I made this widget at MyFlashFetish.com.

Khilafah

Gempita Konferensi Rajab 1432 H

Kamis, 30 September 2010

Masya Allah, Kartun Nabi Muhammad akan Dicetak Ulang Jyllands-Posten


KOPENHAGEN-Surat kabar Denmark Jyllands-Posten seakan tidak pernah bosan untuk menghina umat Islam. Mereka berniat mencetak ulang buku kartun tentang Nabi Muhammad yang pernah menimbulkan kontroversi di di seluruh dunia beberapa tahun lalu.

”Buku ini segera keluar seperti yang direncanakan,” ujar Karsten Blauert dari Jyllands-Posten kepada AFP. ‘Tirani kesunyian’ yang dikeluarkan Kamis, lima tahun sejak hari pertama kali kartun Nabi Muhammad muncul di koran Jyllands-Posten.

Meskipun tidak akan mencetak ulang gambar secara terpisah, Blauert mengatakan, isi halaman dari buku itu akan menampilkan gambar-gambar kartun Nabi Muhammad yang pernah dimuat surat kabar itu. Ditanya mengenai reaksi keras yang bisa muncul dari penerbitan ulang buku ini, dia tampak meremehkannya. Dia berkata, ”Sudah jelas bahwa banyak hal yang akan terjadi, tapi semuanya sudah berjalan sesuai rencana, itu tak akan mengubahnya.”

Buku ini dibuat oleh Flemming Rose, redaktur budaya Jyllands-Posten. Dia lah yang mengeditor12 kartun Nabi Muhammad di halaman depan koran itu pada pada 30 September 2005. Akibat pemuatan kartun itu, Muslim di seluruh dunia mengecam koran itu dan menyesalkan Denmark yang membiarkan itu terjadi. (republika.co.id, 30/9/2010)

Sabtu, 25 September 2010

Agenda Terselubung Dibalik Bentrok Umat Islam Bekasi VS HKBP



Muhammad Rahmat Kurnia

“Sekarang sedang terjadi kapitalisasi isu kekerasan untuk memojokkan ormas-ormas Islam. Pada sisi lain, kini tengah terjadi pula penyebaran agama secara provokatif yang memancing masyarakat sebagaimana kasus yang terjadi di Bekasi”. Begitu, diantara ungkapan KH. Ma’ruf Amien dalam acara forum ukhuwah Majelis Ulama Indonesia Pusat menjelang Idul Fitri 1431H kemarin.

Apa yang diungkapkan Kiyai Ma’ruf, tentu bukan tanpa realitas. Setidaknya ada tiga persoalan actual yang dihadapi umat Islam saat ini. Pertama, kasus Ahmadiyah. Beberapa waktu lalu, terjadi kerusuhan di Manis Lor, Kuningan. Pihak-pihak yang membenci Islam mengeksploitasi ini sebagai kekerasan yang dilakukan oleh sebagian umat Islam. Padahal, realitas menunjukkan bahwa merekalah yang memprovokasi. Buktinya, mereka sudah menyiapkan banyak kerikil untuk melempar dan sudah siap dengan mengenakan helm. Artinya, pihak Ahmadiyah dan kalangan liberal sudah merencanakan untuk melakukan hal ini. Sekretaris MUI, Amirsyah (4/9/2010) menyampaikan bahwa pimpinan Ahmadiyah mengaku siap untuk membenturkan antarumat Islam.

Kedua, isu kerukunan. Yang terakhir adalah isu Bekasi dimana kata mereka terjadi tindak kekerasan, lalu penusukan seorang pendeta. Isu tersebut mereka kapitalisasi. Padahal, realitasnya tidaklah demikian. “Warga keberatan karena pada hari Minggu, motor maupun kendaraan lain dari jemaat sering membuat macet,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Timur Pradopo. Provokasi tampak saat jemaat HKBP tetap melakukan konvoi tanggal 15 Agustus, 22 Agustus, dan 5 September padahal pihak kepolisian sudah memperingatkan bahwa hal itu akan menimbulkan gesekan sosial. Mereka menuding kelompok Islam tertentu yang melakukannya. Ternyata, Pendeta Damin Demantra, dalam salah satu wawancara TV swasta mengatakan bahwa setelah dia mengklarifikasi kepada ormas tersebut, ternyata tidak benar apa yang dituduhkan tersebut.

Terus digembar-gemborkan bahwa Ahmadiyah dan Kristen dizhalimi, kebebasan beragama tidak ada lagi. Puncaknya adalah acara kebaktian di depan istana Negara yang dihadiri oleh tokoh-tokoh mereka seperti Frans Magnis Suseno, Romo Beni, dll. Apa yang mereka lakukan sebenarnya adalah penyebaran agama yang provokatif dan tentu saja ini melanggar SKB. Dari dulu, mereka memang tidak setuju dengan SKB karena mereka ingin menyebarkan agama secara provokatif dan mengembangkan liberalism dan pluralisme.

Untuk itu, mereka melakukan dua langkah untuk merubah SKB. Langkah pertama, melakukan yudisial review UU PNPS No.1/1965 beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, UU tersebut merupakan satu-satunya dasar bagi SKB. Bila, UU tersebut dicabut maka SKB pun tidak memiliki dasar sama sekali. Hilang. Itulah sebabnya, HTI turut menjadi pihak terkait dalam melawan yudisial review beberapa waktu lalu itu. Dan Alhamdulillah, berhasil. Setelah itu gagal, mereka menempuh langkah agar SKB dihilangkan. Mensikapi hal ini menarik apa yang disampaikan KH. Athian Ali Da’I “Ya, kalau mereka mau, hapuskan saja SKB itu. Kita selama ini tidak dapat berdakwah kepada orang-orang nonMuslim karena mentaati SKB ini. Kalau memang itu yang mereka kehendaki, mungkin bagus, kita akan datangi pintu-pintu mereka, kita dakwahi mereka. Bila masalah muncul, kita selesaikan saja di lapangan.” Namun, nampaknya mereka tahu itu. Mereka tidak akan berani menuntut penghapusan SKB. Kini, mereka sedang berusaha untuk merubah isi SKB tersebut demi kepentingan mereka. Lobi kesana kemari telah dilakukan. Kepala Bimbingan Masyarakat Departemen Agama, Nasharudin Umar berulang kali menegaskan tentang pentingnya revisi isi SKB tersebut.

Ketiga, isu pembubaran Ormas. Mereka tidak berhenti sampai di situ. Mereka mengeksploitasi isu kekerasan ini untuk membubarkan ormas Islam. Arah dari Departemen Dalam Negeri maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memang menuju pada pembubaran Ormas yang dianggap bermasalah. Karenanya, isu pembubaran ormas melalui perubahan UU keormasan perlu dicurigai. Ketua Komisi II, Chairuman, yang membidangi hal ini pernah menyampaikan isu UU Ormas ini perlu dicermati. Tampak bahwa ada kegusaran dalam dirinya bahwa banyak anggota DPR yang menyerukan ini. Tidak heran, karena kelompok mereka memang yang menggalang hal tersebut. Termasuk kelompok yang ramai dibicarakan sebagai pengusung komunisme baru.

Hal lain yang penting dicatat, pada 1 Oktober 2010, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Taufik Kiemas, akan mengundang eks PKI ke gedung MPR dalam kedudukan mereka sebagai korban peristiwa 1965. Padahal, belum hilang dari ingatan peristiwa 45 tahun lalu, tepatnya 12 Januari 1965. Saat itu, para peserta training Pelajar Islam Indonesia (PII) sedang menunaikan shalat shubuh di Desa Kanigoro, Kediri, mereka diserbu ribuan PKI dan al-Quran pun diinjak-injak. Kalau benar-benar terjadi, sungguh hal ini merupakan tusukan yang melukai jiwa dan iman umat Islam.

Sejak lama demikian jelas bahwa mereka adalah perpaduan antara kelompok kiri, liberal, dan non Muslim yang antiIslam. Mereka dibackup oleh asing baik konsep, dana, jaringan, maupun power. Pada saat berbicara kepentingan masing-masing mereka seringkali bertikai. Namun, ketika menghadapi Islam, mereka bersatu padu. Ringkasnya, berbagai upaya untuk menjegal tegaknya syariah terus dilakukan oleh pihak antiIslam. Namun, apapun makar yang mereka lakukan terhadap Islam dan umatnya hanya akan menjadi kuburan kehancuran bagi mereka sendiri. Allahu Akbar wa lillahi alhamdu.

Kemitraan Komprehensif Indonesia - AS, Penjajahan Total Gaya Baru AS



Oleh : Harits Abu Ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI)

Lambat laun akhirnya hubungan bilateral AS-Indonesia mulai mengkristal. Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton dan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa bertemu di Washington pada tanggal 17 September 2010, dalam perhelatan penting kali pertama Komisi Bersama AS-Indonesia. Sebuah kristalisasi dari pertemuan-pertemuan sebelumnya yang dilakukan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Barrack Obama (AS), begitu juga pertemuan yang dilakukan pejabat terkait dari masing-masing pihak pada lawatan-lawatan sebelumnya.

Upaya menuju hubungan strategis sudah dibicarakan SBY dengan Obama di sela-sela pertemuan di Singapura (2009). Begitu pula saat kedua presiden menghadiri KTT G-20 di Toronto (6/2010), arah hubungan bilateral bergeser kepada bentuk yang lebih luas dengan titel Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia. Jauh hari Hillary Clinton pada lawatan pertama sebagai Menlu AS, Indonesia masuk menjadi prioritas untuk kawasan Asia Pasifik. Selama di Indonesia (18-19 Febuari 2009) bertemu dengan pejabat kementerian luar negeri RI, Hilary mengenalkan pentingnya “kemitraan strategis AS - Indonesia”. Karena Indonesia adalah negara yang penting bagi AS sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Sehingga Menlu AS merasa penting untuk merangkul Indonesia lebih awal. Pejabat Indonesia cukup respek, Menlu RI (saat itu Hasan Wirajuda) juga menggarisbawahi pernyataan Deplu AS akan pentingnya Indonesia bagi AS; “Sepanjang RI-AS menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, demokrasi, dan pluralisme, ada cukup alasan untuk mengeratkan hubungan bilateral” (7/2/09). Pada hari kedua lawatannya, tanggal 19 Februari 2009 Hillary melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden SBY.

Pada awalnya rencana kunjungan Obama, untuk meresmikan agreement (perjanjian) kemitraan komprehensif AS-Indonesia. Sekalipun batal, namun upaya intensif kedua belah pihak terus berjalan untuk menyiapkan lebih luas substansi kemitraan yang dikehendaki. Di bulan Juli 2010 Menhan AS Robert Gates juga melawat ke Indonesia bertemu dengan pejabat Dephan dan Presiden SBY. Yang sebelumnya juga sudah ada pertemuan antara Robert Gates dengan Menhan RI Purnomo Y di Singapura. Isu kerjasama pertahanan dan keamanan menjadi misi Gates, bahkan dari pihak presiden SBY sendiri berjanji untuk mengawal reformasi militer (22/7/2010). Alasannya, selama ini isu pelanggaran HAM oleh TNI menjadi ganjalan utama hubungan bilateral AS-Indonesia di bidang militer dan pertahanan. Selain misi membangun kerjasama militer menjadi prioritas kunjungan Gates ke Indonesia, (http://www.defense.gov/news/newsarticle.aspx?id=60124). Misi menghadirkan Peace Corp di Indonesia yang diinisiasi sejak kunjungan Menlu Hillary Clinton pada Februari 2009 akhirnya mengalami kemajuan yang signifikan, di rilis Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia disebut Gedung Putih tanggal 27 Juni 2010 menjadi bagian substansi penting termasuk kerja sama iptek dan OPIC (kerja sama pembiayaan sektor swasta), bahkan Kementerian Pertahanan AS dan Indonesia telah meneken perjanjian Penataan Kerangka Kerja untuk aktivitas-aktivitas pertahanan.

