan usia 15 dan 49 tahun mencapai 28:1000 hampir setara dengan tingkat aborsi di AS.

# Di Indonesia, Angka kejadian aborsi di Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun, atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan. Fakta ini berasal dari Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dr Titik Kuntari MPH. "Sekitar 30% di antara kasus aborsi itu dilakukan oleh penduduk usia 15-24," katanya di Yogyakarta, Senin (29/6). Ia mengatakan, penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan enam kabupaten di Indonesia menemukan bahwa insiden aborsi lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. "Setiap tahun lebih dari dua juta kasus aborsi terjadi, lebih dari satu juta kasus atau 53 persen terjadi di perkotaan," katanya. Di daerah perkotaan, 73% kasus aborsi dilakukan oleh ahli kebidanan, bidan, rumah bersalin, dan klinik keluarga berencana.Di daerah pedesaan, dukun mempunyai peran yang dominan dalam memberikan pelayanan aborsi, kasus aborsi yang ditangani mencapai 84%."Klien terbanyak berada di kisaran 20-29 tahun. Di perkotaan sekitar 45,4%, sedangkan di pedesaan 51,5%," katanya.

#Lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. (unsafe abortion).

# Harian Lahore melaporkan, bahwa terjadi empat kasus perempuan yang mengalami cedera setiap minggunya, karena di bakar di kompor, karena alasan mulai dari tidak melahirkan anak hingga tidak memberikan cukup garam dalam masakannya. Dua rumah sakit di Pakistan menyatakan bahwa 500 perempuan dibakar sampai mati dalam kurun tiga tahun terakhir.



Penyebab masalah-masalah seperti ini jelas; yaitu telah merasuknya ide kebebasan individu, dimana laki-laki bisa memenuhi hasrat dan berperilaku sesukanya. Konsekuensinya terhadap orang lain di masyarakat, dan terhadap kehormatan perempuan, sungguh mengerikan. Inilah bukti nyata bahwa ajakan agen-agen liberal dan feminis mempropagandakan demokrasi tiada lain adalah menuju gaya hidup Barat, mengadopsi demokrasi hanyalah ajakan untuk menanggalkan kehormatan, menyebabkan kehinaan, kenistaan, kerendahan dan ketidakamanan bagi perempuan Muslimah, serta menjauhkan Muslimah dari keindahan dan kenikmatan surga.

Kebebasan dalam demokrasi merupakan kebebasan untuk menistakan perempuan, kesetaraan dalam demokrasi hanyalah kesetaraan manusia dengan hewan, dan keadilan dalam demokrasi adalah keadilan menurut setan, Allah Swt berfirman:

"Hai orang-orang mu’min, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang munkar. Sekiranya setidaknya karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya." (TQS.an-Nur [24]: 21).

Wahai para Muslimah, sesungguhnya penistaan dan keterpurukan ini adalah diterapkannya hukum buatan manusia yaitu sistem demokrasi, dan ketiadaan Khilafah Islam ditengah-tengah anda sebagai pelindung, penjaga, dan penjamin kehormatan anda. Allah Swt berfirman:

"Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (TQS. Thaha [20]: 123-124).

Wallahu a‘lam bi ash-Shawab.

Syakir Rahman al-Banjarany




Jumat, 23 Juli 2010

HAKIKAT PARTAI ISLAM

Oleh : KH. M. Shiddiq al-Jawi


Pengantar

Partai Islam (al-hizb al-Islami), atau lengkapnya partai politik Islam, perlu dipahami hakikatnya. Sebab banyak orang tidak bisa membedakan mana partai Islam dan mana yang bukan partai Islam. Ada partai yang mengaku partai Islam, padahal strateginya sangat pragmatis dan oportunis, hanya mengejar ambisi kekuasaan seraya mencampakkan Islam.

Sebaliknya ada partai Islam yang hakiki, tapi ditakuti umat, karena diopinikan atau dicitrakan buruk dengan berbagai stempel mengerikan, seperti cap teroris, fundamentalis, radikalis, dan sebagainya. Berikut ini sekilas penjelasan beberapa aspek terpenting mengenai partai Islam.

Pengertian Partai Islam

Partai Islam menurut Abdul Qadim Zallum adalah partai yang berdiri di atas dasar Aqidah Islam, yang mengadopsi berbagai ide, hukum, dan solusi yang Islami, yang metode perjuangannya adalah metode perjuangan Rasululllah SAW. (Ta’rif Hizbut Tahrir, Beirut : Darul Ummah, 2010, hal. 9).

Sementara Ziyad Ghazzal mendefiniskan partai Islam adalah sebuah organisasi permanen yang beranggotakan orang-orang Islam yang bertujuan untuk melakukan aktivitas politik sesuai dengan ketentuan Syariah Islam. (Masyru’ Qanun Al-Ahzab fi Daulah al-Khilafah, hal. 39).

Dari dua definisi itu dapat diambil beberapa poin yang menjadi identitas pokok partai Islam. Pertama, partai Islam wajib berasaskan Aqidah Islam. Dengan kata lain, ideologi partai harus ideologi Islam. Maka partai yang asasnya bukan Aqidah Islam, bukanlah partai Islam. Misalnya partai yang berasaskan sekularisme, sosialisme, komunisme, dan sebagainya.

Kedua, partai Islam wajib mengadopsi fikrah (ide) dan thariqah (metode perjuangan) yang berasal dari Islam. Fikrah dan thariqah ini utamanya terwujud dalam penentuan tujuan dan langkah-langkah (program) untuk mencapai tujuan. Maka bukan partai Islam, partai yang tujuannya untuk melayani kepentingan ideologi Barat. Misalnya bertujuan mewujudkan masyarakat madani (civil society), karena masyarakat sipil sebenarnya istilah lain untuk masyarakat sekular. Bukan pula partai Islam, kalau dalam perjuangannya mengadopsi ide non Islam, seperti demokrasi dan nasionalisme. Bukan pula partai Islam, partai yang mengadopsi metode yang pragmatis dan oportunis, yang tidak memakai kaidah halal haram.

Ketiga, partai Islam wajib beranggota muslim saja. Maka bukanlah partai Islam, kalau menerima anggota-anggota non muslim. Perlu dipahami, masalah keanggotaan ini sebenarnya menunjukkan jenis ikatan (rabithah) yang menyatukan seluruh anggota partai menjadi satu kesatuan integral. Jika anggotanya muslim saja, berarti ikatannya adalah ikatan Ukhuwah Islamiyah yang berpangkal pada kesamaan aqidah, yaitu Aqidah Islam. Jika anggotanya campuran, ada muslim dan non muslim, berarti ikatan partai itu bukan lagi ikatan Islam, tapi telah berganti dengan ikatan lain yang bukan Islam, seperti ikatan kebangsaan (nasionalisme). Maka keanggotaan non muslim sebenarnya tidak sejalan dengan identitas pokok sebuah partai Islam, khususnya asas partai yaitu Aqidah Islam.

Kewajiban Mendirikan Partai Islam

Hukum mendirikan partai Islam adalah wajib. Hanya saja wajibnya bukanlah wajib ’ain, melainkan wajib kifayah. Artinya jika di tengah umat Islam sudah ada satu partai Islam yang mampu menjalankan tugasnya, berarti gugurlah kewajiban seluruh umat Islam. Jika di tengah umat tak ada satu pun partai Islam, maka berdosalah seluruh umat Islam. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, 2010, hal. 104).

Dalilnya adalah firman Allah SWT :

ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan (Islam), menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS Ali 'Imran : 104).

Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, ayat ini merupakan perintah untuk membentuk sebuah kelompok (jamaah) dari kalangan kaum muslimin (minal muslimin), yang melaksanakan dua tugas, yaitu menyeru kepada kebajikan (Islam), dan melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar.

Mengapa demikian? Sebab kata "min" pada frase "minkum" adalah "min" yang berarti "sebahagian" (li at-tab’idh). Bukan "min" yang berfungsi untuk menjelaskan jenis (li bayan al-jins). Jadi artinya adalah "hendaklah ada sebuah jamaah di antara kaum muslimin", dan bukan "hendaklah kaum muslimin menjadi satu jamaah/umat." (Muqaddimah ad-Dustur, hal. 103).

Penjelasan ini sejalan dengan pendapat jumhur ulama yang mengartikan "min" pada frase "minkum" adalah "min" yang berarti "sebahagian" (li at-tab’idh). (Lihat Tafsir Al-Jalalain, I/181; Tafsir Al-Qurthubi, IV/165).

Hal ini mengandung implikasi bahwa hukum mendirikan sebuah jamaah yang melaksanakan dua tugas seperti tersurat dalam ayat tersebut, adalah fardhu kifayah.

Perlu dicermati, yang fardhu kifayah bukan hukum amar ma'ruf dan nahi munkarnya, melainkan hukum mendirikan jamaah, yang melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar. Imam Ibnu Katsir menegaskan fardhu ‘ainnya amar ma’ruf nahi munkar ketika beliau menafsirkan QS Ali Imran : 104,"Yang dimaksud dengan ayat ini adalah hendaknya ada segolongan dari umat ini yang melaksanakan tugas ini, meski tugas ini wajib atas setiap-tiap individu umat sesuai kemampuannya masing-masing." (Tafsir Ibnu Katsir, I/391).

Syaikh Yasin bin Ali dalam masalah ini menegaskan pendapat senada, "Hukum amar ma’ruf nahi munkar adalah fardhu ‘ain, bukan fardhu kifayah." Alasannya menurut beliau antara lain perintah amar ma’ruf nahi munkar seringkali dibarengkan dengan amal-amal yang hukumnya fardhu ‘ain, seperti sholat dan zakat. Misalnya firman Allah dalam QS Al-Hajj : 41 dan QS At-Taubah : 71. (Yasin bin Ali, Min Ahkam Al-Amr bi al-Ma’ruf wa An-Nahyu ‘an Al-Munkar, hal. 24).

Jadi hukum amar ma’ruf nahi munkar berbeda dengan hukum mendirikan jamaah yang melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Yang disebut pertama hukumnya fardhu ‘ain, sedang yang kedua fardhu kifayah.

Yang juga penting disinggung di sini, bolehkah partai Islam jumlahnya lebih dari satu (ta’addud al-ahzab)? Para ulama berbeda pendapat menjadi dua versi, masing-masing dengan dalilnya. Pertama, ada yang mengharamkan, seperti Syaikh Shofiyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Al-Ahzab as-Siyasiyah fi Al-Islam. Juga Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dalam kitabnya Jama’ah Wahidah Laa Jama’at. Mereka inilah yang seringkali mengecam berbagai gerakan dan kelompok Islam seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh dengan istilah "hizbiyyah", yaitu maksudnya fenomena bergolong-golongan di tengah umat.