Sebelum pertemuan Komisi bersama AS-Indonesia (17/10/2010) di Washington, Duta Besar AS untuk Indonesia Cameron Hume pada hari Rabu (18/7/2010) mengatakan pertemuan diplomatik tingkat tinggi akan terjadi antara kedua pemerintah di Washington pada bulan September untuk memperluas kerjasama bilateral. Dia mengatakan pembicaraan mencerminkan peningkatan hubungan antara dua negara demokrasi terbesar di dunia. Ada enam bidang kerjasama dan bantuan yang akan dibicarakan. Kedua pemimpin akan fokus pada pertahanan, energi, perdagangan dan investasi, pendidikan, demokrasi dan isu-isu lingkungan.(http://www.voanews.com/tibetan-english/news/usa/US-Indonesia-to-Expand-Bilateral-Cooperation-99492099.html)

Dari Gedung Putih sendiri (27/6/2010) melalui kantor juru bicaranya menyatakan Kerjasama Komprehensif AS - Indonesia adalah sebuah komitmen jangka panjang dari Presiden Obama dan Presiden Yudhoyono untuk memperluas, memperdalam dan meningkatkan kerjasama bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia. Kerjasama ini menggaris bawahi kepentingan global dari meningkatnya kerjasama antara negara demokratis kedua dan ketiga terbesar di dunia, manfaat-manfaat besar yang dapat diperoleh dari kerjasama di bidang ekonomi dan pembangunan, serta pentingnya memupuk pertukaran dan pengertian antara kedua negara dengan penduduk yang paling beragam di dunia.

Kedua negara telah menghasilkan kemajuan yang besar sejak Kerjasama ini mulai diusahakan pada pertengahan tahun 2009. Bersama-sama, kedua negara telah meluncurkan program Peace Corps yang mendorong pengertian yang lebih besar antara penduduk Indonesia dan Amerika. Kedua pemerintah kita telah menandatangani perjanjian-perjanjian seperti kerjasama Science and Technology Cooperation dan kerjasama Overseas Private Investment Corporation, yang menekankan pada usaha untuk memperdalam kerjasama dalam sektor-sektor yang paling dinamis dalam hubungan antara kedua negara. Departemen Pertahanan AS dan Kementerian Pertahanan Indonesia juga telah menandatangani perjanjian Framework Arrangement on Cooperative Activities in the Field of Defense yang akan meningkatkan kualitas kerjasama pertahanan antara kedua negara. Baru-baru ini pada tanggal 18 Juni di Jakarta, Kepala Bank Export-Import AS (Ex-Im Bank) Fred Hochberg mengumumkan sebuah kerjasama fasilitas kredit sebesar 1 milyar dollar AS dengan 11 bank Indonesia untuk memfasilitasi perdagangan bilateral.

Melalui Gedung Putih lebih lanjut dijelaskan, adanya peningkatan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam interaksi dan konsultasi tingkat tinggi antara kedua negara untuk isu-isu bilateral, regional dan global. Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan Presiden Obama yang terbaru ini adalah pertemuan mereka yang kedua dalam waktu delapan bulan. Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, juga telah bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro di Singapura pada tanggal 4 Juni lalu untuk berdiskusi tentang peningkatan kerjasama pertahanan yang telah terjalin kuat diantara kedua negara. Pada tanggal 25-26 Mei lalu, Menteri Perdagangan AS Gary Locke memimpin misi dagang tingkat kabinet AS yang pertama ke Indonesia untuk mempromosikan ekspor teknologi energi ramah lingkungan dari AS. Sebelumnya, Kepala Badan Administrasi Perlindungan Lingkungan Hidup (Environmental Protection Agency - EPA) Lisa P. Jackson meluncurkan program “Breathe Easy Jakarta” berkerjasama dengan Kantor Pemerintah Daerah Jakarta untuk menganalisa dan mengurangi sumber-sumber utama polusi udara di Jakarta. Perwakilan Sains dari Gedung Putih, Dr. Bruce Alberts di bulan Mei lalu juga mengunjungi Indonesia untuk mengusahakan kerjasama-kerjasama baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Bidang Politik William Burns dan Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Demokrasi dan Masalah Global Maria Otero juga telah mengunjungi Indonesia untuk berdiskusi dengan mitra sejawat mereka tentang berbagai masalah strategis.

Kedua Menteri Luar Negeri dari AS dan Indonesia akan bersama-sama memimpin sebuah Komisi Bersama yang akan dibentuk di tahun ini untuk menjamin kemajuan dan momentum dari Kerjasama Komprehensif AS - Indonesia. Presiden dari kedua Negara tersebut kemudian akan meluncurkan (memformalisasikan) Kerjasama Komprehensif tersebut ketika Presiden Obama mengunjungi Indonesia yang direncanakan di akhir 2010. Berdasarkan hal tersebut, pada hari ini kedua Presiden sepakat untuk meluncurkan inisiatif-inisiatif penting untuk meningkatkan Pendidikan Tinggi dan untuk menghadapi Perubahan Iklim.( http://www.whitehouse.gov/the-press-office/us-indonesia-comprehensive-partnership)

Peneguhan kerjasama dan persahatan abadi AS-Indonesia

Maka pertemuan di Washington, DC pada tanggal 17 September 2010 oleh Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton dan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa adalah kristalisasi proyek kemitraan komprehensif ala pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono bersama Obama Presiden Amerika Serikat. Sebuah pondasi dari seluruh bentuk dan pola konstruksi hubungan bilateral AS-Indonesia pada masa-masa mendatang. Komisi Bersama adalah komponen kunci dari Presiden Obama dan komitmen Presiden Yudhoyono jangka panjang untuk memperluas, memperdalam, dan meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat untuk menghadapi tantangan abad ke-21. Diketuai oleh Sekretaris Clinton dan Menlu Natalegawa, kerjasama bilateral di berbagai isu dalam rangka untuk mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran ekonomi, bukan hanya untuk Amerika Serikat dan Indonesia, tetapi juga regional dan global.

Clinton dan Menlu Natalegawa berjanji untuk memperdalam hubungan antara kedua negara dengan menegaskan Rencana Aksi untuk Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia yang mencakup kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan, dan kerjasama dalam sosial-budaya, ilmu pendidikan, dan hal-hal teknologi. Kedua menteri juga menegaskan bahwa hubungan AS-Indonesia adalah sebuah persahabatan abadi yang didasarkan pada nilai-nilai bersama kami termasuk demokrasi, toleransi, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keragaman, dan promosi bersama kami pembangunan ekonomi.

Mereka berjanji bahwa Amerika Serikat dan Indonesia, sebagai mitra penting, akan terlibat dekat, dan sering konsultasi pada perkembangan global dan regional.

Kedua menteri menegaskan bahwa Komisi Bersama serta Kelompok Kerja adalah untuk membantu kedua negara dalam mengatasi tantangan bersama menggunakan Rencana Aksi untuk Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia. Ada enam pokja (kelompok kerja) yang diluncurkan dengan memprioritaskan pada beberapa isu dan aspek serta kemungkinan kelompok kerja tambahan yang sesuai.

Pertama, Kelompok Kerja Demokrasi dan Masyarakat Sipil. Dengan Sekretaris Clinton dan Menteri Luar Negeri Natalegawa yang disetujui bersama mempromosikan tata pemerintahan yang baik, meningkatkan demokrasi, dan memperkuat perlindungan hak asasi manusia melalui peningkatan dialog dan kapasitas.

Kedua; Kelompok Kerja Pendidikan, mengulangi tujuan meningkatkan jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Amerika Serikat dan meningkatkan jumlah mahasiswa Amerika yang belajar di Indonesia selama lima tahun ke depan. Mereka juga mengakui nilai meningkatkan dan memperkuat kemitraan universitas-ke-universitas, mendukung peningkatan yang disponsori pemerintah yaitu program pertukaran pendidikan, dan melibatkan sumber daya dan keahlian dari sektor swasta, yayasan dan pendidikan tinggi masyarakat.

Ketiga; Kelompok Kerja Iklim dan Lingkungan, menegaskan kembali komponen Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia tentang perubahan iklim mengumumkan pada pertemuan G-20 di Toronto tahun ini. Menggunakan Kelompok Kerja sebagai forum untuk pertukaran praktek terbaik dan informasi mengenai perubahan iklim dan lingkungan.

Keempat; Kelompok Kerja Perdagangan dan Investasi, pada pertemuan Komisi Bersama sebelumnya, Wakil Duta Besar USTR Demetrios Marantis dan Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar bertemu di Indonesia untuk menilai kemajuan yang telah dicapai oleh kedua pemerintah dalam meningkatkan perdagangan bilateral dan hubungan investasi setelah pertemuan terakhir Lembaga Perdagangan dan Investasi (TIC) di Washington, DC, pada tanggal 13-15 Mei 2009. Mereka menegaskan kembali komitmen mereka untuk memperkuat kerjasama di bidang perdagangan dan investasi serta untuk menyelesaikan masalah yang tersisa dalam kerangka TIC / TIFA.

Kelima; Kelompok Kerja Keamanan, dari hasil pertemuan terakhir Dialog Keamanan Indonesia - Amerika Serikat (IUSSD) di Washington, DC, pada tanggal 25-26, 2010. Mereka menegaskan hubungan keamanan yang kuat kedua negara, dan berjanji untuk melanjutkan kerjasama yang erat di program yang berkaitan dengan keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana, perdamaian, dan reformasi pertahanan dan profesionalisasi. Mereka juga melaporkan penandatanganan baru-baru ini dari Pengaturan Kerangka Kerjasama Kegiatan di Bidang Pertahanan, dan menyoroti Dialog Keamanan Indonesia-Amerika Serikat secara tahunan sebagai forum unggulan bagi kedua negara untuk membahas masalah keamanan. Delegasi Indonesia berbagi informasi tentang reformasi TNI terhadap profesionalisme, modernisasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Keenam; Kelompok Kerja Energi, tindak lanjut dari pertemuan terakhir dari Dialog Kebijakan Energi (EPD) di Washington, DC, pada 28-30 Juni, 2010. Dimana EPD adalah mekanisme utama untuk kerjasama bilateral dan diskusi kebijakan di bidang keamanan energi bersama, perdagangan energi dan investasi, serta penerapan teknologi energi yang bersih dan efisien. Pada pertemuan EPD Juni, kedua belah pihak setuju untuk mengidentifikasi area baru untuk memperluas kerjasama kegiatan bilateral . Indonesia mengusulkan berfokus pada pertukaran informasi tentang kebijakan untuk memperbaiki iklim investasi, membangun kapasitas dan mempromosikan pembangunan ekonomi berkelanjutan; partisipasi dalam gas Metan ke Pasar, dan mendorong kemitraan investasi publik-swasta di sektor energi. Kedua delegasi berjanji untuk meningkatkan komunikasi di tingkat teknis dan bekerja dan mengembangkan rencana kerja konkret.

Hillary Clinton dan Marty Natalegawa menegaskan pentingnya Komisi Bersama dalam memperkuat hubungan bilateral dan menawarkan visi kerjasama strategis untuk masa depan yang lebih baik. Kedua delegasi berharap untuk diskusi masa depan pada isu yang diangkat di Komisi melalui interaksi resmi, kerja kelompok, dan ada dialog bilateral. Kedua negara berjanji untuk mengintensifkan diskusi tentang bagaimana untuk lebih memperdalam dan memperluas kerjasama. Kedua belah pihak merencanakan untuk menyelenggarakan pertemuan berikutnya dalam Komisi Bersama di Indonesia pada tahun 2011. (http://www.america.gov/st/texttransEnglish/2010/September/20100917165033su0.1977612.html?CP.rss=true)

Jalan mulus penjajahan AS atas Indonesia

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dengan instrumen Kemenlu dan para diplomat (Dubes)-nya memikul misi kemitraan komprehensif AS-Indonesia bisa dipastikan akan berjalan mulus. Seorang Dino Pati Djalal (Dubes Indonesia untuk AS) menjadi menjadi salah satu kuncinya. Dalam laporan tahunan Kemenlu RI sendiri dengan tegas memposisikan Amerika adalah negara sahabat bahkan lebih dari sahabat. AS yang merupakan kekuatan utama dunia penting bagi Indonesia dari sudut politik, keamanan internasional dan ekonomi. Misal, di bidang kerjasama keamanan, kedua negara memanfaatkan dua forum untuk membicarakan masalah keamanan, yaitu melalui Indonesia-US Security Dialog (IUSSD) dan Bilateral Defense Dialog (BDD). Kerjasama counter-terrorism RI-AS berjalan dengan baik. Pemerintah AS terus menaruh perhatian terhadap peran Indonesia di kawasan dalam memerangi terorisme, oleh karena itu AS meningkatkan bantuan, khususnya dalam capacity building Kepolisian RI sehingga upaya membongkar jaringan teroris di Indonesia, menghukum para pelaku, dan mencegah terjadinya aksi terorisme di kemudian hari terus menunjukkan hasil. Di bidang hubungan ekonomi, AS merupakan salah satu pasar utama bagi ekspor Indonesia. Ini cermin sikap dasar polugri RI memandang dan menempatkan AS, Indonesia menjadi ruang terbuka basis dari kepentingan kapitalis Amerika.

Seorang Dino, saat berbicara di berbagai kesempatan selama dua pekan pertama keberadaannya di Washington, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Amerika Serikat itu menyatakan optimistis dapat mendorong cara pandang yang berbeda oleh pihak pemerintah dan masyarakat Indonesia dan Amerika Serikat terhadap hubungan kedua negara yang lebih setara dan menyeluruh. Dalam kerangka itu, ia mengajak semua pihak di kedua negara menjadi agen transformasi dengan mengubah “cara pandang” dan menanggalkan kaca mata masa lalu dalam menyikapi hubungan Indonesia-AS. Sulu Indonesia melihat Amerika Serikat sebagai friendly country. Sekarang kita melihat Amerika sebagai comprehensive partner, strategic partner.

Sesungguhnya “kemitraan komprehensif” yang sebelumnya dalam bentuk “kemitraan strategis” tidak lain adalah penjajahan AS di Indonesia dalam beberapa aspek utama. Sekalipun aspek lain juga tidak luput dari upaya kooptasi agar sepenuhnya bangsa Indonesia berada dalam sub-ordinat AS dengan ideologi kapitalis yang diembannya. Misalkan aspek pendidikan, aspek pertahanan dan keamanan, aspek legislasi oleh DPR bersama pemerintah, begitu juga aspek-aspek strategis lainnya, sebuah penjajahan non-fisik akan memberikan dampak berkelanjutan dari masa ke masa dan dalam rentang waktu generasi ke generasi. Sekalipun melihat fakta penjajahan tersebut membutuhkan lebih kesadaran dan kaca pembesar (lup) untuk memperjelas realitasnya. Umat Islam harus benar-benar memahami konstelasi perebutan dominasi dan kepentingan atas nilai-nilai strategis yang dimainkan negara-negara kapitalis dengan penjajahan menjadi metode dan watak dasarnya. Berikut beberapa fakta dalam bidang yang mendasar, dimana dalam kemitraan komprehensif meniscayakan menjadi pintu masuk peneguhan (establisme) penjajahan AS atas Indonesia.

Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Prof. Mubyarto, dalam bukunya, Ekonomi Terjajah, menjelaskan bahwa setelah 60 tahun merdeka, kondisi perekonomian rakyat Indonesia tidak banyak berubah; bahkan jika dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda. Secara relatif, PDB perkapita Indonesia cenderung merosot. Pada 1820, PDB perkapita Indonesia terhadap Belanda meliputi 39 persen. Pada 1950 merosot menjadi 15 persen. Pada 1992, setelah 47 merdeka, hanya meningkat sedikit menjadi 16 persen.[i]

Fenomena penjajahan ekonomi oleh Negara AS yang diistilahkan oleh Mubyarto sebagai “The Global Empire” tersebut sesungguhnya tidak hanya menimpa Indonesia saja, melainkan melanda hampir seluruh Dunia Islam. Fenomena tersebut semakin terkuak setelah muncul buku yang ditulis oleh John Perkins yang berjudul, Confessions of an Economic Hit Man. Buku tersebut membuka rahasia Pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins untuk membuat negara-negara yang kaya sumberdaya alam (SDA) untuk mendapat utang luar negeri sebayak-banyaknya sampai negara itu tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang dimilikinya.[ii]

Indonesia adalah salah satu contoh negara yang telah sukses masuk dalam jeratan “Global Empire”-nya AS tanpa harus melalui pendudukan militer. Apa yang terjadi di Indonsia sangatlah sesuai dengan paparan Perkins di atas. Indonesia saat ini telah terjerat dalam perangkap utang yang hampir tidak mungkin untuk dibayarnya. Dalam angka utang yang berkisar 150 miliar dolar AS, Indonesia harus menyisihkan anggaran belanja pertahunnya sekitar 30-40% hanya untuk membayar pokok utang ditambah bunganya. Yang kini hutang Indonesia hampir mencapai 2000 triuliun.

Untuk membayar utang luar negeri yang jumlahnya tidak sedikit tersebut, Indonesia harus menguras cadangan devisa yang dimilikinya. Padahal untuk memperoleh devisa tersebut Indonesia harus banyak melakukan ekspor. Selama ini ekspor yang diandalkan Indonesia tidak lain adalah ekspor yang berasal dari SDA yang dimilikinya. Akibatnya, sampai saat ini telah terjadi eksploitasi SDA besar-besaran di seantero bumi zamrud katulistiwa tersebut.

Eksploitasi mineral di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1999, Indonesia dikenal sebagai penghasil timah ke-2 terbesar di dunia, pengekspor batubara thermal terbesar ke-3 di dunia, penghasil tembaga ke-3 terbesar di dunia, penghasil emas ke-5 dan nikel ke-7 di dunia.[iii] Yang menjadi pertanyaan, dari hasil eksploitasi tersebut, berapa konstribusi yang diterima Indonesia?

Jawabannya sangat mengagetkan, sesungguhnya konstribusi industri pertambangan untuk negara sangatlah rendah, yaitu hanya berkisar antara 2,54%-2,92% dari pendapatan kotor domestik (PDB). Di samping itu menurut Penelitian Price Waterhouse Coopers (PWC) tentang pembelanjaan yang dilakukan oleh 12 perusahaan pertambangan besar di Indonesia sejak tahun 1994-1998, hampir 95,3% digunakan untuk pembelian lewat impor. Artinya, uang yang ada kembali ke kantong negara asing dan tersisa hanya sebesar 4,7% yang ditinggal di dalam negeri. Selama ini negara dikecohkan oleh angka kontribusi sektor pertambangan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.[iv]

Di sisi lain, meningkatnya produksi komoditi tambang Indonesia ternyata juga diikuti dengan meningkatnya kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM di seputar lokasi pertambangan. Mulai PT Freeport (1967-sekarang), limbah tailing Freeport dari 7.275 ton/hari pada tahun 1973, saat ini meningkat menjadi 223.100 ton/hari dan mengubah 35.000 ha hutan menjadi hamparan ‘padang pasir’ tailing. Protes suku Amungme pada tahun 1977 atas penindasan yang mereka alami sejak operasi PT Freeport dibalas oleh pasukan keamanan dengan menghancurkan kebun-kebun, rumah-rumah, juga pembunuhan terhadap suku Amungme. Itu baru sebagian potret buram PT Freeport. Di Indonesia masih banyak perusahaan tambang yang beroperasi dan memiliki potret yang tak berbeda dengan Freeport. Sebut saja, PT Inco (1974-sekarang), PT Newmont Minahasa Raya (1996-sekarang), PT Newmont Nusa Tenggara (1999-sekarang), PT Indo Muro Kencana (1987-sekarang), PT Kelian Equatorial Mining, PT Unocal (1998-sekarang), PT Kideco Jaya Agung (1992-sekarang), Adaro, Arutmin, dan banyak lagi lainnya.[v]

Jika kondisi negara sudah mengalami pemiskinan, maka eksploitasi yang terjadi berikutnya adalah dalam dunia tenaga kerja. Negeri-negeri Islam saat ini merupakan negeri yang memiliki sumber daya manusia (SDM) melimpah dengan tingkat pendidikan yang masih relatif rendah. Perpaduan antara kemiskinan, melimpahnya SDM, dan tingkat pendidikan yang rendah akan menghasilkan nilai upah tenaga kerja yang sangat rendah.

Murahnya upah tenaga kerja tersebut benar-benar telah dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan asing yang dikenal sebagai perusahaan multinasional (Multi National Coorporations/MNC). Sejak dekade 1960-an, perusahaan-perusahaan tesebut mulai membanjiri negara-negara berkembang dengan dukungan modal yang besar dan teknologi yang canggih.[vi]

Dengan banyak masuknya MNC tersebut, apa yang telah didapatkan oleh negeri yang ditempati tersebut? Ternyata tidak lebih dari eksploitasi tenaga kerja murah itu sendiri. Tidak lebih dari itu. MNC tersebut tidak pernah memberikan bagian “kue” keuntungannya untuk kaum pekerja murah tersebut. Apalagi untuk kebaikan memberikan alih teknologinya. Teknologi inti yang canggih dari mereka masih tetap saja “disembunyikan” di negaranya, sedangkan alih teknologi yang mereka berikan hanyalah sekadar teknologi “kulit”-nya saja. Oleh karena itu, walaupun di Indonesia, Malaysia dan negeri Islam lainnya ada puluhan pabrik mobil dan motor, tetaplah negeri ini tidak pernah menjadi produsen, kecuali hanya untuk membuat “karoseri”-nya saja.

Di sisi lain penjajahan di Indonesia dalam bidang ekonomi dilakukan oleh kreditor internasional (IMF, Bank Dunia, ADB, dll), perusahaan multinasional, serta negara-negara maju yang bermuara pada kepentingan AS dan Sekutunya. Perubahan kebijakan publik atau Structural Adjusment Program (SAP) merupakan prasyarat bagi terlaksananya agenda neoliberal di Indonesia. Karena itu, biasanya SAP diterapkan sebagai prasyarat utang luar negeri yang dikucurkan agar mereka bisa turut menentukan dan merumuskan kebijakan di Indonesia. Misalnya, perumusan UU Migas dibiayai dan digagas oleh ADB dan UNDP. UU Ketenagalistrikan dan Sumber Daya Air dibiayai oleh Bank Dunia. Hal ini merupakan bukti penjajahan kekuatan ekonomi asing dalam perumusan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak di Indonesia.

Di bawah payung UU Migas 22/2001 yang liberal dan eksport minded, perusahaan asing (multinasional) diizinkan mengelola sektor migas, baik di hulu maupun hilir. Dengan demikian, Pertamina sebagai BUMN harus rela kehilangan dominasinya di sektor migas. Skenario restrukturisasi sektor energi di Indonesia dengan produknya UU Migas No. 22 tahun 2001, pada kenyataannya adalah sebuah cetak biru penguasaan dan pengontrolan atas sumberdaya energi bangsa ini, dengan segala dampak yang ditimbulkan baik secara langsung maupun tidak langsung, di antaranya adalah krisis kelangkaan BBM hingga kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005.

UU Migas 22/2001 adalah produk kebijakan yang lahir atas intervensi IMF/World Bank terhadap Pemerintah Indonesia sejak masa krisis moneter tahun 1997. Di belakang IMF/World Bank ini berdiri berbagai perusahaan minyak dunia yang dikenal dengan “The Five Sisters”, seperti Caltex/Chevron, Texaco Coorporation, Unocal, BP, Exxon Mobile Oil, Shell, dan lainnya.

Liberalisasi Ekonomi di Indonesia

Liberalisasi ekonomi merupakan ciri khas sistem Kapitalisme. Hanya saja bentuk dan cara liberalisasi tersebut mengalami perkembangan seiring dengan perubahan realitas sistem Kapitalisme dan tarik-menarik kepentingan negara besar khususnya Amerika Serikat.

Dalam booklet Sarana dan Cara Imperialisme Barat di Bidang Ekonomi yang dikeluarkan Hizbut Tahrir (1998), dijelaskan Amerika menyebarkan ide tentang pembangunan ekonomi dan keadilan sosial untuk menggiring negara-negara baru merdeka masuk ke dalam cengkramannya. James Petras (2004) menyebut hal itu sebagai ekpansi penjajah (imperialist expansion) dalam wujud neoliberalisme dan globalisasi.