Kedua, ada yang membolehkan, ini pendapat mayoritas ulama kontemporer. Seperti Sa’id Hawa dalam kitabnya Jundullah, Muhammad ‘Imarah dalam kitabnya Al-Harakah al-Islamiyah Harakah Mustaqbaliyah, Adnan Ali Ridha an-Nahwi dalam kitabnya Bina’ al-Ummah al-Wahidah, dan sebagainya. (Lihat Abdul Hamid al-Ja’bah, Al-Ahzab fi Al-Islam, hal. 187-189).

Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah boleh hukumnya ada lebih dari satu partai Islam (ta’addud al-ahzab). Alasan beliau, karena ayat QS Ali ‘Imran : 104 tidaklah berbunyi "waltakun minkum ummah wahidah" (hendaklah ada di antara kamu satu jamaah saja), tapi bunyinya adalah "waltakun minkum ummah" (hendaklah ada di antara kamu satu jamaah).

Jadi, boleh di tengah umat satu partai dan boleh pula ada lebih dari satu partai, selama partai yang adalah partai Islam, bukan yang lain. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, hal. 108; M. Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf al-Nas, hal.127-130).

Keanggotaan Partai Islam

Seperti telah diterangkan di muka, masalah keanggotaan merupakan satu identitas pokok partai Islam. Sebuah partai Islam tidak boleh menerima keanggotaan non muslim, berdasarkan firman Allah SWT QS Ali ’Imran : 104 di atas.

Berdasarkan ayat tersebut, Syaikh Abdul Hamid Al-Ja'bah berkata,"Kata "minkum" [di antara kamu] pada ayat di atas melarang sebuah kelompok atau partai dari keanggotaan non Islam, dan membatasi keanggotaannya pada muslim saja." (Abdul Hamid Al-Ja'bah, Al-Ahzab fi Al-Islam, hal. 120; lihat juga Yasin bin Ali, Min Ahkam Al-Amr bi al-Ma’ruf wa An-Nahyu ‘an Al-Munkar, hal. 64; M. Abdullah al-Mas’ari, Muhasabah al-Hukkam, hal. 33).

Selain itu terdapat berbagai dalil yang menegaskan amar ma’ruf nahi munkar adalah ciri khas umat Islam, bukan umat non muslim. Misalnya QS Ali 'Imran : 110 dan QS At-Taubah : 71. Jadi hanya umat Islam sajalah yang akan mampu menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar, umat non Islam tidak. Mungkinkah kita berharap non muslim mampu mendakwahkan wajibnya sholat, zakat, dan puasa, padahal dia sendiri tidak mempercayai wajibnya perbuatan-perbuatan itu? Tidak mungkin, bukan? Maka, Syaikh Ziyad Ghazzal mengatakan anggota partai Islam wajib orang muslim. Tak boleh non muslim. Sebab tugas amar ma’ruf nahi munkar telah mengharuskan keislaman anggotanya. (Ziyad Ghazzal, Masyru' Qanun Al-Ahzab fi Daulah Al-Khilafah, hal. 46).

Namun perlu ditambahkan, meski keanggotaan non muslim dilarang dalam partai Islam, bukan berarti Islam mengharamkan partisipasi politik dari non muslim warga negara Khilafah (ahludz dzimmah). Partisipasi politik mereka tetap dapat disalurkan melalui saluran-saluran yang dibenarkan syariah, misalnya lewat Majelis Umat. Partai politik bukan satu-satunya saluran untuk menyampaikan aspirasi atau kritik.

Menurut Ziyad Ghazzal dalam kitabnya Masyru' Qanun Al-Ahzab fi Daulah Al-Khilafah hal. 29-30, ada 4 (empat) saluran untuk menyampaikan aspirasi atau kritik kepada penguasa. Pertama, partai politik. Kedua, Majelis Umat. Ketiga, Mahkamah Mazhalim. Keempat, Media massa.

Misi Partai Islam

Misi partai Islam adalah melakukan aktivitas politik Islam, yaitu melakukan koreksi atau pengawasan kepada penguasa (muhasabah al-hukkam), atau memperoleh kekuasaan melalui jalan umat. (Muqaddimah ad-Dustur, hal. 103).

Dalilnya juga QS Ali ’Imran : 104 di atas. Redaksi amar ma’ruf nahi munkar dalam ayat tersebut adalah redaksi yang bermakna umum. Termasuk di dalamnya adalah melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada para penguasa. Atau yang diistilahkan dengan muhasabah li al-hukkam (mengoreksi penguasa). Jelas ini adalah aktivitas politik. Bahkan, kata Imam Taqiyuddin an-Nabhani, ini adalah aktivitas politik paling penting.

Maka dari itu, ayat ini di samping memerintahkan secara fardhu kifayah untuk membentuk sebuah jamaah, juga menjelaskan karakter atau misi jamaah tersebut, yaitu karakter sebagai sebuah partai politik. (Muqaddimah ad-Dustur, hal. 109).

Namun demikian, cara partai Islam dalam mengoreksi penguasa wajib berupa cara yang damai. Tidak dibolehkan menggunakan cara kekerasan, misalnya dengan mengangkat senjata. Sabda Nabi SAW :

من حمل علينا السلاح فليس منا

"Barangsiapa mengangkat pedang kepada kami, maka dia bukan golongan kami." (HR Bukhari dan Muslim).

Syaikh Ziyad Ghazzal menjelaskan, hadis tersebut telah melarang penggunaan senjata untuk mengoreksi penguasa. Senjata dalam hadis ini bersifat mutlak, yaitu meliputi senjata apa pun, seperti senjata tajam, senjata api, bom, dan sebagainya. Dikecualikan jika Khalifah menampakkan kekufuran yang nyata, misalnya membolehkan judi, maka penggunaan senjata dibolehkan. (Ziyad Ghazzal, Masyru' Qanun Al-Ahzab fi Daulah Al-Khilafah, hal. 44)

Langkah-Langkah Partai Islam

Dalam setiap langkahnya, baik berupa program, agenda, rencana strategis, atau yang semacamnya, partai Islam wajib menggunakan cara-cara Islam. Tidak dibenarkan menghalalkan segala macam cara. Kaidah fikih menyebutkan : al-ghayah laa tubarrir al-wasithah. (Tujuan tidak membolehkan segala macam cara). (Ahmad al-Mahmud, Ad-Da’wah Ila al-Islam, hal. 288).

Maka partai Islam tidak boleh menggunakan cara-cara kotor untuk mencapai tujuannya, seperti suap menyuap. Tidak boleh pula misalnya melakukan kampanye untuk menarik pendukung dengan cara-cara yang melanggar syariah, misalnya menggelar pertunjukan dangdut disertai ikhtilat (campur aduk pria wanita), atau berkoalisi dengan partai-partai yang tidak berideologi Islam hanya demi kursi kekuasaan sesaat.

Semua itu bukanlah cara partai Islam, sebab partai Islam wajib berpegang dengan kaidah halal haram. Jika ada partai Islam yang tidak lagi peduli lagi halal-haram, itu berarti suatu pengumuman bahwa dia bukan lagi partai Islam, tapi sudah berubah menjadi partai sekular. Partai seperti ini jelas wajib dijauhi umat Islam. Haram hukumnya umat Islam mendukung partai oportunis dan hedonis seperti ini. Wallahu a’lam. [ ]

MEMBACA ALIRAN POLITIK PKS PASCA RITZ CARLTON


"Melihat PKS sebagai Partai Dakwah amatlah musykil. Sebab itu, jika ada yang berharap PKS akan memperjuangkan nilai-nilai Islam secara totalitas sampai ke akarnya sehingga negeri ini menjadi Baldatun Thayyibatun Warobbun Ghafur, adalah merupakan fatamorgana."

Oleh : Fathuddin Ja’far, MA (Direktur Spiritual Learning Centre, Depok)

Tulisan ini, sesuai judulnya, mencoba membaca apa yang sebenarnya terjadi dalam diri PKS, khususnya pasca MUNAS 2, 17–20 Juni 2010 di Ritz Carlton. Banyak analisa dan prediksi terhadap nasib dan masa depan PKS setelah para petingginya mendeklarasikan PKS sebagai partai terbuka dari sebelumnya sebagai Partai Dakwah.

Perubahan tersebut tak pelak membuat ramai dunia perpolitikan Indonesia sehingga sepekan setelah MUNAS ke-2 yang diadakan di hotel asing super mewah tersebut, PKS masih menjadi headlines media massa dan menjadi perbincangan banyak kalangan.

Semua yang dilakukan PKS dalam MUNAS ke-2 kali ini sebenarnya —sesuai penjelasan para petinggi PKS, termasuk melakukan perubahan paradigma dan AD-ART— hanyalah sebuah deklarasi dari hajat besar mereka yang sudah terpendam sejak lama; menjadikan PKS sebuah partai terbuka yang fenomenanya sudah dapat dilihat sejak MUKERNAS Bali 2008 yang lalu.

Sedangkan motivasi utamanya tak lain ialah bahwa elite PKS sangat berharap partai mereka menjadi besar, paling tidak meraih tiga besar dalam Pemilu 2014 yang akan datang, seperti yang dijelaskan para elitenya dalam berbagai kesempatan.

Jika harapan di atas tercapai, PKS kemungkinan besar akan meraih tampuk tertinggi kepemimpinan negeri yang berpenduduk 240 juta jiwa ini, yakni Presiden RI, atau paling apes Wapres RI di tahun 2014 yang akan datang.

Sebab itu, satu-satunya jalan di mata para elite PKS (grassroots-nya belum tentu demikian), ialah dengan memutuskan sebagian ikatan tali Islam dan menggantinya dengan ikatan tali Nasionalisme. Artinya, PKS memiliki dua ikatan dalam waktu yang bersamaan. Konsekuensinya ialah mereka harus mendeklarasikan PKS menjadi partai terbuka dari sebelumnya sebagai Partai Dakwah.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah dengan menjadi partai terbuka itu PKS dijamin akan menjadi partai 3 besar yang akan menyaingi Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP? Bukankah sebelumnya PKB dan PAN sudah menempuh jalan yang sama, akan tetapi tetap saja menjadi partai yang sulit berkembang apalagi membesar?

Bahkan nyatanya semakin hari semakin menciut. Bukankah kedua partai tersebut memiliki basis masyarakat –NU dan Muhammadiyah– terbesar dibanding dengan partai-partai lain dan pemimpin mereka –Gus Dur dan Amien Rais– adalah dikenal sebagai tokoh nasional. Di sinilah letak persoalannya sehingga banyak kalangan yang tidak atau belum mampu memahami jalan fikiran para elite PKS itu.

Membangun Citra Partai

Membangun citra partai. Itulah kata-kata yang sering didengungkan oleh para elite PKS, khususnya saudara saya Anis Matta. Sebab itu, Anis Matta dan kawan-kawannya perlu meluruskan beberapa pemahaman kader PKS yang selama ini dianggapnya sebagai belenggu yang menghalangi PKS menjadi partai besar alias berkuasa.