Amerika mendorong pembangunan berbasis utang dan investasi asing di dunia ketiga. Dengan cara ini, Amerika menjebak mereka dalam perangkap utang (debt trap) sehingga mudah didikte bahkan hingga “bertekuk lutut”.

Sebelum Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Amerika telah mengincar negeri kita. Dalam bahasa David Ransom, Indonesia merupakan “œhadiah yang terkaya bagi penjajah” di dunia. Presiden AS, Richard Nixon pernah menyebut Indonesia sebagai “hadiah terbesar” di wilayah Asia Tenggara (Ransom: 2006). Sedangkan Presiden Lyndon Johnson menyatakan kekayaan alam Indonesia yang melimpah sebagai alasan Amerika mendekati dan “membantu” Indonesia (Johnson Library: 1967).

Amerika berupaya mempengaruhi sistem politik di Indonesia dan menempatkan orang-orangnya di pemerintahan. Soemitro Djojohadikusumo yang menjadi Menteri Perdagangan dan Industri dalam pemerintahan koalisi adalah pejabat pro Amerika.

Mafia Berkeley sudah memiliki peran penting sejak awal Orba dalam meliberalisasi ekonomi Indonesia. November 1967, Mafia Berkeley mewakili pemerintah Indonesia dalam sebuah konferensi yang digagas Life Time Corporation di Genewa Swiss. Dalam konferensi tersebut, Mafia Berkeley menyetujui pengkaplingan wilayah dan sumber daya alam Indonesia untuk para korporasi raksasa dunia (Pilger: 2008).

Pada tahun 1967 pula Undang-Undang Nomor 1 tentang Penanaman Modal Asing disahkan pemerintah. Perusahaan asal Amerika, Freeport merupakan korporasi asing pertama yang memanfaatkan undang-undang tersebut.

Mafia Berkeley memformat pembangunan Indonesia bertumpu pada utang. Sementara Amerika memainkan peranan melalui IMF, Bank Dunia, ADB, dan PBB. IMF bertugas menciptakan stabilisasi ekonomi, penjadwalan utang, dan memobilisasi utang baru. Sedangkan Bank Dunia berperan dalam memandu perencanaan pembangunan dan rekonstruksi perekonomian Indonesia.

Bergesernya mazhab ekonomi negara-negara besar, dari Keynesian menjadi Neoliberal, semakin mendorong IMF dan Bank Dunia menerapkan program penyesuaian struktural dalam pinjaman yang mereka berikan kepada Indonesia. Pada tahun 1980-an Indonesia melakukan liberalisasi sektor keuangan dan perbankan secara signifikan, khususnya setelah keluar Pakto 88 melalui tangan Trio RMS (Radius-Mooy-Sumarlin).

Indonesia juga terlibat dalam liberalisasi perdagangan dan pasar bebas khususnya setelah bergabung dengan World Trade Organization (WTO), APEC, dan AFTA.

Kebijakan neoliberal di Indonesia semakin tidak terkendali dengan masuknya IMF dalam penataan ekonomi sejak akhir 1997. Melalui kontrol yang sangat ketat, IMF memaksa Indonesia menjalankan kebijakan neoliberal, termasuk menalangi utang swasta melalui BLBI dan merekapitalisasi sistem perbankan nasional yang tengah ambruk dengan biaya Rp 650 trilyun. Momen ini juga dimanfaatkan Bank Dunia, ADB, USAID, dan OECD untuk meliberalisasi ekonomi Indonesia melalui program pinjaman yang mereka berikan.

Pemerintahan neoliberal di Indonesia berlangsung menjelang akhir kekuasaan Orde Baru hingga saat ini. Sepanjang itu, pemerintahan neoliberal mengukir prestasi meningkatkan utang negara dua kali lipat dalam waktu 10 tahun dari US$ 67,3 miliar menjadi US$ 65,7 miliar untuk utang bilateral/multilateral dan Rp 972,2 trilyun dalam bentuk hutang obligasi. Karenanya, pemerintahan Soerharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY-JK menjadi bagian tidak terpisahkan dari penerapan kebijakan ekonomi neoliberal. Jadi sangat aneh klaim pasangan incumbent SBY-Boediono tidak menjalankan ekonomi neoliberal. Begitu pula sama anehnya dengan kedua pasangan calon presiden lainnya yang mengklaim bersih dari neolib, sebab mereka pernah menjadi incumbent.

Bidang Politik dan Keamanan

Penjajahan politik atas Dunia Islam, termasuk Indonesia, sulit untuk dikatakan tidak ada. Bahkan Barat menggunakan dua jenis pendekatan dalam melancarkan intervensinya itu. Sebut saja, yang pertama, adalah pendekatan hard power. Dengan pendekatan ini Barat menjadikan keunggulan teknologi militernya sebagai modal untuk menanamkan investasinya di Dunia Islam. Serangan militer AS yang singkat atas Afganistan dan Irak, misalnya, menjadi posisi tawar yang tinggi untuk menggertak negeri-negeri Islam yang “vokal” dalam mengkritisi kebijakan luar negeri AS. Pendekatan hard power inilah yang sebenarnya harus ditafsirkan oleh publik Muslim sebagai bentuk penjajahan meski pemerintahan AS mempropagandakan tindakannya tersebut sebagai war on terror, war againsts terrorism, atau pre-emptive strike (serangan mendahului). Apapun propaganda itu, semangat di balik pendekatan hard power sejatinya tetaplah penjajahan.

Pendekatan kedua, yaitu soft power, lebih ditujukan untuk mengubah persepsi Dunia Islam terhadap keyakinannya (baca: ideologi Islam). Clash of civilization yang diakibatkan oleh adanya perbedaan diametral dan asasi antara keyakinan Islam dan Barat dianggap menjadi mitos dan out of date. Apabila masih ada ulama yang menyebutkan Islam sebagai dîn wa dawlah (agama dan negara), maka ia dianggap sebagai sosok yang konservatif, puritan, dan tidak layak untuk diikuti, atau-jika menggunakan istilah propaganda hitam-sebagai pengikut Osama bin Laden yang melancarkan teror dan konflik. Pendekatan soft power tetap bermuara pada intervensi politik Barat atas persepsi Dunia Islam, dengan tujuan agar umat Islam menerima secara taken for granted (tawqîfi) apa yang dikehendaki Barat atas mereka. Dengan kalimat lain, Barat memerlukan penerimaan Dunia Islam secara utuh atas upayanya menguasai sumber-sumber ekonomi dunia dan menancapkan Kapitalisme secara kukuh.

Kasus Afganistan dan Irak sesungguhnya dapat menjadi contoh yang baik untuk melihat bagaimana Barat menjajah daerah tersebut.

Dalam konteks Indonesia, intervensi asing dalam setiap separatisme cukup terasa. Sebagai contoh, pasca penandatanganan MoU Helsinski antara Pemerintah RI dan GAM yang dianggap banyak pengamat lebih menguntungkan kelompok separatis, pihak mediator Barat mengambil kendali. Kehadiran Aceh Monitoring ini diduga merupakan kepanjangan tangan dari pihak Barat yang ingin mengambil keuntungan dari perdamaian RI dan GAM. Dalam kasus separatisme lainnya, seperti RMS, keterlibatan asing cukup terlihat; dari mulai pengadaan persenjataan yang relatif canggih yang dimiliki RMS hingga kaburnya pemimpin RMS ke Washington DC. Bahkan disinyalir, menurut laporan intelijen TNI, jumlah intelijen asing yang melakukan spionase dan terlibat langsung dalam konflik cukup banyak. Hal ini sangat memungkinkan, mengingat banyak sekali pulau-pulau kecil di gugusan kepulauan Maluku yang dapat dijadikan tempat persembunyian.
Strategi Aktif Barat dalam Intervensi

Membaca realitas penjajahan politik Barat atas Dunia Islam setidaknya kita dapat memahami bahwa Barat menjadikan beberapa isu digunakan untuk mengintervensi (baca: menjajah) Dunia Islam.

Pertama: perang melawan terorisme. Kampanye ini telah memuluskan Barat, khususnya AS, menguasai berbagai negeri Islam dengan cara merusak pranata politiknya, menggulingkan penguasanya-yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan Barat-sekaligus mengangkat penguasa boneka, serta mengklasifikasikan mana negeri yang pro terhadap Barat dan negeri yang kontra. Selain itu, derivat dari kebijakan ini telah mengubah paradigma dunia terhadap Islam dan umatnya. Islam disebut sebagai agama teror dan umatnya disebut teroris. Tidak hanya itu, kampanye ini telah merusak pula cara pandang umat Islam terhadap aktivitas jihad, seiring dengan munculnya tudingan bahwa jihad adalah terorisme. Pemahaman salah inilah yang telah mengkooptasi benak umat Islam.

Kedua: isu demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Kampanye Barat dengan menggunakan isu ini ditujukan untuk mengubah cara memahami konsep Islam. Islam yang seharusnya dipahami sebagai sebuah ideologi dan sistem hidup yang khas, dengan isu demokratisasi dan HAM, diubah menjadi sistem nilai (values) yang hanya menjadi spirit dalam aktivitas religi. Artinya, konsep Islam yang pada awalnya khas dan vis a vis dengan konsep Barat kemudian bias disesuaikan. Tentu saja penyesuaian ini memiliki maksud: membuang konsep Islam yang tidak sejalan dengan semangat demokratisasi dan HAM. Lalu dipromosikanlah dalam dunia Barat konsep Islam modern yang di dalamnya telah terjadi “penyesuaian” konsep Islam. Kelompok yang sejalan dengan Barat ini kemudian disebut Islam moderat, sedangkan yang berseberangan dengan kelompok ini disebut Islam garis keras. Menyikapi isu ini, Mantan Menlu Hassan Wirayuda menyebutkan bahwa Islam moderat adalah modal dasar bagi Indonesia dalam upaya memperbaiki hubungan internasional dengan negara-negara Barat.

Ketiga: politik pecah-belah dengan pendekatan stick and carrot. Isu ini digunakan untuk mem-”peta-konflik”-kan umat Islam. Terjadinya dikotomi antara Islam moderat dan Islam garis keras, betapapun sederhananya, tetap saja akan membingungkan umat Islam secara umum. Bahkan tidak hanya itu, isu ini, jika disikapi secara emosional, dapat memancing pertikaian sesama umat Islam. Betapa besar energi yang harus terkuras untuk masalah ini, padahal pada saat yang sama, Barat telah mengeksploitasi kekayaan Dunia Islam dan mencengkeramkan Kapitalismenya. Politik stick and carrot pun kemudian digunakan Barat untuk memukul kelompok Islam yang menentang agenda dan ideologinya pada satu sisi dan membiayai kelompok yang mengkampanyekan ide-ide kebebasan Barat-yang dibungkus dengan religiusitas-pada sisi lain. Konsekuensinya, jika kelompok moderat menang tentu saja penjajahan Barat atas Dunia Islam seakan-akan mendapatkan legitimasi dari kelompok Islam. Namun sebaliknya, jika kelompok moderat kalah, Barat harus berhadapan dengan umat Islam.

Bidang Sosial-Budaya, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden tanggal 20 Januari 2005 lalu, George W. Bush berkata, “When you stand for your liberty, we will stand for you.” (Jika Anda berjuang untuk kebebasan Anda, kami akan bersama Anda).

Bush juga menegaskan, “The best hope for peace is the expansion of freedom.” (Harapan terbaik untuk perdamaian adalah melakukan ekspansi kebebasan) (Newsweek, 31/1/2005).

Pemilihan kata ekspansi kebebasan (expansion of freedom) dalam pidato Bush di atas menunjukkan adanya upaya pemaksaan nilai-nilai kebebasan ke dalam tubuh masyarakat di dunia, Terutama terhadap negeri-negeri kaum Muslim.

Ekspansi kebebasan yang diagendakan Amerika tidak lepas dari upayanya menyebarkan ideologi sekular Barat. Dengan kekuatan teknologi dan media massa yang dikuasainya, Barat berusaha menggiring opini dunia ke arah pembentukan masyarakat ideal-dalam persepsi mereka-yang memuja kebebasan tanpa ada kekangan atau batasan apapun. Inilah yang kini tengah menghantui masyarakat di negeri kita.