Di antara paham yang harus dibuang ialah cara pandang terhadap harta yang selama belasan tahun atau puluhan tahun diajarkan kepada kader PKS. Kesederhanaan atau zuhud pada dunia yang diajarkan belasan tahun harus dibuang jauh-jauh.

Sebab itu, life style para qiyadah (lebih tepat para elite dan tokoh) PKS harus dirubah dari sederhana menjadi perlente, berlimpah dan bergelimang harta fasilitas hidup, serta sangat borjuis. Tuidak sedikitpun menampakkan sebagai pemimpin partai dakwah. Dalam mengadakan acara-acara resmi PKS, seperti yang kita lihat pada Mukernas Bali 2008 dan MUNAS ke-2 di Ritz Carlton itu, harus dengan menampilkan kemewahan.

Di antara ungkapan yang selalu mereka gunakan untuk meyakinkan para kader partai dalam masalah ini ialah: Menyesuaikan diri. Sebab itu, dalam taujihat (pengarahan-pengarahan) DPP atau DPW dan sebagainya terhadap para kader intinya, sering menyetir cerita onta Nabi Saw adalah yang paling bagus atau mahal, kesuksesan bisnis Abdurrahman Bin Auf dan semua yang terkait dengan kekayaaan dunia lainnya.

Hal ini sangat kontra dengan saat dakwah dimulai tahun 80an dan sampai akhir 90an. Cerita yang diangkat saat itu adalah terkait keikhlasan, kesederhanaan dan keteguhan iman dan akhlak para Sahabat Rasul Saw. dan kehebatan tokoh-tokoh dakwah Ikhwanul Muslimin lainnya. Ada istilah yang dipopulerkan Ust. Hilmi di tahun 80an yakni, tidak perlu memiliki, cukup menikmati saja.

Dengan penampilan perlente dan serba mewah dalam mengadakan acara-acara resmi partai serta uang yang melimpah itu, para elite PKS meyakini akan membuat masyarakat kagum dan kesengsem pada PKS dan para elitenya. Pada akhirnya masyarakat berbondong-bondong akan memilih PKS dalam pemilu tahun 2014 yang akan datang dan Pemilukada lainnya, melebihi dukungan masyarakat terhadap MASYUMI tahun 1955 yang hanya dengan mengusung Islam.

Yang perlu dicermati ialah, dari mana harta dan semua fasilitas itu diraih, para elite PKS sama sekali tidak mempersoalkannya, tsiqoh (percaya) sajalah, yang penting kontribusi (infaknya) pada partai. Penulis tahu persis pemahaman seperti ini sesungguhnya berakar dari pemahaman ketua Majelis Syuro PKS, Ust. Hilmi Aminuddin.

Sebelumnya, Anis Matta tidak punya pemahaman seperti itu kecuali setelah kenal dan berinteraksi intensif dengan beliau sekitar akhir tahun 90an. Sampai akhir tahun 1998, saat bertemu dan berbincang-bincang dengan Anis Matta, dia selalu katakan kepada penulis bahwa bisnis dan harta itu hanya akan menimbulkan perpecahan dan menjaukan seseorang dari dakwah. Bahkan pernah beberapa kali mengakatakan pada penulis; "sudahlah akhi… tinggalkanlah bisnis itu, konsentrasi saja pada dakwah…"

Sesungguhnya pemahaman yang diyakini para elite PKS terkait dengan keduniaan itu disebabkan mereka merasa kurang pede (percaya diri) dengan nilai-nilai orisinil Islam yang mereka yakini saat memulai dakwah ini di awal tahun 80an. Atau mereka sudah jatuh cinta pada berbagai atribut keduniaan, khususnya harta, kedudukan dan ketenaran, atau disebut juga terjangkit virus al-wahn (cinta dunia dan takut mati).

Secara fakta dan tidak terbantahkan, kesejahteraan hidup dan manisnya bunga dunia dan sebagainya baru mereka rasakan setelah terjun di dunia politik praktis selama 12 tahun belakangan, khususnya sejak tahun 2004. Penulis kenal betul setiap pribadi para petinggi PKS, khususnya mereka yang terlibat sebelum 1998, yang dahulunya miskin-miskin.

Membangun Citra dari Positif ke Negatif

Sesungguhnya membangun citra partai atau diri adalah sesuatu yang tidak terlarang. Namun cara PKS yang lahir dari sebuah gerakan dakwah —yang di hadapan kadernya memakai nama gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin— membangun citra partai mengundang penulis untuk membaca aliran politik dan mengomentarinya. Khususnya setelah banyak kalangan yang sulit memahami logika dan jalan fikir para elite PKS.

Lazimnya dalam dunia politik, bahwa seorang politisi akan membangun citra diri dan partainya sesuai dengan ideologi yang dianutnya. Manuver-manuver yang dilakukan dalam membangunan citra itu biasanya dibangun dari negatif menjadi positif berdasarkan paradigma dan pemikiran komunitas atau konstituen yang dibidik, tanpa harus merubah dasar ideologinya.

Kemudian, pencitraan itu dilakukan sejak awal merancang partai yang mereka dirikan atau sejak mereka berniat memasuki dunia poltik, bukan dilakukan di tengah jalan seperti para olahragawan mengganti baju mereka di ruang ganti pakaian saat istirahat.

Kalau pertimbangannya hanya sebuah kemenangan Pemilu, sebenarnya citra yang sangat laku dijual di hampir seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia, adalah yang berbau nasionlis-religius, karena mayoritas Muslim belum meyakini Islam sebagai ideologi negara (The Way of Life) yang mampu menjawab semua persoalan kehidupan modern. Pada waktu yang sama, mereka juga tidak mau kehilangan formalitasnya sebagai Muslim.

Kondisi psikologis masyarakat Muslim seperti itu biasanya disebut dengan sekular atau masih mendua. Kegagalan partai-partai Islam —termasuk PKS sebelum berganti baju— dalam melakukan terobosan-terobosan besar dan kreatif dalam berbagai hal kehidupan telah pula menambah keyakinan kaum Muslimin nasionalis untuk istiqomah dengan nasionalisme atau sekularisme mereka.

Di seluruh dunia Islam diperhitungkan terdapat sekitar 20% dari seluruh masyarakat Muslim memahami atau paling tidak meyakini Islam sebagai solusi. Namun mereka terpolarisasi dalam berbagai gerakan dakwah.

Kecuali di Palestina mencapai 60% dan di Aljazair jumlahnya sekitar 80%. Sebab itu, HAMAS menang dalam pemilu tahun 2006 dengan mengantongi sekitar 60% suara, demikian juga FIS menang di pemilu Aljazair tahun 1994 dengan meraih sekitar 80% suara.

Adapun di Turki Partai Keadilan dan Pembangunan yang sebelumnya bernama Partai Refah (Kesejahteraan) meraih suara sekitar 20% dalam pemilu 15 tahun belakangan, dan jauh sebelumnya MASYUMI di Indonesia menang dalam pemiliu tahun 1955 dengan meraih 20% suara.

Sebenarnya contoh terbaik bagi PKS dalam membangun citra adalah mendiang Benazir Buthoo saat memasuki kancah politik Pakistan tahun 1989, yakni setelah Presiden Ziaulhaq terbunuh dalam peristiwa peledakan pesawat yang ditumpanginya Agustus 1988. Benazir Butho membangun citra pribadi dan partainya Pakistan People Party (PPP) yang sosialis dengan tampilan nasionalis-religius, padahal semua orang Pakistan tahu dia adalah seorang nasionalis-sosialis.

Sebelum memasuki dunia politik Pakistan, Benazir Butho mengangkat Mark Siegel, mantan staf Gedung Putih yang menduduki jabatan Jewish Liaison, dan pensiun tahun 1978 sebagai konsultan politiknya.

Mark Siegel adalah seorang Yahudi yang memiliki hubungan kuat dengan Gedung Putih dan para pemilik modal serta media massa. Mark Siegel berhasil membangun citra Benazir dari negatif menjadi positif.

Di antaranya, Benazir yang sebelumnya suka berpakaian mini (baca: terbuka) harus rela tampil sepanjang hari dengan pakaian wanita ala Pakistan yang serba panjang dan dengan kerudung (selendang) yang selalu menempel di atas kepalanya sehingga terkesan Benazir adalah seorang wanita Muslimah nasionalis yang religious dan jauh dari kesan fundamentalis.

Dengan menggunakan semua media yang ada, Mark Siegel berhasil meniupkan "terompet pencitraan" bagi seorang Benazir di tengah masyarakat Pakista dan bahkan suara terompet itu nyaring kedengaran sampai keseluruh penjuru dunia. Suara nyaring itu meniupkan pesan bahwa Benazir adalah calon pemimpin wanita Muslimah pertama dari Timur (dunia Islam) yang akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di Pakistan.

Dengan performance (penampilan), bahasa dan gaya yang di-setting Mark Siegel, Benazir dikesankan sebagai seorang nasionalis-religius atau dalam terminologi Yahudi dan Amerikanya: Muslimah baik-baik dan tidak akan menjadi ancaman bagi kepentingan mereka jika ia berkuasa dan bahkan bisa dijadikan agen atau boneka di Pakistan dan kawasan sekitarnya.

Akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat, Benazir berhasil memenangkan pemilu Pakistan 1989. Benazir pun dilantik menjadi Presiden, kendati secara umum sebelumnya masyarakat Pakistan mengetahui Benazir sebagai seorang penganut paham sosialis, perilakunya saat tinggal di luar negeri dengan pakaian mininya, hobi ke diskotik dan sebagainya seperti yang pernah dibeberkan oleh koran Jank, sebuah berita harian Pakistan.

Semua imej dan kesan negatif yang bersemayam dalam diri Benazir berpuluh-puluh tahun itu sirna hanya dengan proses pencitraan ala Mark Siegel dalam waktu sekitar setahun saja. Benazir pun diangkat jadi Presiden Pakistan dan menjadi agen atau boneka Yahudi dan Amerika. Hal itu terbukti bahwa program 100 hari dalam pemerintahannya (meminjam istilah pemerintahan SBY) adalah mengumpulkan data-data nuklir Pakistan yang dibangun Ziaulhaq puluhan tahun untuk diserahkan ke Yahudi dan Amerika.

Ajaibnya, ini pulalah dosa besar Benazir di mata militer dan masyarakat Pakistan sehingga pemerintahannya dikudeta dan kemudian dipenjara dan akhirnya mati terbunuh dalam sebuah ledakan bom beberapa tahun lalu saat berkampanye di Rawal Pindi, kota kembar Islamabad. Riwayat Benazir pun tamat untuk selamanya.

Kalau kita lihat dengan teliti, sebenarnya ada tiga faktor yang menentukan kemenangan Benazir saat itu. Pertama, pencitraan diri dari negatif menjadi positif. Kedua, peran media massa dunia, baik lokal maupun internasional —yang memang sampai saat ini dikuasai Yahudi— dalam mengekspos Benazir sebagai pemimpin besar Dunia Islam dengan format nasionalis-religius. Ketiga yang tak kalah pentingnya ialah Benazir dimodali oleh kelompok kapitalis yang dilobi oleh Mark Siegel sehingga serangan fajar (money politic) sangat efektif untuk meraup suara, khususnya di wilayah-wilayah yang tingkat pendidikan masyarakatnya masih rendah.

Semua itu tak terlepas dari kehebatan gocekan cerdas seorang Yahudi yang bernama Mark Siegel yang konon mendapatkan bayaran $ 40.000 perbulan di luar biaya-biaya lain yang harus digelontorkan Benazir Butho kepada sang konsultan kawakan itu. Dari mana Benazir mendapatkan dananya?

Di samping suaminya Ali Zardari yang jadi Presiden Pakistan Sekarang adalah seorang pengusaha, dana pihak Bandar kapitalis dunia yang siap memodali Benazir berapapun, asalkan ada kompensasinya setelah menang Pemilu dan behasil jadi Presiden.

Di Indonesia dunia para bandar kapitalis seperti itu tidaklah asing, bahkan sampai ke tingkat pemilihan kepala daerah seperti Gubernur dan Bupati.

Kalau kita cermati dengan teliti, model pencitraan seperti ini pulalah sebenarnya yang menyebabkan SBY menang dalam pemilu 2004 dan 2009. Bahkan kemenangan Anas Urbaningrum —mantan petinggi HMI yang nasionalis-religius— sebagai Ketua Partai Demokrat beberapa waktu lalu dapat pula dibaca sebagai kelanjutan pencitraan SBY dalam membangun Partai Demokrat yang masih tetap menjaga citra nasionalis-religiusnya.

Akan lain halnya jika Marzuki Ali atau Andi Malarangeng yang terpilih, maka citra religius partai Demokrat bisa hilang di mata masyarakat. Untuk menang Pemiliu di Indonesia, khususnya di tengah terpecahnya suara kaum Muslimin yang meyakini Islam sebagai The Way of Life ke dalam beberapa partai, maka nasionalis saja tidak cukup seperti yang ditampilkan PDIP. Diperlukan kata religius agar bisa memikat hati mayoritas Muslim yang masih sekuler dan fanatik pada kelompok masing-masing.

Aliran Politik

Untuk memahami manuver politik elite PKS dan juga partai-partai politik lainnya haruslah dilihat aliran politik apa yang mereka anut. Kalau tidak, kita akan kesulitan membacanya dengan pas dan baik. PKS adalah partai politik Islam-Nasionalis.

Paling tidak, itulah coba dikesankan oleh para elitenya dalam perhelatan akbar di hotel Ritz Carlton sepekan yang lalu. Sebab itu, tidak perlu heboh jika para elitenya mengumumkan PKS adalah partai terbuka bagi siapa saja dan apa saja agamanya.

Pengakuan mereka terhadap pancasila adalah final dan sebagainya juga tak perlu diperdebatkan. Memang demikianlah konsekuensi menjadi partai nasionalis Indonesia.

Demikian pula gaya hidup para elitenya yang berlimpah harta dan mengadakan berbagai kegiatan yang menghabiskan dana puluhan milyar rupiah di tengah mayoritas kader dan simpatisannya hidup miskin, kalau tidak dikatakan di bawah garis kemiskinan tidak perlu diperdebatkan, karena demikianlah gaya partai-partai politik nasionalis yang haus kekuasaan dan harta.

Kebingungan kebanyakan kader saat ber-istinjak (istilah fiqih dalam bersuci dari hadas dan najis) di hotel mewah Ritz Carlton sehingga memerlukan ember tidak perlu dicermati, karena kalau kader mau maju harus membiasakan diri dengan keduniaan dan kemewahan kendati syarat-syarat fiqh Islamnya tidak terpenuhi. Gak apalah kali ini pake ember untuk bersuci. Toh di masa yang akan datang mereka sudah mengerti bagaimana bersuci ala Barat Ritz Carlton dan sejenisnya.

Begitu juga bagaimana disorot kamera tv yang melansirkan diri mereka ke seluruh penjuru tanah air sperti saat Rahma Sarita dari TV One mewawancara beberapa elite PKS.

Wajah-wajah lugu dan sumringah muncul dan berdesak-desakkan sampai menempel dengan Rahmah Sarita. Persoalan ikhtilath —cambur baur dengan lawan jenis yang tidak mahram— tidak perlu dikritik. Kan sudah partai terbuka dan nasionalis?

Bagaimana cara menjalankan kaderisasi partai sehingga mesin partainya efektif dengan dua dunia yang berbeda karakternya (Muslim dengan konsep dakwah dan non Muslim konsep partai) kita juga tidak perlu khawatir. Toh ada sapu jagatnya dengan prinsip semua agama sama seperti yang diajarkan oleh para tokoh sekular dan nasionalis negeri ini. Pokoknya semua yang haram dalam pandangan Partai Dakwah akan menjadi halal dalam pandangan Partai Nasionalis.

Seharusnya para elite PKS men-setting partai mereka menjadi partai nasionalis tulen dan sejati dan jangan setengah-setengah jika benar-benar ingin memenangkan pemilu 2014 sebagaimana yang dilakukan Benazir Butho dengan PPP-nya tahun 1989 dan SBY dengan PD-nya pada tahun 2004 dan 2009.

Keduanya meraih tampuk kepemimpinan tertinggi Negara dalam waktu yang relatif singkat, yakni antara satu sampai tiga tahun saja. Bandingkan dengan para elite PKS yang sudah berpolitik praktis sejak 12 tahun lalu, mereka masih sibuk tukar pakaian (fashion), obral statement, menempel dan menjilat penguasa sehinga ketua Majlis Syuranya berani mengatakan dalam MUNAS ke-2: "Bapak Presiden SBY, bagi kami kebersamaan dalam koalisi ini bukan sekedar agenda program poltik kami. Tetapi itu merupakan aqidah kami, iman kami."

Sebenarnya PKS sudah memilki pilar-pilar untuk memenangkan pemilu 2014, seperti partai sudah menjadi nasionalis, Pancasila sudah diakui final, UUD 45 sudah diakui sebagai landasan bernegara, cara-cara mengembangkan partai, memperluas jaringan anggota dan gaya hidup para elitenya sudah meniru cara-cara partai nasionalis lainnya.

Namun demikian ada yang kurang dari PKS sebagai sebuah partai nasionalis dan terbuka, yakni pemimpin atau tokoh yang bisa dipoles (baca: direkayasa) menjadi pemimpin nasional versi nasionalisme sejati seperti yang dimiliki oleh PPP di Pakistan pada 1989 dan PD pada 2004 dan 2009. Jika PPP punya Benazir Butho dan PD punya SBY, maka PKS punya siapa?

Menurut hemat penulis hanya Ketua Majelis Syuro PKS yang pantas menjadi tokoh itu. Penilaian ini berdasarkan pengenalan penulis terhadap diri beliau sejak 1987. Beliaulah yang punya bakat dan talenta untuk menjdi pemimpin versi PKS yang nasionalis dan terbuka itu. Selama beliau masih hidup, tidak akan ada yang mampu menyainginya, apalagi menggantikannya.

Beliau tidak akan berkembang lebih besar lagi dari yang ada sekarang dengan paradigma PKS sebagai Partai Dakwah. Akan tetapi mungkin saja berhasil membawa PKS menjadi partai besar dan menjadi Presiden RI dalam wadah PKS sebagai partai nasionalis. Namun, kata kuncinya terletak pada konsultan yang dipakai. Kalau konsultannya kelas lokal, mungkin akan masih sulit.

Tapi jika konsultan politiknya dari mancanegara, katakanlah sekelas Mark Siegel seperti yang dilakukan Benazir Butho sangat mungkin sekali. Soal background masa lalu tidak jadi masalah. Semuanya bisa diatur oleh konsultan tersebut, termasuk soal kucuran dana pemilu dan sebagainya.

Fatamorgana

Melihat PKS sebagai Partai Dakwah amatlah musykil. Sebab itu, jika ada yang berharap PKS akan memperjuangkan nilai-nilai Islam secara totalitas sampai ke akarnya sehingga negeri ini menjadi Baldatun Thayyibatun Warobbun Ghafur (bersih, peduli dan profesional —meminjam istilah PKS sebelumnya— dan Allah pun ridha) adalah merupakan fatamorgana, seperti yang mereka cantumkan di dalam platform kebijakan pembangunan dengan judul memperjuangkan masyarat madani.

Buku setebal 643 halaman itu dalam membahas Dialektika Islam dan Negara pada halaman 72 tercantum sebagai berikut:

"Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam yang menerapkan syariah, atau negara sekuler yang menolak syariah. Tapi yang kita inginkan adalah negara Indonesia yang merealisasikan ajaran agama yang menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan universal melalui perjuangan konstitusional dan demokrasi agar dapat hadir masyarakat madani yang dicitakan itu."

Karena Partai Dakwah itu memiliki prinsip-prinsip sendiri, seperti wala’ kepada kepada Allah, Rasul-Nya, kaum Mukminin dan baro’ kepada setiap sistem tuhan selain Allah, ideologi dan sistem selain Islam.

Strategi dan sarananya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Islam, program kerja harus jelas dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan negeri secara keseluruhan, penegakkan keadilan versi Allah dan Rasul-Nya.

Terkait mewujudkan kesejahteraan rakyat haruslah berdasarkan cara-cara yang diridhai Allah dan Rasul-Nya. Partai Dakwah tugas utamanya adalah menyeru dan mengajak masyarakat dan pemerintah agar selamat di dunia dan akhirat.

Keselamatan dunia dan akhirat itu hanya dengan sistem Allah. Semua itu dilakukan hanya karena Allah, bukan harta benda dan kekuasaan. Kapan akan meraih kekuasaan atau pemerintahan bukanlah kewajiban Partai Dakwah yang menentukannya, karena yang demikian hanya Allah saja yang tahu dan kapan waktu yang Dia takdirkan. Yang penting, Partai Dakwah bekerja keras sesuai cara, jalan, strategi yang Allah dan Rasul-Nya titahkan.

Buah dan balasan perjuangan tersebut, kalaupun tidak dapat di dunia, maka di akhirat pasti seperti yang Allah janjikan. Sebab itu, kalau kita membaca PKS dengan kacamata Partai Dakwah, maka kita akan kebingungan sendiri.

Kalau kita bingung, jangan salahkan mereka, salahkanlah diri sendiri. Oleh karena itu, bacalah PKS dengan menggunakan kacamata nasionalis (sekuler), dijamin anda tidak akan bingung lagi.

Jadi prinsip 'al hizbu huwal jama'ah, dan al jama'ah hiyal hizbu (Jama'ah adalah partai, dan partai adalah jama'ah), di mana PKS dahulu itu merupakan wujud dari Jama'ah Ikhwan, dan prinsiip itu sekarang menjadi sejarah masa lalu. Allahu A’lam.