Kebebasan yang dikampanyekan ideologi Kapitalisme-sekular pada hakikatnya merupakan bom waktu yang akan meluluhlantakkan moral dan susila masyarakat. Niel Postman, kritikus sosial Amerika, mendeskripsikan fenomena ini sebagai berikut: “Kata-kata malu, harga diri, dan kesucian kini telah kehilangan warna dan nilainya.”

Akibatnya, masyarakat Barat, khususnya anak remaja, tanpa rasa malu mempraktekkan seks bebas dalam kesehariannya; seperti yang digambarkan dalam film remaja, American’s Pie. Karena itu, tidak aneh jika surat kabar Amerika Newsweek edisi bulan Januari tahun 1997 menulis: Lebih dari separuh anak yang dilahirkan di Swedia dimiliki oleh ayah-ibu yang tidak menikah. Di Prancis dan Inggris angka ini mencapai sepertiganya. Adapun di Amerika, tingkat kehamilan di luar pernikahan lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara Barat lainnya.

Di Indonesia, gejala kehancuran moral di tengah masyarakat kian terlihat. Pornografi berkembang biak dengan subur. Di lapak-lapak kaki lima, vcd/dvd porno dijual bebas dengan harga terjangkau. Di loper-loper koran, tabloid/majalah esek-esek pun terpajang tanpa penghalang. Di tangan para pelajar dan mahasiswa, komik cabul menjadi ‘buku pelajaran’ favoritnya. Di dunia maya, cyberporn merajalela tak terkendali. Kini, pornografi kian mendapat angin legalisasi dengan penerbitan simbol pornografi dunia, Majalah Playboy, versi Indonesia.

Melalui tayangan televisi, para pengusaha entertainment dan broadcasting menjajakan pornoaksi dengan atraktif. Masyarakat disuguhi goyangan erotis dari penyanyi dan penari latarnya yang berpakaian seksi. Liputan seputar bisnis esek-esek pun, tak ketinggalan, menghadirkan tayangan vulgar. Tak ayal, pornografi dan pornoaksi memicu perilaku seks bebas, seks menyimpang, lokalisasi prostitusi, hingga kehancuran pondasi keluarga di tengah masyarakat. Komunitas gay, lesbian, dan waria mendapat pengakuan. Hubungan seks sedarah (incest) meramaikan pemberitaan media. Bahkan petualangan seksual yang menghadirkan gaya hidup pesta seks (orgy), tinggal serumah (kumpul kebo), tukar pasangan (swinger), hingga fenomena prostitusi pelajar, gigolo, ‘om senang’ dan ‘tante girang’ menjadi tren.

Pergaulan bebas juga senantiasa dikampanyekan dalam film remaja, baik sinetron atau layar lebar, seperti kisah prostitusi terselubung yang dilakukan pelajar dalam film Virgin atau film Buruan Cium Gue yang mengajak remaja menapaki jalan menuju seks bebas. Hasilnya, survey yang dilakukan synovate menunjukkan, remaja di 4 kota besar Indonesia melakukan hubungan seks pertama kalinya di rumah. Jika 72 persen remaja pria merasa senang setelah melakukan hubungan seks, 47 persen remaja wanita menyesal. (Detik.com, 26/1/05).

Akibatnya cukup fatal. Meski bukan penyebab utama, perilaku seks bebas memberikan kontribusi terhadap mewabahnya virus HIV/AIDS di Indonesia. Hingga akhir September 2005, negeri yang berpenduduk 220 juta jiwa ini sudah memiliki 8.251 kasus HIV/AIDS, terdiri dari 4.065 kasus HIV dan 4.186 kasus AIDS. (Cybermed.cbn.com, 4/12/2005).

Kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD) akibat praktek seks bebas melahirkan penyakit sosial bernama aborsi. Menurut hasil pertemuan pakar kesehatan reproduksi tahun 2001, terdapat 3,5 juta kehamilan yang tidak diinginkan baik pasangan yang sudah menikah maupun belum. Dari jumlah itu, 60% digugurkan. (Pikiran Rakyat, 19/4/05).

Paham kebebasan juga berhasil membidani lahirnya sikap individualis yang mengarah pada gaya hidup hedonis; gaya hidup yang sering dipertontonkan oleh para selebriti. Kehidupan glamour dengan segala aksesoris kemewahan, balutan busana yang mengumbar aurat, hingga tingkah laku yang sensasional dan mengundang kontroversi, semuanya menjadi konsumsi publik. Akibatnya, tak sedikit yang meniru perilaku permissive (serba boleh) dalam meraih kesenangan dunia dengan membenarkan segala cara seperti yang dicontohkan para idola selebritinya itu.

Gaya hidup hedonis yang steril dari nilai spiritual ini mengebiri nalar pelakunya dalam menghadapi realita. Akibatnya, tak sedikit yang terjebak mengkonsumi narkoba atau minuman beralkohol sebagai pelarian dari permasalahan hidup yang dihadapinya. Penelitian yang dilakukan Asian Harm Reduction Network (AHRN) terhadap remaja pengguna narkoba di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok menemukan mereka mengkonsumsi narkoba pada umur 9 tahun. (Tempointeraktif, 16/2/05).

Dari paparan di atas, bisa dipahami bahwa paham liberalisme hanya menimbulkan kesenjangan sosial, melahirkan penyakit sosial, dan menghancurkan moral masyarakat. Atas dasar inilah, Noam Chomsky seorang cendekiawan terkenal AS, mengungkapkan prediksinya bahwa dalam waktu dekat paham liberalisme akan menemui kehancurannya, menyusul fasisme dan Komunisme.

Menuju Masyarakat Indonesia Yang Liberal

Diakui atau tidak, budaya liberal sebagai dampak dari praktek kebebasan individu semakin mengokohkan cengkeramannya dalam kehidupan keseharian kita. Fenomena-fenomena sosial yang mengarah pada pembentukan masyarakat liberal semakin mengkristal. Kondisi ini bisa dijelaskan dengan memahami dua faktor yang menjadi indikator cerminan sebuah masyarakat liberal.

Pertama: Individualisme. Menurut pandangan para liberalis, pemerintah atau lembaga manapun tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan setiap individu. Dengan kata lain, kebebasan setiap individu tidak boleh dibatasi. Adanya pengekangan kebebasan individu terkait dengan perilaku, beragama, kepemilikan, dan mengemukakan pendapat justru akan memicu konflik antara rakyat dan penguasa. Karena itu, negara wajib menjaga agar kebebasan individu tetap terjamin, bukan malah memasungnya. Dengan alasan inilah, para pekerja seni di negeri kita merasa keberatan dengan rencana pengesahan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang dinilai hanya akan memasung kebebasan berekspresi kaumnya.

Kedua: yang berkuasa di dalam masyarakat liberalis adalah sekularisme. Mereka mengasingkan agama dari kehidupan masyarakat dan membatasi kegiatan keagamaan agar tidak merambah sektor publik. Agama diprivatisasi dan aturannya direduksi sebatas pada nasihat-nasihat moral dan ritual ibadah. Ketika agama dikucilkan, masyarakat terjebak dalam arus budaya hedonis; sebuah gaya hidup yang memuja materi dan kesenangan jasmani. Setiap individu berlomba-lomba meraih kebahagiaan hidup berupa kekayaan dan popularitas. Kesenjangan sosial pun terbentuk.

Masyarakat liberal terbentuk karena didukung oleh opini media massa dan kebijakan pemerintah. Media massa sebagai jendela informasi masyarakat sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku dan cara berpikir masyarakat. Dengan dalih kebebasan pers, sisi edukatif yang lekat dalam media massa tergusur.

Dalam tinjauan teori sosiologi komunikasi massa, tayangan-tayangan vulgar TV yang menyajikan pornografi, pornoaksi, atau penyimpangan seksual adalah suatu “diskusi publik” agar nilai kebebasan (freedom, liberty) mengisi ruang publik (public sphere), kemudian menjadi opini umum (public opinion), dan selanjutnya berproses menjadi shared values, yaitu acuan nilai kultural yang disepakati bersama (Ashadi Siregar, “Pengantar”, Politik Editorial Media Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2003).

Pembentukan masyarakat liberal di negeri ini semakin kondusif dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah yang pragmatis, seperti legalisasi aborsi untuk mengurangi tingginya kematian ibu hamil; program kondomisasi untuk menekan angka penularan HIV/AIDS; hingga pemberian izin yang dikantongi penerbit Majalah Playboy versi Indonesia. Bukankah kebijakan-kebijakan ini memuluskan jalan menuju perilaku seks bebas di tengah-tengah masyarakat?

AS dengan ideologi kapitalis memiliki watak imperialisme, dan watak itu juga menjadi basis konstruksi politik luar negeri Amerika terhadap negara-negara dunia ketiga dan dunia Islam khususnya.(wallahu a’lam)
[i] Mubyarto, 2005, Ekonomi Terjajah, Pustep UGM, Yogyakarta.

[ii] Baca selengkapnya di buku, Confessions of an Economic Hit Man (2005) yang ditulis John Perkins.

[iii] Dikutip dari makalah berjudul. “Menuju Krisis Sumber Daya Alam,” Untuk lebih jelasnya, buka situs: www.jatam.org.

[iv] Ibid.

[v] Ibid.

[vi] Diambil dari makalah berjudul, “Pendatang Tanpa Izin Indonesia di Malaysia: Suatu Eksploitasi Tenaga Pekerja di Asia Tenggara,” oleh Hidayat Purnama. Untuk lebih jelasnya, buka situs: http://arts.anu.edu.au

Selasa, 21 September 2010

Pendeta Pembakar Quran Dikabarkan Tewas Kecelakaan

Pendeta Danny Allen dan Bob Old


Surabaya (beritajatim.com) - Ramai beredar kabar bahwa Bob Old, pendeta yang pembakar Alquran di belakang rumahnya, tewas terpanggang dalam kecelakaan mobil. Benarkah?

"Pastur Bob dari Tennesse AS yang mgg lalu bakar Quran, mati terpanggang dalam kecelakaan mobil yang fatal. (www.firetrainingsite.com/article-pastor-bob-old-died-in-a-car-crash-sky-news.html)," demikian seperti dikutip dari salah situs forum terbesar di Indonesia, Senin (20/9/2010).

Ada beberapa situs lain yang disebutkan mengangkat berita tewasnya pendeta pembakar Alquran dalam rangka memperingati tragedi 9/11 tersebut, antara lain :

1. Pastor Bob Old Died In A Car Crash (Sky News).
(Pastor Bob Old Tewas dalam Kecelakaan Mobil, Sky News)

2. Pastor Bob Old Of Tennessee (www.turntoislam.com).

3. Sky News This Morning

4. Pendeta Pembakar Alquran Tewas Terpanggang? (okezone.com)

Pastor Bob Old Of Tennessee Who Burnt A Quran Last Week Was Involved In A Fatal Car Crash Early This Morning He Died On The Spot In His Car Police Found A Box Of Matches And A Quran In His Glove Compartment (from turntoislam.com) Pastor Bob Old Of Tennessee Who Burnt A Quran Last Week Was Involved In A Fatal Car Crash Early This Morning He Died On The Spot In His Car Police Found A Box Of Matches And A Quran In His Glove Compartment (from turntoislam.com)

"Pendeta Bob Old dari Tennessee yang terlibat dalam pembakaran Alquran akhir minggu lalu, mengalami kecelakaan fatal pagi ini. Dia langsung meninggal di tempat. Di dalam kendaraannya, Polisi menemukan sebuah kotak dan Alquran dalam kompartemen sarung tangan Nya (dari turntoislam.com)"

4. Pastor Bob In Tennessee US Burnt Two Korans (On Saturday News )

Pastor Bob In Tennessee US Burnt Two Korans On Saturday This Is A Book Of Hate Not A Book Of Love Pastor Bob Put Two Korans Into The Flames Danny Allan Is Watching Pastor Bob Old Burnt Two Copies Of The Koran In His Own Iv Just Heard That This Pastor Just Died In A Fatal Car Crash Reply Ivarfjeld Says September 17 2010 At 104 Pm Dear Abdul Shalom And Welcome To This Site Several Muslim Readers Have Tried To Publish This Kind Of Message Today from wordpress.com)

"Pendeta Bob dari Tennessee, AS, pembakar dua Alquran, On Saturday News

Pendeta Bob dari Tennessee, AS, yang membakar dua Alquran pada Sabtu. Ini adalah sebuah buku kebencian, bukan buku cinta. Pendeta itu meninggal dalam kecelakaan yang fatal. Namun anehnya, setelah memposting berita tentang kabar kecelakaan pastor Bob, beberapa situs sumber berita tersebut langsung sulit diakses.