Fathuddin Ja’far, MA
Direktur Spiritual Learning Centre
Jl. Prof. Lafran Pane No. 198 Cimanggis Depok
jafarfathuddin@yahoo.com

Sumber : http://www.eramuslim.com/berita/analisa/membaca-aliran-politik-pks-pasca-ritz-carlton.htm (28 Juni 2010)

Rabu, 21 Juli 2010

Kewajiban Menegakkan Khilafah





Pada dasarnya, para ulama empat mazhab tidak pernah berselisih pendapat mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang bertugas melakukan tugas ri’âyah suûn al-ummah (pengaturan urusan umat).

Imam al-Qurthubi, seorang ulama besar dari mazhab Maliki, ketika menjelaskan tafsir surah al-Baqarah ayat 30, menyatakan, “Ayat ini merupakan dalil paling asal mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan hukum-hukum khalifah. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham (Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).

Al-’Allamah Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii, mengatakan, “Para imam mazhab telah bersepakat, bahwa kaum Muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, XII/205).

Ulama lain dari mazhab Syafii, Imam al-Mawardi, juga menyatakan, “Menegakkan Imamah (Khilafah) di tengah-tengah umat merupakan kewajiban yang didasarkan pada Ijmak Sahabat. (Imam al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 5).

Imam ‘Alauddin al-Kasani, ulama besar dari mazhab Hanafi pun menyatakan, “Sesungguhnya mengangkat imam agung (khalifah) adalah fardhu. Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlul haq mengenai masalah ini. Penyelisihan oleh sebagian kelompok Qadariah mengenai masalah ini sama sekali tidak bernilai karena persoalan ini telah ditetapkan berdasarkan Ijmak Sahabat, juga karena kebutuhan umat Islam terhadap imam yang agung tersebut; demi keterikatan dengan hukum; untuk menyelamatkan orang yang dizalimi dari orang yang zalim; untuk memutuskan perselisihan yang menjadi sumber kerusakan dan kemaslahatan-kemaslahatan lain yang tidak akan terwujud kecuali dengan adanya imam.” (Imam al-Kassani, Badâ’i ash-Shanai’ fî Tartîb asy-Syarâi’, XIV/406).

Imam Umar bin Ali bin Adil al-Hanbali, ulama mazhab Hanbali, juga menyatakan, “Ayat ini (QS al-Baqarah [2]: 30) adalah dalil atas kewajiban mengangkat imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati untuk menyatukan pendapat serta untuk melaksanakan hukum-hukum tentang khalifah. Tidak ada perbedaan tentang kewajiban tersebut di kalangan para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham dan orang yang mengikutinya.” (Imam Umar bin Ali bin Adil, Tafsîr al-Lubâb fî ‘Ulûm al-Kitâb, 1/204).

Imam Ahmad bin Hanbal dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Muhammad bin ‘Auf bin Sufyan al-Hamashi, menyatakan, “Fitnah akan muncul jika tidak ada imam (khalifah) yang mengatur urusan manusia.” (Abu Ya’la al-Farra’i, Al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm.19).

Imam Abu Muhammad Ali bin Hazm al-Andalusi azh-Zhahiri dari mazhab Zhahiri menyatakan, “Para ulama sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu dan keberadaan seorang imam itu merupakan suatu keharusan, kecuali an-Najdat. Pendapat mereka benar-benar telah menyalahi Ijmak dan pembahasan mengenai mereka telah dijelaskan sebelumnya. Para ulama sepakat bahwa tidak boleh ada dua imam (khalifah) bagi kaum Muslim pada satu waktu di seluruh dunia baik mereka sepakat atau tidak, baik mereka berada di satu tempat atau di dua tempat.” (Imam Ibn Hazm, Marâtib al-Ijmâ’, 1/124).

Di tempat lain, Imam Ibnu Hazm mengatakan, “Mayoritas Ahlus-Sunnah, Murjiah, Syiah dan Khawarij bersepakat mengenai kewajiban menegakkan Imamah (Khilafah). Mereka juga bersepakat, bahwa umat Islam wajib menaati Imam/Khalifah yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka dan memimpin mereka dengan hukum-hukum syariah yang dibawa Rasulullah saw.” (Ibnu Hazm, Al-Fashl fî al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal, IV/87).


Taqarrub kepada Allah yang Paling Agung

Upaya menegakkan Khilafah Islamiyah termasuk aktivitas taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang paling agung. Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Yang wajib adalah menjadikan kepemimpinan (imârah) sebagai bagian dari agama dan sarana untuk bertaqarrub kepada Allah. Taqarrub kepada Allah dalam hal imârah (kepemimpinan) yang dilakukan dengan cara menaati Allah dan Rasul-Nya adalah bagian dari taqarrub yang paling utama.” (Imam Ibnu Taimiyah, As-Siyâsah asy-Syar’iyyah, hlm. 161).

Al-’Allamah Ibnu Hajar al-Haitami juga menyatakan, “Ketahuilah juga bahwa para Sahabat ra. seluruhnya telah berijmak bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya masa kenabian adalah wajib. Bahkan mereka telah menjadikan kewajiban ini sebagai kewajiban yang paling penting. Buktinya, para Sahabat lebih menyibukkan diri dengan perkara ini dibandingkan dengan mengurusi jenazah Rasulullah saw. Perselisihan mereka dalam hal penentuan (siapa yang berhak menjadi imam) tidaklah merusak ijmak yang telah disebutkan tadi.” (Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, 1/25).

Sayangnya, mayoritas umat Islam sekarang justru lebih menyibukkan diri dengan amal-amal sunnah, semacam zikir jama’i, gerakan sedekah, shalat dhuha, puasa sunnah dan lain-lain dibandingkan dengan melibatkan dirinya dalam perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah. Ironisnya lagi, sebagian mereka malah menganggap perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah tidak lebih agung dan mulia daripada amal-amal sunnah tersebut. Tidak hanya itu, mereka juga menganggap para pengemban dakwah Khilafah sebagai orang-orang yang tidak memiliki ketinggian ruh dan akhlaq. Padahal menegakkan Khilafah Islamiyah dan sibuk dalam aktivitas ini termasuk dalam bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Allah yang paling agung.


Tegaknya Khilafah: Janji Allah

Ulama empat mazhab juga telah menyatakan bahwa tegaknya Khilafah Islamiyah adalah janji Allah SWT kepada orang-orang Mukmin. Pasalnya, al-Quran telah menyebutkan janji ini (tegaknya kekhilafahan Islam) dengan jelas dan gamblang. Allah SWT berfirman;

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa (QS an-Nur [24]: 55).

Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat di atas, menyatakan, “Inilah janji dari Allah SWT kepada Rasulullah saw., bahwa Allah SWT akan menjadikan umat Nabi Muhammad saw. sebagai khulafâ’ al-ardh; yakni pemimpin dan pelindung manusia. Dengan merekalah (para khalifah) akan terjadi perbaikan negeri dan seluruh hamba Allah akan tunduk kepada mereka.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, VI/77).

Imam ath-Thabari juga menyatakan, “Sungguh, Allah akan mewariskan bumi kaum musyrik dari kalangan Arab dan non-Arab kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih. Sungguh pula, Allah akan menjadikan mereka sebagai penguasa dan pengaturnya.” (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, XI/208).

Janji agung ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang yang beriman dan beramal salih pada generasi Sahabat belaka, namun berlaku juga sepanjang masa bagi orang-orang Mukmin yang beramal salih. Imam asy-Syaukani berkata, “Inilah janji dari Allah SWT kepada orang yang beriman kepada-Nya dan melaksanakan amal salih tentang Kekhilafahan bagi mereka di muka bumi, sebagaimana Allah pernah mengangkat sebagai penguasa orang-orang sebelum mereka. Inilah janji yang berlaku umum bagi seluruh generasi umat. Ada yang menyatakan bahwa janji ini hanya berlaku bagi Sahabat saja. Sesungguhnya, pendapat semacam ini tidak memiliki dasar sama sekali. Alasannya, iman dan amal salih tidak hanya khusus ada pada Sahabat saja, namun bisa saja dipenuhi oleh setiap generasi dari umat ini.” (Imam asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/241).

Dari uraian para ulama di atas dapat disimpulkan bahwa tegaknya Khilafah Islamiyah adalah janji Allah SWT. Ini berarti bahwa Khilafah Islamiyah pasti akan ditegakkan atas izin Allah SWT. Seorang Muslim wajib mengimani bahwa Khilafah Islamiyah pasti akan tegak kembali. Seorang Muslim tidak diperkenankan sama sekali menyatakan bahwa perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah adalah perjuangan utopis, khayalan, mustahil, romantisme sejarah dan lain sebagainya. Pernyataan-pernyataan semacam itu merupakan bentuk pengingkaran dan peraguan terhadap janji Allah SWT. Siapa saja yang mengingkari dan meragukan janji Allah maka akidahnya telah rusak dan binasa. Al-Quran telah menyatakan dengan jelas, bahwa janji Allah SWT pasti ditunaikan:

السَّمَاءُ مُنْفَطِرٌ بِهِ كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُولا

Langit pun menjadi pecah-belah pada hari itu karena Allah. Janji Allah pasti terlaksana (QS al-Muzammil [73]: 18).

لا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٦)

Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS ar-Rum [30]: 6).

Lalu mengapa kita tidak bersegera melibatkan diri dalam perjuangan yang penuh keagungan dan keberkahan ini?

Benar, perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah merupakan perjuangan penuh keagungan dan keberkahan. Pasalnya, ini adalah perjuangan yang direstui, yang dinyatakan oleh para ulama mu’tabar, dan dinaungi oleh janji Allah SWT, dan keberhasilannya menjadi sebab tegaknya hukum-hukum Allah SWT secara syâmil, kâmil dan mutakâmil. Wallâh al-Muwaffiq ilâ Aqwam ath-Thâriq

Hukum Orang Kafir Menjadi Anggota Partai Islam

Tidak boleh secara syar’i sebuah partai Islam menerima keanggotaan non muslim. Dalilnya ada dua. Pertama, terdapat dalil khusus yang mewajibkan keanggotaan partai Islam hanya dari muslim, yaitu firman Allah SWT (artinya) : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (QS Ali ‘Imran : 104).

Terkait ayat ini, Syaikh Abdul Hamid Al-Ja’bah berkata,”Kata “minkum” [di antara kamu] pada ayat di atas melarang sebuah kelompok atau partai dari keanggotaan non Islam, dan membatasi keanggotaannya pada muslim saja.” (Lihat Abdul Hamid Al-Ja’bah, Al-Ahzab fi Al-Islam, hal. 120; lihat juga Yasin bin Ali, Min Ahkam Al-Amr bi al-Ma’ruf wa An-Nahyu ‘an Al-Munkar, hal. 64; M. Abdullah al-Mas’ari, Muhasabah al-Hukkam, hal. 33).

Kedua, banyak dalil menegaskan amar ma’ruf nahi munkar adalah ciri khas umat Islam, bukan umat non muslim. Misalnya QS Ali ‘Imran : 110 dan QS At-Taubah : 71. Sebaliknya orang non Islam, khususnya Yahudi, tidak saling melarang berbuat munkar di antara mereka (QS Al-Ma`idah : 78-79), dan orang munafik bahkan menyuruh yang munkar dan mencegah dari yang ma’ruf (QS At-Taubah : 67). Jadi amar ma’ruf dan nahi munkar tak akan mampu dilaksanakan sempurna, kecuali oleh umat Islam.

Berdasarkan ayat-ayat ini, Syaikh Ziyad Ghazzal menyatakan anggota partai Islam wajib orang muslim. Sebab misi partai Islam –yaitu amar ma’ruf nahi munkar— telah mengharuskan keislaman anggotanya. (Ziyad Ghazzal, Masyru’ Qanun Al-Ahzab fi Daulah Al-Khilafah, hal. 46).

Memang ada yang berpendapat non muslim dapat menjadi anggota partai Islam, dengan alasan Islam agama untuk semua dan mengakui keberagaman (pluralitas). Namun dalil-dalil ini tidak sesuai dengan tema (maudhu’) yang dibahas.

Benar bahwa Islam agama untuk semua karena Islam rahmatan lil ‘alamin (QS al-Anbiya` : 107), atau Islam risalah untuk seluruh manusia (QS Saba` : 28). (Abdullah al-Jibrin, At-Ta’amul Ma’a Ghairil Muslimin fi As-Sunnah an-Nabawiyah, hal 3; Munqidz as-Saqqar, Ghairul Muslim fi al-Mujtama’ al-Muslim, hal. 2).

Namun konteks ayat-ayat tersebut adalah menerangkan karakter risalah Islam sebagai risalah universal, bukan menerangkan karakter partai atau kelompok Islam.

Benar pula Islam mengakui keberagaman suku dan bangsa (QS Al-Hujurat : 13), juga mengakui keberagaman dalam bahasa dan warna kulit (QS Ar-Ruum : 22). (Lathifah Ibrahim Khadhar, Al-Islam fi al-Fikri al-Gharbi (terj.), hal. 167).

Namun konteks ayat seperti ini adalah menerangkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang menjadi sunnatullah di muka bumi, bukan menerangkan karakter partai Islam.

Jadi tidak tepat berhujjah dengan ayat-ayat di atas untuk membolehkan keanggotaan non muslim dalam partai Islam. Karena ayat-ayat tersebut tidak ada hubungannya dengan keanggotaan non muslim dalam partai Islam. Wallahu a’lam. [Muhammad Shiddiq al-Jawi]

AGENDA: Konferensi Rajab 1431 H

















Hizbut Tahrir Menjawab
“Solusi Islam untuk Krisis Indonesia dan Internasional
(The Islamic Solution for Indonesia and International Crisis)”

Ahad, 25 Juli 2010
Pukul 8.30 - 15.30 WIB
di Gedung Balai Pustaka
Jl. Gunung Sahari No. 4
Gunung Sahari Jakarta Pusat

Pembicara Sesi I
1. Iman Sugema (Fakta Problematika Ekonomi di Indonesia dan Dunia)
2. Ismail Yusanto (Fakta Problematika Politik di Indonesia dan Dunia)

Pembicara Sesi II
1.Ust. MR Kurnia (HT Menjawab :Solusi Ilsam untuk Menyelesaikan Problematika Politik Indonesia)
2.Ust. Dr. Reza Rosadi (HT Menjawab: Solusi Islam untuk Menyelesaikan Problematika Ekonomi Indonesia)
3.Ust. Farid Wadjdi (HT Menjawab: Solusi Islam untuk Menyelesaikan Problematika Politik Internasional
4.Ust. Tun Kelana jaya (HT Menjawab: Solusi Islam untul Menyelesaikan Krisis Ekonomi Global)

Cp. Rikza Saifullah (081384498159), Irsan (085710014463/02183787370)

Gereja AS Serukan 11 September Sebagai “Hari Internasional Untuk Membakar Al-Qur’an”




Seruan gereja Amerika untuk menjadikan 11 September mendatang sebagai “International Burn A Koran Day, Hari Internasional Untuk Membakar Al-Qur’an” mendapat penolakan luas dari komunitas Kristen dan Muslim, yang bereaksi dengan mengkoordinir kampanye untuk pendistribusian dari Al-Qur’an selama bulan Ramadhan.

Terry Jones, Pastor pada “Dove World Outreach Center” di negara bagian Florida, dan pembuat tulisan “Islam is the Devil, Islam itu Iblis” di kaos menyerukan para pengikutnya agar melakukan perlawanan terhadap apa yang disebutnya dengan “kejahatan Islam”. Terry menilai bahwa “Al-Qur’an menyebabkan orang masuk neraka. Karena ia harus diletakan di tempatnya dalam api, yakni dibakar.”

Gereja tersebut membuat di halaman situs jaringan sosial “Facebook” dengan nama “International Burn A Koran Day, Hari Internasional Untuk Membakar Al-Qur’an”. Sebelumnya gereja yang terletak di kota Gainesville, Florida ini sudah sering melancarkan kampanye untuk melawan agama Islam. Bahkan pada saat memperingati hari Natal dindingnya dihiasi dengan kata-kata yang melecehkan Islam. Melalui kata-kata itu ia menyatakan bahwa “Ia berusaha menyampaikan misi pada para pengikutnya dengan cara yang ia bisa. Sementara yang lain biar Tuhan yang melakukannya.”

Di lain pihak, Pastor Rif’at Fikri pada gereja Injili menolak apa yang diminta oleh Jones. Sebaliknya ia menegaskan bahwa gereja menghormati semua agama. Bahkan ia menilai bahwa Jones dan orang-orang yang sejenisnya “memanfaatkan iklim kebebasan yang ada di Amerika Serikat, dan menyerukan ide-ide aneh dan gila ini.”.

Sedang tentang hubungan antara gereja Injili di Mesir dan perwakilannya di Amerika, Fikri menjelaskan bahwa gereja Injili di Amerika Serikat bersama ratusan kelompok lainnya, juga gereja perwakilannya di Mesir menolak ide-ide fundamentalis yang menyerukan kebencian pada sebagian kominitas di Amerika Serikat.

Dikatakan pada para pengikut agar mengikuti ajaran-ajaran Alkitab, yang menyerukan toleransi dan menerima perbedaan dengan orang lain, serta ajaran-ajaran Yesus Kristus, yang menyerukan cinta kasih dan menghormati orang lain.

Pada gilirannya, Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) dalam sebuah pernyataannya meminta kaum Muslim Amerika untuk merespon seruan gereja Amerika itu dengan berpartisipasi dalam kampanye untuk pendistribusian Al-Qur’an pada tetangganya, pejabat pemerintah, dan wartawan sepanjang bulan Ramadan (islamtoday.net, 20/7/2010).

Koreksi Atas Artikel Sabili: “Menguak Hizbut Tahrir”

Baru-baru ini Majalah Sabili (No. 21 TH XVII 13 Mei 2010/28 Jumadil Awal 1431 H, hlm. 50-57) menurunkan sebuah tulisan dengan judul, “Menguak Hizbut Tahrir”.



Sayang, tulisan itu penuh dengan ketidakakuratan dan kekeliruan yang bisa menjurus pada kebohongan dan fitnah. Tidak hanya itu, tulisan ini juga mengesampingkan prinsip-prinsip syar’i dan ilmiah. Pasalnya, tulisan tersebut banyak merujuk pada buku Al-Mawsu’ah al-Maysirah fi al-Adyan wa al-Madzahib al-Mu’ashirah yang dikeluarkan oleh An-Nadwah al-’Alamiyah li asy-Syabab al-Islami (WAMY), dan tidak merujuk pada sumber-sumber primer Hizbut Tahrir. Padahal buku keluaran WAMY itu juga tidak merujuk pada sumber-sumber primer Hizbut Tahrir, tetapi merujuk pada buku lain karya Shadiq Amin yang berjudul Ad-Da’wah al-Islamiyyah Faridhah Syar’iyyah wa Dharurah Basyariyyah. Buku karya Shadiq Amin ini pun dipenuhi dengan fitnah dan kedustaan.

Sepertinya tidak ada upaya sungguh-sungguh dari Sabili untuk mengkonfirmasi langsung perkara yang dituduhkan pada Hizbut Tahrir. Padahal Hizbut Tahrir sangat terbuka untuk itu, apalagi pada Sabili yang selama ini telah terjalin hubungan komunikasi yang sangat baik. Perkara yang ditanyakan kepada Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia hanya tiga perkara, itu pun tidak akurat dalam pengutipan. Misal, saya tidak pernah menyatakan bahwa buku WAMY yang menjadi rujukan tulisan tersebut bagus untuk dibaca. Bagaimana mungkin buku yang tidak akurat dikatakan baik untuk dibaca?

Tulisan tersebut juga kurang akurat dalam hal referensi kitab (buku). Tertulis, misalnya, “Dia (Abdul Qadim Zallum) menulis buku Hakadza Hudimat al-Khilafah.” Perlu diketahui, Syaikh Abdul Qadim Zallum rahimahullah tidak pernah mengarang kitab dengan judul demikian, tetapi berjudul, Kayfa Hudimat al-Khilafah.

Di halaman 52 juga ditulis “Tokoh Hizbut Tahrir lainnya adalah Abdurrahman al-Maliki dari Suriah, salah satu tokoh dewan pimpinan partai dan penulis buku Al-‘Uqubat.”

Abdurrahman al-Maliki bukanlah tokoh dewan pimpinan partai. Abdurahman al-Maliki juga tidak pernah mengarang buku Al-‘Uqubat. Salah satu buku yang pernah beliau karang berjudul Nizham al-’Uqubat. Buku tersebut juga bukan buku rujukan (mu’tamadah) Hizbut Tahrir.

Batas Perjuangannya 13 Tahun?

Sabili menulis: “Dalam garis perjuangannya, Hizbut Tahrir menentukan batas waktu 13 tahun sejak didirikannya. Artinya, Hizbut Tahrir sudah harus mencapai tampuk pemerintahan selambat-lambatnya 13 tahun. Kemudian batas waktu itu diperpanjang sampai tiga dasawarsa karena pertimbangan kondisi dan karena adanya tekanan yang bertubi-tubi.”