Muslim Australia Kesulitan Bangun Masjid


Keinginan komunitas Muslim di negeri kanguru Australia untuk mendirikan masjid menemui kesulitan yang meningkat sejak peristiwa 11 September 2001 di New York, kata satu sumber.

“Namun alasan yang melandasi penolakan proyek pembuatan masjid lebih disebabkan oleh ketidakpahaman tentang Islam,” kata Ketua Program Pembangunan Masjid Algester Brisbane, Abdul Rahman Deen, Selasa (21/9).

“Saat ini memang lebih sulit (untuk mendirikan masjid) dibandingkan sebelum kejadian 11 September 2001,” katanya.

Menurut dia, masyarakat lebih waspada terhadap pembangunan masjid tapi keberatan mereka itu lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mereka tentang Islam dan bagaimana Muslim beribadah.

Lebih lanjut Deen mengatakan bahwa saat ini di Brisbane terdapat 10 masjid yang sudah terbangun dan sedang dalam proses pembangunan.

Ketika proposal pembangunan Masjid Algester disampaikan kepada Balai Kota, masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk menyampaikan keberatan mereka dalam kurun waktu 21 hari.

Pada saat itu, ujar Deen, ada dua pernyataan penolakan dari warga setempat sehingga Balai Kota meminta agar proyek Masjid Algester menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu.

“Yang mereka khawatirkan biasanya soal parkir. Ada juga yang menduga masjid akan menimbulkan kebisingan karena setiap azan akan menghasilkan suara layaknya gereja membunyikan bel. Mereka takut nanti masjid membunyikan bel atau azan 5 kali sehari secara nyaring, dan kami bilang kami tidak akan seperti itu,” ujar Deen.

Kurangnya pengetahuan masyarakat lokal tentang Islam juga membuat panitia pembuatan masjid harus mengupayakan agar nilai-nilai dan ajaran Islam tersampaikan kepada masyarakat.

Deen juga mengatakan bahwa agar proposal pembangunan masjid tidak terlalu sulit, bunyi proposal haruslah disebut sebagai proyek pembangunan rumah ibadah, bukan pembangunan masjid.

“Tempat ibadah bisa untuk gereja, kuil, masjid. Apa saja yang penting rumah ibadah,” katanya.

Beberapa masjid di Brisbane saat ini adalah dulunya gereja, namun oleh orang Islam dibeli dan dialihkan menjadi masjid, suatu proses yang relatif lebih mudah daripada pembuatan masjid baru.

Terkait dengan persepsi masyarakat Australia secara umum, Deen menyebutkan bahwa banyak orang Australia tidak terlalu takut dengan arus Islamisasi atau terorisme yang kerap dilekatkan dengan komunitas muslim.

“Sekitar sembilan dari 10 orang Australia tidak mempraktikkan agama yang mereka anut. Tapi mereka akan berkata kepada kita sebagai Muslim ‘Saya tidak mempraktikkan agama, kamu mempraktikkan ajaran agama kamu dan saya menghormati kamu atas itu’,” papar Deen. (mediaindonesia.com, 21/9/2010)

KRITIK TERHADAP HARAKAH ISLAM YANG MENGAKUI SISTEM THAGHUT


Pengantar

Setelah hancurnya Khilafah tahun 1924, banyak harakah Islam bangkit berjuang untuk mengembalikan kejayaan Islam. Berbagai harakah Islam ini berjuang dengan tujuan, ide, dan metode perjuangan masing-masing. Meski berbeda-beda, namun insya Allah semuanya mendapat ridha Allah SWT selama mereka ikhlas berjuang untuk Islam.

Hanya saja, tak semua perjuangan itu relevan dengan masalah utama (qadhiyah mashiriyah) umat Islam atau sesuai dengan tuntutan ajaran Islam dalam perubahan. Jadi ikhlas saja tidaklah cukup, meski keikhlasan memang tuntutan mendasar dalam amal perjuangan. Keikhlasan harus disertai dengan pemahaman akan hukum-hukum Islam serta tuntutan ajaran Islam dalam perubahan.

Masalah Utama Umat Islam dan Tipologi Harakah Islam

Islam tak diragukan lagi adalah agama yang komprehensif, yaitu bukan sekedar agama spiritual, tapi juga mengatur segenap aspek kehidupan. Islam adalah agama dan negara. Maka dari itu, sejak Rasulullah SAW diutus sebagai nabi dan rasul, yang menjadi masalah utama umat Islam adalah bagaimana mengamalkan agama Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bernegara.

Rasulullah SAW telah berhasil mewujudkan Islam dalam kehidupan bernegara sejak beliau menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah. Inilah yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sesudah beliau selama sekitar 1300 tahun hingga hancurnya Khilafah di Turki tahun 1924. Sejak saat itulah umat Islam hidup terpecah belah dalam puluhan sistem thaghut sekuler dan hidup tertindas karena menjadi sasaran penghisapan dan penjajahan Barat.

Maka dari itu, selama Islam adalah agama dan negara, bukan sekedar agama spiritual, setiap perjuangan harakah Islam wajib memperhatikan masalah ini dalam perjuangannya. Inilah yang disebut masalah utama umat, yaitu mengamalkan seluruh ajaran Islam dalam kehidupan bernegara dalam bingkai negara Khilafah.

Dengan demikian, perjuangan harakah Islam seharusnya terfokus pada dua hal. Pertama, membebaskan umat Islam dari penjara sistem thaghut sekuler yang telah memecah belah umat Islam dan menjadikan mereka tak berdaya menghadapi hegemoni Barat. Kedua, mengembalikan umat dalam satu institusi politik pemersatu umat, yaitu negara Khilafah Islam.

Penguasa Dunia Islam sebagai pemimpin sistem thaghut itu sangat memahami hal ini. Maka mereka pun melakukan serangkaian strategi untuk membendung dan menjinakkan harakah-harakah Islam. Mereka berhasil sehingga akhirnya harakah-harakah Islam terbelah menjadi dua tipe utama. Pertama, harakah Islam ideologis yang tidak tersesatkan oleh realitas. Harakah jenis ini sangat paham bahwa untuk mengatasi masalah umat Islam caranya adalah merombak total sistem sekuler yang ada serta memimpin umat untuk menerapkan seluruh hukum Islam dalam negara Khilafah.

Kedua, harakah Islam pragmatis yang disesatkan oleh realitas, yang tidak sadar akan masalah umat, mengakui keabsahan sistem yang ada, serta berjuang dari dalam sistem.

Bertolak dari kondisi umat Islam yang kini hidup tercerai berai dalam sistem thaghut, maka yang dilakukan harakah Islam seharusnya adalah mengubah total sistem thaghut itu, seperti yang dilakukan harakah Islam ideologis.

Perubahan ini berarti tidak mengakui keabsahan sistem thaghut (sekuler) yang ada, karena sistem bikinan penjajah ini hakekatnya adalah musuh Islam dan pelayan kaum penjajah. Perubahan ini juga harus dilakukan dari luar sistem untuk menghancurkannya, bukan dari dalam sistem seperti yang dilakukan harakah Islam pragmatis dengan berpartisipasi dalam kabinet dan parlemen.

Perubahan ini berarti juga harus disertai upaya memimpin umat untuk memahami dan mengamalkan Islam secara sahih. Yaitu Islam sebagaimana diterapkan Rasululah SAW dan para khalifah sesudahnya dalam negara Khilafah, yang akan menyatukan umat yang terpecah belah dan mengembalikan kemuliaan mereka yang terampas oleh kaum penjajah.

Memang penguasa zalim Dunia Islam lebih suka memelihara harakah Islam pragmatis. Sebab dari dua tipe harakah Islam yang ada, harakah pragmatis tidak mengajak umat untuk mengubah sistem thaghut secara total, bahkan mengakui keabsahannya. Harakah pragmatis pada prinsipnya memang bersedia hidup dalam sistem thaghut yang zalim. Maka sistem thaghut tak akan khawatir terhadap harakah pragmatis semacam ini, walaupun harakah ini menggembar-gemborkan slogan "Islam Adalah Solusi," atau "Kami Ingin Syariah Islam," atau bahkan slogan "Kami Ingin Khilafah." Semua ini tak mengkhawatirkan sistem thaghut, selama harakah pragmatis ini telah mengakui keabsahan sistem sekuler yang ada.

Dengan demikian, harakah pragmatis ini telah melakukan penyesatan politik yang dapat menyimpangkan umat dari perjuangan yang benar. Karena keterlibatan harakah pragmatis dalam sistem thaghut berarti melegitimasi sistem thaghut sekaligus mempersulit harakah ideologis untuk menghancurkan sistem thaghut yang ada. Dan perlu dicatat, kebijakan penguasa Dunia Islam yang seperti ini telah didukung oleh Barat.

Strategi Barat Menghadapi Harakah Islam

Barat telah membagi kaum muslimin menjadi dua golongan utama, yaitu golongan fundamentalis (ekstremis) dan golongan moderat. Dari keduanya Barat hanya mendukung golongan moderat, dan bahkan mendudukkannya ke kursi kekuasaan, karena golongan moderat memang tidak menimbulkan bahaya bagi sistem politik di Dunia Islam dan bagi eksistensi Barat di Dunia Islam. Inilah garis besar Barat untuk menyesatkan harakah-harakah Islam.

Contoh nyata untuk strategi Barat itu adalah apa yang terjadi pada Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) pimpinan Recep Tayyip Erdogan di Turki. Turki tetap saja sekuler, dan bahkan menjalankan kebijakan AS dan Israel, meskipun PKP telah berhasil berkuasa. Inilah bukti nyata bahwa PKP telah menjadi harakah Islam yang disesatkan Barat sehingga PKP justru menjadi agen dan kepanjangan tangan dari kepentingan Barat.

Sayangnya, banyak generasi muda umat yang terkecoh dengan harakah pragmatis seperti PKP. Mereka menganggap PKP yang berhasil meraih kekuasaan telah melayani kepentingan Islam dan umat Islam. Padahal, dengan tinjauan sekilas saja, akan terlihat PKP sangat jauh dari ajaran dan politik Islam. Buktinya, PKP mengumumkan tidak akan memusuhi Barat (penjajah), mempercayai demokrasi, ingin menjadi bagian Eropa, serta menjadi sekutu Israel dan mengadakan perjanjian militer dengannya. PKP juga berpartisipasi dalam operasi militer NATO di Afghanistan untuk memerangi Islam dan umat Islam di sana. Dan lebih dari semua itu, PKP adalah pendukung ide-ide Mustafa Kamal Ataturk, manusia hina yang menjadi musuh Islam nomor satu dan penghancur Khilafah.

Harakah seperti PKP ini yang amat didambakan Barat, sehingga Barat berusaha mewujudkannya di berbagai negara di Dunia Islam. Tujuannya adalah untuk menghambat harakah Islam ideologis yang selalu diperangi AS, Eropa, dan penguasa zalim Dunia Islam atas nama perang melawan terorisme, fundamentalisme, radikalisme, ekstremisme, dan semacamnya.

Memang Barat telah menggariskan karakter-karakter tertentu untuk harakah Islam agar sesuai dengan kepentingan Barat. Mereka menghendaki agar harakah Islam dapat menerima sistem thaghut yang dijalankan Barat dan penguasa Dunia Islam yang zalim. Agar diterima umat, Barat menyebut aktivis harakah ini sebagai kaum moderat, bukan kaum fundamentalis atau ekstremis yang memang dimusuhi Barat.