Pernyataan ini tidak pernah diungkap dalam kitab-kitab mutabannat (rujukan), nasyrah (selebaran), ta’mim maupun kutaib yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir. Yang dibahas oleh Hizbut Tahrir adalah batas waktu umat Islam kosong tanpa Khilafah. Dalam konteks penegakkan Khilafah dan pengangkatan seorang khalifah, Hizbut Tahrir justru berpendapat bahwa tenggat waktu yang ditetapkan syariah adalah 3 hari 3 malam. Artinya, kaum Muslim dilarang tidak memiliki seorang khalifah lebih dari 3 hari 3 malam. Ketentuan seperti ini ditetapkan berdasarkan Ijmak Sahabat. Ketika Umar bin al-Khaththab ra. tertikam, beliau memberi batas waktu 3 hari kepada dewan syura yang dipimpin oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf untuk mengangkat seorang khalifah. Umar juga berwasiat kepada dewan syura, jika lebih dari 3 hari mereka tidak bisa mengangkat seorang khalifah dari mereka, maka anggota yang menolak akan dibunuh. Untuk melaksanakan wasiat itu, Umar bin al-Khaththab memerintah-kan 50 orang pemuda yang dipersenjatai dengan pedang (Ajhizah Dawlah al-Khilafah fi al-Hukm wa al-Idarah, hlm. 53).

Melalaikan Aspek Ruhani?

Tertulis: “Hizbut-Tahrir melalaikan aspek ruhani. Ruhani dipandang hanya sebagai ide. Hizbut-Tahrir berpendapat, di dalam diri manusia tidak ada gejolak ruhani dan kecerdasan jasadi. Di dalam diri manusia hanya ada kebutuhan dan insting yang harus dipenuhi….”

Pernyataan semacam ini pun tidak pernah ditemukan dalam kitab-kitab mutabannat (rujukan) Hizbut Tahrir. Pandangan Hizbut Tahrir tentang ruh telah dijelaskan panjang lebar dalam Kitab Mafahim Hizb at-Tahrir. Hizbut Tahrir berpandangan bahwa ruh itu memiliki makna ganda. Ruh bisa bermakna nyawa (sirr al-hayah/rahasia hidup manusia) yang menghidupkan kesadaran dan organ manusia. Ruh juga bisa bermakna idrak shillah billah (kesadaran akan hubungan dengan Allah swt). Hizbut Tahrir juga mengenalkan istilah ruhiyyah dan nahiyah ar-ruhiyyah.

Jika yang dimaksud aspek ruhani adalah kesadaran akan hubungan dengan Allah, bagaimana bisa dinyatakan Hizbut Tahrir mengabaikan aspek ruhani? Di dalam kitab-kitab pembinaannya, Hizbut Tahrir selalu menekankan kepada anggotanya untuk berpegang teguh dengan akidah Islam, terikat dengan syariah Islam dan selalu menampilkan perilaku yang berakhlakul karimah sebagai wujud kesadaran hubungan dengan Allah SWT. Hizbut Tahrir mengeluarkan banyak kitab mutabannat yang menekankan kewajiban dan pentingnya terikat dengan akidah dan syariah Islam; misalnya Asy Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 1, Nizham al-Islam, Mafahim Hizbut Tahrir, dan lain sebagainya.

Untuk mencetak kader dakwah yang memiliki kepribadian Islam yang tinggi, Hizbut Tahrir juga mensyaratkan anggotanya untuk mengkaji kitab Min Muqawwimat an-Nafsiyah al Islamiyah (Pilar-pilar pengokoh Nafsiyah Islamiyah).

Tentang Azab Kubur dan Kemunculan Dajjal

Sabili menulis: “Hizbut Tahrir melarang anggotanya percaya pada siksa kubur dan munculnya Dajjal. Menurut mereka, orang yang memercayainya dipandang sebagai pendosa.”

Lagi-lagi, tak ada satu pun kitab yang menjadi rujukan di Hizbut Tahrir menyatakan hal itu. Dalam masalah-masalah akidah, pandangan Hizbut Tahrir sejalan dengan pandangan para ulama dari kalangan Sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in, dan ulama-ulama mu’tabar lainnya. Intinya, akidah harus dibangun di atas dalil qath’i (pasti), baik tsubut maupun dilalah-nya. Dalil yang memenuhi syarat ini hanya al-Quran dan hadis mutawatir yang dilalah-nya qath’i. Adapun terkait hadis ahad, Hizbut Tahrir—seperti pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan ulama salafush-shalih—berpandangan bahwa hadis ahad wajib diamalkan (wujub al-‘amal), dan tidak menghasilkan keyakinan (al-‘ilm), dalam pengertian hanya menghasilkan zhann belaka.

Apa yang dipegang oleh Hizbut Tahrir sama persis seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam Muqaddimah Syarh Shahih Muslim:

Khabar ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, baik perawinya satu atau lebih. Masih diperselisihkan hukum hadis ahad. Pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan tabi’in, kalangan ahli hadis, fukaha, dan ulama ushul yang datang setelah para Sahabat dan tabi’in adalah: khabar ahad (hadis ahad) yang tsiqqah adalah hujjah syar’i yang wajib diamalkan; khabar ahad hanya menghasilkan zhann, tidak menghasilkan ilmu (keyakinan). Kewajiban mengamalkan hadis ahad kita ketahui berdasarkan syariah, bukan karena akal….Sebagian ahli hadis berpendapat bahwa hadis-hadis ahad yang terdapat di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim menghasilkan ilmu (keyakinan), berbeda dengan hadis-hadis ahad lainnya. Pada penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan kesalahan pendapat ini secara rinci. Semua pendapat selain pendapat jumhur adalah batil. Kebatilan orang yang berpendapat tanpa hujjah dalam masalah ini telah tampak jelas….Adapun orang yang berpendapat bahwa hadis ahad menghasilkan keyakinan, sesungguhnya orang itu terlalu berbaik sangka. Bagaimana bisa dinyatakan hadis ahad menghasilkan keyakinan (ilmu), sedangkan hadis ahad masih mungkin mengandung ghalath, wahm, dan kadzb? Wallahu a’lam bish shawab (Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim).

Hizbut Tahrir tidak pernah menolak hadis ahad yang sahih, baik yang berkaitan dengan syariah (amal) maupun keyakinan (akidah). Hadis ahad yang berbicara masalah amal (syariah) waijib diamalkan. Hadis ahad yang berbicara tentang keyakinan/akidah cukup dibenarkan (tashdiq). Sebab, hadis ahad itu tidak menghasilkan keyakinan yang pasti (tashdiq al-jazim), tetapi sekadar zhann belaka.

Berkenaan dengan siksa kubur, Hizbut Tahrir tidak pernah menyinggung masalah ini secara rinci di dalam kitab-kitab mutabannat. Hizbut Tahrir juga tidak pernah mengeluarkan instruksi kepada anggotanya untuk tidak memercayai siksa kubur dan kemunculan Dajjal. Yang benar, Hizbut Tahrir meminta kepada anggotanya untuk menerima semua hadis sahih dan melarang anggota mengingkari atau menolak hadis-hadis sahih (baik mutawatir maupun ahad).

Mengabaikan Amar Makruf Nahi Mungkar?

Sabili menulis: “Tokoh-tokoh Hizb al-Tahrir memandang tidak perlu adanya usaha amar ma’ruf dan nahi munkar. Menurut mereka, usaha tersebut pada saat ini merupakan salah satu kendala tahapan pergerakan. Sebab, kewajiban amar makruf nahi munkar merupakah salah satu tugas negara Islam jika telah berdiri”.

Jelas ini pun keliru. Dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi at-Taghyir disebutkan dengan sangat jelas sebagai berikut:

Amar makruf nahi mungkar termasuk perkara yang Allah wajibkan atas kaum Muslim. Sebab, Allah SWT berfirman: Hendaklah ada di antara kakian segolongan umat yang menyerukan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran [3]: 104). Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi kaum Muslim dalam setiap kondisi, baik Daulah Khilafah telah berdiri maupun belum; baik hukum Islam sudah diterapkan di pemerintahan dan masyarakat atau belum. Amar makruf nahi mungkar telah ada pada masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin dan orang-orang setelah mereka. Amar makruf nahi mungkar tetap fardhu bagi kaum Muslim hingga akhir zaman. Akan tetapi, amar makruf nahi mungkar bukanlah thariqah (metode) untuk menegakkan Khilafah dan mengembalikan Islam dalam kehidupan negara dan masyarakat, walaupun ia merupakan bagian dari aktivitas “melangsungkan kehidupan Islam” karena di dalamnya ada aktivitas mengoreksi penguasa, yakni menyeru penguasa untuk mengerjakan yang makruf dan meninggalkan yang mungkar. Akan tetapi, aktivitas melangsungkan kehidupan Islam berbeda dengan amar makruf nahi mungkar…. (Manhaj Hizbut Tahrir fi al-Taghyir, hlm. 8).

Dari uraian yang tersebut dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi at-Taghyir jelas, bahwa tidak ada satu pun pernyataan dari Hizbut Tahrir yang menunjukkan pengabaian dirinya terhadap aktivitas amar makruf nahi mungkar. Bahkan perjuangan Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia justru menunjukkan kenyataan sebaliknya. Di berbagai negara, banyak syabab Hizbut Tahrir ditangkap, dibunuh, dan diintimidasi oleh para penguasa zalim dan fasik karena keberanian mereka dalam mengoreksi penguasa dan menyingkap persekongkolan jahat dengan negara-negara kafir imperialis. Tulisan Sabili juga memuat peristiwa penangkapan, penyiksaan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi syabab Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia akibat keberanian para syabab Hizbut Tahrir dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar. Lalu bagaimana dia bisa menyatakan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir mengabaikan amar makruf nahi mungkar?

Cita-cita Utama: Merebut Kekuasaan?

Pada halaman 55 tertulis “Tergambar bahwa cita-cita utama Hizbut-Tahrir adalah merebut kekuasaan.”

Cita-cita utama Hizbut Tahrir sebagaimana disebut dalam Kitab Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

Tujuan Hizbut Tahrir adalah melangsungkan kembali kehidupan Islam, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini bermakna mengembalikan kaum Muslim ke kehidupan islami di Darul Islam dan masyarakat Islam. Di dalamnya seluruh urusan kehidupan masyarakat berjalan sesuai dengan hukum-hukum Islam dan sudut pandang masyarakat adalah halal dan haram di bawah naungan Daulah Islamiyah, yakni Daulah Khilafah, yang di dalamnya kaum Muslim mengangkat seorang khalifah yang dibaiat atas dasar pendengaran dan ketaatan, untuk berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan untuk mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad (Hizb at-Tahrir, hlm. 6).

Benar, kekuasaan dibutuhkan untuk bisa melanjutkan kehidupan Islam, namun itu bukanlah tujuan. Kekuasaan hanyalah thariqah (metode) untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh.

Membolehkan Orang Kafir Menjadi Anggota?

Pada halaman 55 juga dinyatakan: “Orang kafir diperbolehkan menjadi anggota Hizb at-Tahrir.”

Pernyataan ini sangat keliru. Pasalnya, Hizbut Tahrir sejak didirikan pada tahun 1953 tidak pernah mengubah pendiriannya. Sejak berdirinya, Hizbut Tahrir hanya beranggotakan kaum Muslim saja. Di dalam Kitab At-Ta’rif (Mengenal Hizbut Tahrir (terj.) dalam bab Keanggotaan Hizbut Tahrir tertulis dengan jelas:

Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum Muslim dan menyeru umat untuk mengemban dakwah Islam… (Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, hlm. 27, 2008, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor).

Membolehkan Mencium Wanita Asing?

Pada halaman 55 juga dinyatakan: “Boleh berciuman dengan wanita asing (bukan istri), baik disertai nafsu atau tidak.”

Jelas ini adalah tuduhan palsu. Pasalnya, Hizbut Tahrir mengharamkan kaum Muslim mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya. Keharaman mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya disebutkan dengan jelas dalam Kitab An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, ed. IV (Mu’tamadah) halaman 53 yang menjadi kitab rujukan utama Hizbut Tahrir: Ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan.

Tentang Memandang Gambar Porno

Pada halaman 55 pun dinyatakan (mengutip buku keluaran WAMY): “Boleh memandang gambar-gambar porno”.

Pernyataan seperti ini pun tak pernah tercantum dalam kitab-kitab mutabannat, nasyrah, ta’mim, qarar maupun kutaib yang dikeluarkan Hizbut Tahrir. Al-‘Alim al-’Allam Syaikh Atha’ Abu Rusytah, Amir Hizb, dalam tulisannya telah mengharamkan kaum Muslim melihat gambar porno. Pasalnya, melihat gambar porno adalah wasilah menuju tindak keharaman (Lihat: Website Hizbut Tahrir Pusat).

Ikhtilaf Bukanlah Kesesatan

Majalah Sabili juga mengangkat pendapat-pendapat Hizbut Tahrir yang dikesankan sebagai pendapat sesat dan menyimpang. Padahal pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat islami meski masih dijadikan perdebatan oleh ulama-ulama mu’tabar. Namun sayang, pendapat-pendapat tersebut dikesankan sebagai pendapat aneh dan menyimpang dari Islam. Pada halaman 56, Sabili, misalnya, menyebutkan, “Seorang laki-laki dan perempuan yang berzina dengan salah seorang muhrimnya harus dipenjara selama 10 tahun.”

Pernyataan ini berasal dari Kitab Nizham al-’Uqubat karya Dr. Abdurrahman al-Maliki. Namun, redaksinya tidak lengkap. Lengkapnya: “Siapapun yang menikah (bukan berzina) dengan salah seorang mahram yang abadi, seperti ibu dan saudara perempuan, dipenjara 10 tahun.”

Dr. ‘Abdurrahman al-Maliki berpendapat bahwa orang yang menikahi mahram abadinya tidak boleh dikenai had zina, sebab masih ada syubhat akad yang menghalalkan farji seseorang, meskipun akad nikah itu fasid. Pendapat seperti ini juga dipegang oleh ulama Hanafiyah. ‘Abdul Qadir al-Audah dalam kitabnya (At-Tasyri’ al-Jana’i al-Islami, II/363), menyatakan, “Akan tetapi Abu Hanifah sendiri berpendapat, orang yang menikahi ibunya, anak perempuannya, bibi, (mahram abadi), kemudian menyetubuhinya, maka untuk kasus ini tidak dikenai had zina, meskipun mereka mengaku mengetahui hal itu adalah tindakan haram. Untuk kasus semacam ini cukup dikenai hukuman ta’zir.”

Ia melanjutkan, “Imam Abu Hanifah tidak menjatuhkan had untuk kasus semacam ini karena ada syubhat.”

Atas dasar itu, pendapat Dr. ‘Abdurrahman al-Maliki bukanlah pendapat yang menyimpang. Bahkan pendapat ini merupakan pendapat tangguh yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah.

Pada halaman 56 juga dinyatakan bahwa Hizbut Tahrir berpandangan bahwa Negara Islam boleh menyerahkan jizyah (upeti) kepada negara kafir.

Pernyataannya ini juga tidak lengkap. Yang benar, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa dalam keadaan darurat Daulah Islam boleh meminta damai dengan kaum kafir dengan menyerahkan sejumlah harta kepada mereka. Pendapat ini juga dikesankan seolah-olah menyimpang dari Islam. Padahal para fukaha empat mazhab telah membahas masalah ini dalam kitab-kitab mereka dan mayoritas mereka membolehkan menyerahkan harta kepada negara kafir dalam keadaan darurat.

Di dalam Kitab Bada’i’ ash-Shanai’ (Kitab Fikih Mazhab Hanafi) disebutkan: “Tidak mengapa kaum Muslim meminta perjanjian damai dari orang kafir yang untuk itu, kaum Muslim harus menyerahkan sejumlah harta, jika keadaannya darurat, berdasarkan firman: Wa in janahu lis salmi fajnah laha. ‘ (Bada’i’ ash-Shanai’, XV/316).

Pendapat senada dikemukakan oleh ulama Malikiyah (Lihat: Qawanin al-Ahkam asy-Syar’iyyah [Kitab Fikih Madzhab Maliki], hlm. 175; maupun Syafi’i dan Hanbali.

Demikianlah, semoga risalah ini mampu menyingkap mana yang benar dan mana yang batil, sekaligus mengembalikan kita pada pangkuan kebenaran dan cahaya persaudaraan karena Allah. WaLlâhu a’lam bi ash-shawâb.

Senin, 19 Juli 2010

PCHR dan Wartawan Mengutuk Keras Tindakan Brutal Keamanan Hamas Membubarkan Rapat Umum Hizbut Tahrir, Seorang Remaja Terluka Tembakan



Menyusul tindakan brutal keamanan Gaza serta penahanan atas anggota partai politik Hizbut Tahrir pada hari Selasa, Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (PCHR) mengutuk tindakan polisi Gaza itu, demikian dilaporkan Kantor Berita Ma'an. Beberapa hari ini, Hizbut Tahrir Palestina menggencarkan seruannya dalam rangka mengingat 89 tahun keruntuhan Khilafah.

Beberapa agenda penyadaran umat telah dilakukan sebelumnya di berbagai masjid di kota-kota Palestina. Seperti dipublikasikan pada beberapa media, Hizbut Tahrir akan menggelar rapat umum untuk mengingat keruntuhan Khilafah ini di Maqqousi sebelah utara Jalur Gaza pada hari Selasa, 13/07/10.

Untuk menyambut kegiatan itu para pemuda Hizb pun mempersiapkannya dengan memasang spanduk-spanduk di berbagai sudut kota Gaza. Termasuk di dalamnya menuliskan seruan Khilafah melalui grafiti di dinding-dinding jalan. Di bagian daerah lainnya pada kaum Muslim berkumpul bersama para pemuda Hizb di malam hari sebelum rapat umum digelar dan mereka menonton dokumenter perjuangan umat Islam melalui layar lebar.

Namun, pada hari Selasa, rapat umum yang sedianya akan digelar sore hari di Jalur Gaza digagalkan oleh keamanan Penguasa Otoritas Gaza di bawah kekuasaan Hamas [baca: Keamanan Otoritas Hamas di Gaza Lakukan Barbarisme Terhadap Para Pejuang Khilafah].

Menurut investigasi PCHR, seperti yang dinyatakan oleh Hizb, sekitar pukul 17.00 hari Selasa, "Puluhan anggota dinas keamanan, termasuk beberapa anggota berpakaian sipil dikerahkan" ke sebuah gedung apartemen tempat rapat umut direncanakan untuk mengingat 89 tahun penghancuran Khilafah.

Petugas keamanan dilaporkan menggunakan pentungan dan menembakkan senjata api ke udara dalam upaya membubarkan anggota dan penolong Hizbut Tahrir.

Laporan itu mengatakan seorang gadis 10 tahun, Riham Rabi Abu Marasa, terluka akibat terkena peluru di dadanya. Saat itu ia berdiri di sebuah balkon di dekatnya.

PCHR juga mencatat bahwa pada 13.00 di hari yang sama, polisi telah menyita alat kelengkapan, spanduk-spanduk untuk acara di halaman samping gedung. Polisi memberitahu penyelenggara bahwa acara tidak memiliki izin.

Kantor media Hizbut Tahrir mengatakan pada PCHR bahwa pada tanggal 9 Juni pemberitahuan telah dikirm kepada Kepala Kepolisian di Jalur Gaza, yang memberitahukan rencana mereka untuk mengadakan kegiatan.

Persatuan Wartawan Mengecam Keras: Dilarang Meliput

Kecaman atas tindakan brutal penguasa Gaza juga datang dari Persatuan Wartawan atas upaya pencegahan keamanan Hamas untuk meliput rapat umum Hizbut Tahrir di Gaza tersebut.

Dilaporkan, Muhammad al-Baba, seorang fotografer pada kantor berita Prancis di Gaza, dalam kesaksiannya mengatakan pada pukul 17.00 hari Selasa, dia meliput rapat umum Hizbut Tahrir. "Begitu saya tiba dan mempersiapkan kamera untuk mengambil gambar, dicegah polisi."

Ia mengatakan polisi telah menyita kameranya. Polisi pun mengambil komputer laptop dan memintanya untuk mengikuti polisi ke kantor polisi. Ia pun ke kantor polisi untuk mencari kamera dan laptop dan tidak menemukan foto. Mereka memintanya untuk menandatangani janji agar tidak mempublikasikan gambar-gambar kejadian tersebut.

Pada hari yang sama, insiden juga terjadi di Hebron yang melibatkan para anggota Hizbut Tahrir dan pasukan Otoritas Palestina. Sekitar 17 orang dilaporkan ditangkap.

Dalam komentarnya, Hizbut Tahrir Palestina menyatakan, "Kami tidak menemukan alasan yang sah untuk membenarkan otoritas Hamas melakukan serangan terhadap syabab Hizbut Tahrir dan mencegah rapat umum di Gaza. Maka sesungguhnya memerangi seruan Islam adalah tanda-tanda orang-orang kafir dan rekan mereka, bukan tanda sebuah gerakan Islam."

Pihak Hizbut Tahrir juga telah mempublikasikan foto-foto serta video yang memperlihatkan penindasan pemerintah Hamas untuk mencegah seruan penegakkan Khilafah serta tindakan brutalnya terhadap para pemuda Hizbut Tahrir dan pendukungnya.

Menyusul tindakan brutal itu, para pemuda Hizbut Tahrir melakukan protes yang mempertanyakan sikap Hamas yang menghentikan perjuangan Khilafah di Gaza. Dikabarkan, Hizbut Tahrir akan mengadakan konferensi Khilafah berikutnya di Tepi Barat, Sabtu, 17/07/10 dan Konferensi Internasional Media di Beirut Libanon tentang sikap Hizbut Tahrir atas persoalan regional dan internasional pada hari Ahad, 18/07/10. [m/z/f/maan/phcr/htpal/syabab.com]