Padahal kenyataannya, kaum moderat hakikatnya tidak berbeda dengan kaum liberal-sekuler, kecuali perbedaan formalitas saja. Jika dicermati, lontaran ide harakah Islam pragmatis sama saja dengan ide kelompok liberal-sekuler. Kita jangan tertipu dengan permainan istilah dan pengggunaan simbol-simbol Islam. Contoh nyatanya adalah PKP di Turki. PKP sangat sering mengeksploitir istilah dan simbol Islam. Padahal berbagai strategi dan langkah politiknya, seribu kali lebih berbahaya bagi umat Islam daripada kelompok-kelompok sekuler.

Maka sudah saatnya umat Islam sadar, bahwa tak setiap harakah yang seakan-akan Islami dan melayani kepentingan Islam adalah memang betul-betul baik bagi Islam ! Kita juga harus menyadari bahwa di antara harakah Islam ada yang menjadi agen Barat yang sadar atau tidak justru melayani kepentingan-kepentingan Barat. Kita juga harus sadar bahwa niat yang ikhlas tidaklah cukup, melainkan juga diperlukan langkah perjuangan yang benar sesuai Syariah Islam.

Karakter Harakah Yang Mengakui Sistem Thaghut

Paling tidak ada 6 (enam) karakter harakah Islam yang mengakui sistem thaghut dan menjadi agen Barat :

Pertama, menganut sikap pragmatis (waqi’iyyah), yaitu bertindak bukan atas dasar pertimbangan Syariah, melainkan atas dasar fakta yang ada dengan pertimbangan untung rugi (manfaat).

Kedua, tidak mempunyai ide Islam yang jelas. Mereka menyerukan Islam secara umum saja, dengan penafsiran yang disesuaikan dengan fakta yang ada demi meraih keridhoan penguasa zalim dan kaum penjajah (Barat).

Ketiga, tidak berusaha mengubah secara total sistem sekuler yang ada, melainkan hanya memperbaikinya secara parsial pada aspek-aspek tertentu. Mereka mempunyai asumsi dasar bahwa sistem yang ada sudah sah dan sudah final. Yang diubah bukan sistemnya, melainkan hal-hal tertentu yang memerlukan perbaikan, misalnya korupsi.

Keempat, mempunyai wawasan dan aksi yang hanya bersifat lokal. Mereka tidak peduli dengan persoalan umat Islam yang bersifat global, misalnya mempersatukan seluruh umat Islam dalam satu negara Khilafah.

Kelima, selalu berusaha menampakkan diri sebagai kelompok modern dan moderat, dengan dalih Islam adalah agama yang fleksibel dan luwes. Mereka mengecam harakah Islam ideologis sebagai kelompok garis keras (mutasyadidun) yang hanya cari masalah dengan memberontak kepada pemerintahan yang sah. Mereka menggembar-gemborkan ide-ide tertentu, seperti fiqih al-waqi’ (fiqih yang bertoak dari fakta), fiqih al-mashalih (fiqih yang mempertimbangkan kemaslahatan), dan semisalnya. Mereka masuk ke dalam parlemen dengan dalih untuk menegakkan agama, dan seterusnya.

Keenam, mementingkan figuritas. Mereka adalah harakah yang mempraktikkan kultus individu, karena mengedepankan figur pimpinan (qiyadah) daripada pemikiran yang serius dan produktif. Jika menghadapi masalah yang perlu keputusan, kata akhirnya bukan pada pertimbangan pemikiran, melainkan pada kehendak figur pimpinan yang telah tertawan oleh realitas sistem yang bobrok.

Harakah dengan karakter-karakter ini jelas sangat menyenangkan penguasa dari sistem thaghut. Harakah seperti ini pun kemudian dimanfaatkan dan diperalat untuk mengalihkan perhatian umat dari harakah ideologis yang sahih. Dengan demikian, di samping telah mengacaukan gambaran perjuangan Islam yang hakiki, harakah pragmatis itu juga telah mempersulit perjuangan ke arah perubahan total yang dikehendaki Islam.

Padahal sudah jelas, keterlibatan harakah pragmatis dalam parlemen sesungguhnya adalah suatu bentuk ketaatan kepada thaghut dan upaya jahat untuk memperpanjang umur thaghut itu. Hal ini juga akan mengacaukan pemahaman umat mengenai sistem thaghut sehingga umat bisa jadi menganggap sistem thaghut yang ada sudah bagus dan final.

Penutup

Dari seluruh penjelasan di atas, sudah seharusnya harakah pragmatis menyadari kekeliruan langkah mereka. Namun akankah mereka mau sadar? Dengan penuh kepahitan kami katakan, nampaknya mereka tidak akan sadar. Sebab cacat yang ada pada harakah pragmatis itu adalah cacat bawaan yang fatal, yaitu cacat pada ide (fikrah) dan metode (thariqah) perjuangan mereka.

Sungguh, setiap perjuangan yang dilandasi asumsi bahwa sistem yang ada sudah sah dan tidak perlu diubah, hanya akan menghasilkan kesia-siaan dan kemurkaan dari Allah SWT, meskipun mereka berniat ikhlas.

Ingatlah firman Allah SWT :

(أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)

"Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin (dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?" (QS Al-Mulk [67] : 22)

Juga firman-Nya :

(وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا)

"Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta." (QS Al-Furqaan [25] : 73). Wallahu a’lam. [ ]

(Disarikan dari artikel Amaa Aan li al-Harakat al-Islamiyah allatiy Ta’tarifu bi Syar’iyyah Al-Anzhimah an Tash-huw, oleh Dr. Hazim Badar, Palestina, Majalah Al-Waie (Arab), no. 282, Edisi Khusus Rajab 1431 H/ Juli 2010)

Foto : Recep Tayyip Erdogan, pemimpin Partai Keadilan dan Keadilan (PKP) Turki.

A letter from the Leader of Hizb ut-Tahrir in Uzbekistan

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Assalamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu.

I sent you part of the treatment that has been inflicted on us by the ruling authority in Uzbekistan; the prosecution, imprisonment and torture which amounts to death in many cases. Such treatment is not limited to us only in Hizb ut-Tahrir but includes all of the workers for the Islamic Call. The number of prisoners from Hizb ut-Tahrir alone in the prisons of Uzbekistan is approximately eight thousand, even though that party does not exert any acts of violence.

The oppression of this government was aggravated more this summer than throughout the year. At the beginning of this summer, all the new masools (leaders) who were appointed after the arrest of their predecessors have been arrested. A large number of our active shabab were also arrested. This happened in Tashkent, the capital, in the state of the Ferghana Valley, the state of Andijan and in other states of Uzbekistan.

Many of our shabab started to travel outside the country to work there to avoid the arrest. Nevertheless, the spies of the authority are watching and spying, even on those who travel abroad. In these days in the month of Ramadan the spies of the authority came to ask about who had traveled, and when they did not find them, they took their relatives and held them in their centers to know where their sons went. In addition, they threatened them that they will remain in detention until their sons come back. They treated them with cruelty and brutality, some of them even fainted and the older fell to the ground from fatigue.

The authority started to assign its employees in the water and gas departments; the members of the Shura Council being men and women of the locality who were assigned to spy to know where the families of prisoners get their expenditures, where they eat, wear, and how they live.

The prisoners who have completed their sentences; they blackmail them to leave the work with Hizb ut-Tahrir and start working with the authority, to spy on the party. Moreover, the one who refuses, they say to him: "You have not completed your treatment yet" and they increase his sentence to three additional years in prison. There are many of those who spent additional years and they did not release them, but they returned to blackmail them.

This is the ruling authority in Uzbekistan. We will not bow to its oppression and will continue working in the legitimate way (sharee way) to change it, we will be patient with Allah's help and with the assistance for our Muslim brothers in this country and in other Muslim countries, we will be patient until Allah judges between us, and Allah is the wise of the wises.


Your brother

The Masoul of Hizb ut-Tahrir in Uzbekistan


24th Ramadan 1431 AH
04/09/2010

Jumat, 17 September 2010

Laporan Ingatkan Obama: Syariat Islam Ancaman Bagi Amerika


Pusat Kebijakan Keamanan AS mempublikasikan sebuah laporan dengan judul: “Syariat Islam… Ancaman bagi Amerika Serikat“.

Laporan ini menggambarkan syariat Islam sebagai “doktrin sosial dan politik yang komprehensif”. Bahkan laporan itu menyatakan bahwa, meskipun syariat Islam tegak di atas landasan spiritual, namun ia merupakan panduan komprehensif untuk aktivitas di bidang ekonomi, sosial, militer, hak asasi manusia dan politik.

Laporan itu disusun oleh sebuah tim yang terdiri dari 19 orang mantan pejabat keamanan, yang dipimpin oleh Jenderal William Boykin, yang dulu pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan AS Urusan Intelijen pada era mantan Presiden AS, George W. Bush.

Mengaitkan Islam Dengan “Terorisme”

Laporan tersebut menyatakan bahwa ada hubungan antara Islam dengan apa yang disebut “terorisme”. Dikatakan bahwa upaya Presiden Barack Obama untuk membangun hubungan dengan organisasi-organisasi yang beraktivitas untuk penyebaran syariat Islam, adalah karena “kurangnya pemahaman Obama tentang ancaman terorisme yang menjadi karakteristik Islam.”

Laporan itu juga mengecam kebijakan Presiden AS yang bertujuan untuk melakukan normalisasi hubungan dengan dunia Muslim. Bahkan menyerukan Obama untuk membuang jauh-jauh sikapnya yang sekarang terhadap Islam. Dikatakan bahwa kebijakannya dalam hal ini justru dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya tindakan “terorisme” baru di wilayah Amerika.

Mendukung Kelompok Moderat Dan Reformis

Laporan itu menyerukan Obama agar menerapkan skenario yang dulu pernah digunakan untuk melawan ideologi komunisme dalam Perang Dingin dengan Uni Soviet.

Laporan itu merekomendasikan supaya mendukung apa yang disebutnya sebagai kelompok-kelompok moderat dan reformis dalam Islam, “dan sebaliknya menentang orang-orang atau kelompok yang mencoba untuk memaksakan hegemoni Islam terhadap dunia.” (islammemo.cc, 16/9/2010)

Selasa, 07 September 2010

Teriakkan Khilafah Terus Bergema dari Al-Aqsa hingga Jumat Terakhir Ramadhan


Jumat terakhir Ramadhan 1431 H, (24 Ramadhan), kembali ratusan ribu kaum Muslim Palestina berkumpul di Masjid Al-Aqsa. Seruan penegakkan Khilafah sebagai solusi tuntas atas semua persoalan yang menimpa umat ini menggelora baik di dalam Masjid maupun di luar Masjid Al-Aqsa. Dikabarkan sekitar 220.000 kaum Muslim hadir di tempat suci ketiga umat Islam tersebut.

Tampak spanduk panjang di sebuah gerbang antara Masjid Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah yang diapit oleh dua bendera Rasulullah Saw bertuliskan pesan, "Al-Khilafah...Al-Khilafah, wahai kaum Muslim, sesungguhnya ia kewajiban dari Tuhamu, tempat kemuliaan kalian, tempat mengalahkan musuh kalian, tempat membebaskan tanah kalian serta cahaya kebaikan dan keadilan di penjuru dunia."

Tak lama usai sholat Jumat, Abu Muhammad mulai menyerukan penegakkan Khilafah dan mengkritik negoisasi Palestina (Israel). Disusul oleh Syeikh Abu Abdurrahman membahas realitas para penguasa hari ini. Seruan penegakkan Khilafah juga disampaikan oleh Syeikh Isam Amirah.

Teriakkan penegakkan Khilafah tidak hanya terdengar di luar masjid Al-Aqsa, di dalam masjid pun perbincangan tentangn Khilafah dipenuhi oleh para jamaah. Teriakkan dari Masjid Al-Aqsa ini seolah memanggil kaum Muslim seperti yang dilakukan oleh Sholahuddin Al-Ayubi.

Demikianlah, Al-Aqsa sekali lagi memanggil kaum Muslim untuk segera membebaskan negeri mulia tersebut melalui tegaknya Khilafah, bukan melalui negoisasi. [m/htpal/syabab.com]

Galeri Foto:























































“Pembakaran Al Qur’an”: Rencana Keji Kaum Salibis


Untuk ke sekian kalinya umat Islam diuji iman dan kesabarannya. Betapa tidak. Di bulan Ramadhan yang berkah ini umat dihadapkan pada propaganda busuk sekelompok kaum Kristiani (Salibis) di AS. Terry Jones, pendeta (pastor) senior Gereja Dove World Outreach Center di Gainesville, Florida, Amerika Serikat, menyerukan ke seluruh gereja dunia dan warga Amerika untuk terlibat memperingati Tragedi 11 September 2001 (Penghancuran Gedung Kembar WTC) dengan menjadikannya sebagai “International Burn a Koran Day” (Hari Membakar Alquran Internasional). Hari tersebut kemungkinan bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri 1431 H.

Sebelumnya (akhir Juli lalu), propaganda keji dan permusuhan terhadap Islam mereka cetak dalam bentuk kaos bertuliskan “Islam is Of The Devil” (Islam adalah Setan). Kampanye juga dilakukan melalui jejaring sosial (Facebook) dan Youtube. Mereka menuliskan pesan kebencian dan tantangan terhadap umat Islam di laman Facebook-nya: “On September 11th, 2010, from 6pm - 9pm, we will burn the Koran on the property of Dove World Outreach Center in Gainesville, FL in remembrance of the fallen victims of 9/11 and to stand against the evil of Islam. Islam is of the devil (Pada 11 September 2010, mulai 6:00-9:00 kita akan membakar al-Quran milik Dove World Outreach Center di Gainesville, FL untuk mengenang korban yang jatuh 9/11 dan bersiap melawan kejahatan Islam. Islam adalah dari setan)!”

Ibarat gayung bersambut, seruan di atas mendapatkan respon cukup besar dari berbagai pihak, tidak kurang dari 6,690 orang lebih menyukai pesan di dinding facebook tersebut. Komentar yang muncul pun sangat kasar dan kental dengan aroma kebencian. Kata-kata kotor yang kurang ajar diumbar begitu saja, tidak hanya ungkapan yang melecehkan dan menghina al-Quran, tetapi juga menghina Baginda Rasulullah saw. dan Allah Rabbul ‘Izzati.

Pendeta Terry Jones mengatakan, dia telah menerima tawaran dari “ekstremis sayap kanan”, yang akan menerjunkan antara 500 sampai 2.000 anggota milisi sipil bersenjata, untuk melindungi tempatnya (gereja) pada tanggal 11 September. Menurut pernyataan yang diterima dari Gereja Dove World Outreach Center, pendiri organisasi bersenjata, Shannon Carson, berkata, “Kami sepenuhnya mendukung upaya Gereja Dove World Outreach Center untuk mengakhiri gagasan bahwa Islam adalah agama damai…Justru Islam adalah kultus kekerasan dengan tujuan dominasi dunia.”

Fakta juga berbicara, kecemasan melanda umat Islam di Amerika. Rasa aman mereka sebagai warga negara di negara yang katanya menjunjung tinggi HAM adalah omong-kosong. Umat Islam menjadi obyek tindakan rasialis oleh mayoritas non-Muslim (Kristiani Amerika). Tak jarang ancaman pembunuhan juga mengintai mereka setiap saat. Di Queens pada hari Rabu malam, misalnya, seorang pria mabuk masuk masjid dan kencing di sajadah sambil berteriak “Teroris!” Pada malam yang sama, di Fresno, California, sebuah masjid dirusak: jendela dipecahkan dan sebuah grafiti ditinggalkan. Bunyinya, “Tidak ada kuil untuk dewa terorisme.” (Republika.co.id, 30/8).

Kekerasan dan teror secara mental dan fisik terhadap kaum Muslim diperkirakan semakin meningkat menjelang Peringatan 11 September.

Alasan Bodoh Terry Jones

Pendeta Terry Jones, sebagaimana dilansir News.au, menuduh Islam dan hukum syariah bertanggung jawab atas aksi terorisme terhadap World Trade Center di New York pada 11 September 2001. “Islam adalah setan. Agama itu menyebabkan jutaan orang masuk neraka; agama menipu; agama kekerasan…,” katanya saat wawancara dengan CNN.

Dalam situsnya, mereka mengemukakan sepuluh alasan mengapa al-Quran harus dibakar. Di antaranya, al-Quran dianggap tidak asli, tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan dan mengajarkan totalitarisme kekuasaan. Islam juga dianggap tidak sesuai dengan demokrasi, HAM, dan Barat.

Penyakit Islamophobia

Langkah Gereja Dove World Outreach Center menunjukkan betapa Islamophia (ketakutan terhadap Islam) merebak luas di kalangan orang Amerika. Langkah gereja itu tidak bisa dilepaskan dari rencana global untuk memojokkan Islam setelah Serangan 11 September 2001, yang diklaim dilakukan oleh ‘teroris’ Muslim. Sejak itulah Amerika melancarkan ‘perang melawan terorisme’ atau War on Terrorism (WOT), dengan menjadikan Islam sebagai sasaran. Padahal Theiry Meyssan, wartawan asal Prancis, dalam investigasinya menemukan bahwa apa yang dikatakan oleh pemerintah Amerika dan didukung oleh media massanya (yang 90 persennya milik Yahudi) adalah bohong besar. Ia mengungkap temuannya dalam buku berjudul 9/11 The Big Lie America.

Jadi, aneh dan sinting jika Pendeta Terry Jones membuat logika: WTC runtuh dan pelakunya adalah Muslim yang terinspirasi oleh al-Quran, karenanya al-Quran harus dibakar sebagai simbol perlawanan. Nyata sekali, ini logika membabi buta dan mabuk. Kebencian dan permusuhan di mulut dan di dada merekalah yang menjadikan Islam tetap dianggap sebagai agama teroris.

Justru dunia menyaksikan bagaimana dengan semangat “Perang Salib” George W Bush menjadikan Amerika negara penjajah yang biadab: menghancurkan Afganistan dan Irak, membunuh lebih dari 1,5 juta orang sipil serta meninggalkan infrastruktur yang luluh-lantak dan derita nestapa yang belum ada ujungnya hingga saat ini. Jelas, Amerikalah teroris sejati!

Kenyataan ini makin menegaskan kebenaran firman Allah SWT:

وَلَن تَرضىٰ عَنكَ اليَهودُ وَلَا النَّصٰرىٰ حَتّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُم

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka (QS al-Baqarah [2]: 120).

Allah SWT juga menegaskan lagi hakikat mereka itu dalam firman-Nya:

لا يَألونَكُم خَبالًا وَدّوا ما عَنِتُّم قَد بَدَتِ البَغضاءُ مِن أَفوٰهِهِم وَما تُخفى صُدورُهُم أَكبَرُ

Mereka (kaum kafir) tidak pernah berhenti (menimbulkan) kemadaratan atas kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi (QS Ali Imran [3]: 118).

Wahai Penguasa Muslim!

Propaganda dan rencana busuk Pendeta Terry Jones pada 11 September 2010 serta pengikut dan pendukungnya jelas-jelas adalah pelecehan, penghinaan dan sikap durjana terhadap Dunia Islam dengan 1,5 miliar lebih orang Muslim di dalamnya. Hakikatnya itu adalah permusuhan mereka yang ditujukan kepada Islam dan kaum Muslim; kepada Allah Rabbul ‘alamin dan Rasul-Nya.

Seharusnya penguasa negeri Muslim (termasuk Indonesia), melalui diplomasi luar negerinya bisa menekan dan menggagalkan upaya sinting tersebut. Harusnya mereka meminta kepada pemerintah Amerika untuk menghentikan rencana sinting tersebut, bukan malah menjadi bisu, tuli dan buta mata hatinya. Para penguasa Muslim, termasuk di negeri ini, harusnya bersikap tegas dan keras jika tidak ingin kejadian ini akan melahirkan akibat buruk dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Umat Islam tentu bisa merespon dengan cara mereka sendiri di luar kendali.

Para penguasa Muslim, termasuk di negeri ini, harusnya mencontoh para khalifah dulu. Dulu Prancis pernah merancang pertunjukan drama yang diambil dari hasil karya Voltaire. Isinya bertema, “Muhammad atau Kefanatikan”. Di samping mencaci Rasulullah saw., drama tersebut menghina Zaid dan Zainab. Ketika Sultan Abdul Hamid, Khalifah Khilafahan Utsmani saat itu, mengetahui berita tersebut, melalui dutanya di Prancis, beliau segera mengancam Pemerintah Prancis supaya menghentikan pementasan drama tersebut. Beliau mengingatkan bahwa ada “tindakan politik” yang akan dihadapi Prancis jika tetap meneruskan dan mengizinkan pementasan tersebut. Prancis akhirnya membatalkannya.

Tidak berhenti sampai di situ. Perkumpulan teater tersebut lalu berangkat ke Inggris. Mereka merencanakan untuk menyelenggarakan pementasan drama itu di Inggris. Mengetahui itu, Khalifah Abdul Hamid pun mengancam Inggris. Inggris menolak ancaman tersebut. Alasannya, tiket sudah terjual habis dan pembatalan drama tersebut bertentangan dengan prinsip kebebasan (freedom) rakyatnya. Setelah mendengar sikap Inggris demikian, sang Khalifah menyampaikan, “Kalau begitu, saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!”

Pemerintah Inggris pun ketakutan melihat keseriusan ancaman sang Khalifah. Mereka segera melupakan sesumbarnya tentang kebebasan. Pementasan drama itu pun akhirnya mereka batalkan juga (Lihat: Majalah al-Wa‘ie, No. 31, 2003).

Jelas, hakikat drama di atas sama dengan hakikat berbagai penghinaan kaum kafir Barat terhadap Islam dan umatnya saat ini; dari mulai pembuatan kartun Nabi saw. di Denmark, pelarangan jilbab dan perusakan masjid di Eropa, hingga rencana pembakaran al-Quran di Amerika tanggal 11 September nanti.

Karena itu, semestinya sikap penguasa Muslim sejati dalam merespon berbagai penghinaan itu juga sama dengan keberanian Khalifah Abdul Hamid di atas, bukan malah diam dan bersikap pengecut.

Wahai kaum Muslim!

Penghinaan terhadap Islam dan Rasulullah saw. terus berulang. Hal serupa akan terus terulang hingga mereka tahu bahwa kita umat Muhammad saw. memiliki benteng. Mereka tahu, penguasa saat ini bukanlah benteng bagi umat. Benteng itu adalah Khalifah. Karena itu, Hizbut Tahrir bersama dengan berbagai komponen umat terus berjuang mewujudkan Khilafah. Tanpa Khilafah, kita akan terus diinjak-injak. Padahal kita adalah umat terbaik (QS Ali Imran [3]:110).

Karena itu, umat Islam wajib bergerak dan menyerukan aspirasinya menuntut penguasa untuk bersikap layaknya penguasa mereka. Jangan sampai mereka menjadi penguasa “antek-antek” yang mengabdi dan membebek pada kepentingan Amerika sang penjajah dengan skenario “war on terrorism“, yakni perang melawan Islam dan kaum Muslim. Tidak cukupkah penghinaan mereka selama ini terhadap Islam dan umatnya? Apakah umat ini akan menjawab tantangan orang-orang kafir jika ayah-bunda, saudara dan famili mereka disembelih di hadapan mata mereka? Tidakkah seorang Mukmin memahami bahwa tidak ada kehinaan yang lebih hina selain dari ditimpa kemurkaan Allah SWT akibat bisu, tuli, buta mata hati dengan bersikap diam seribu bahasa dan tidak mau menjawab tantangan orang-orang kafir di atas? Sudah waktunya umat Islam berbuat dan bergerak!

Karena itu, demi kemulian Islam dan kaum Muslim, demi al-Quran dan Rasulullah saw. dan demi keridhaan Allah SWT; penuhilah seruan-seruan para pengemban dakwah yang mengajak untuk menegakkan kembali syariah dan Khilafah demi mengembalikan seluruh kemuliaan itu!

Ya Allah, Ya Rabb, sudah kami sampaikan. Karena itu, saksikanlah! []

KOMENTAR:

Mentri Agama : Ahmadiyah Sebaiknya Dibubarkan, (Republika, 31/8/2010)

Benar, termasuk para pendukungnya dari Kelompok Liberal.

Sumber: Buletin AL-ISLAM Edisi 522