Kamis, 02 Desember 2010
Hizbut Tahrir Tantang Paus Lakukan Debat Terbuka Tentang Hubungan Islam dengan Kekerasan
Dalam pernyataan provokatif, dan kekeliruan dalam menjelaskan fakta, Paus Vatikan Benediktus XVI mengatakan bahwa “Islam harus menjelaskan dua masalah: Hubungannya dengan kekerasan dan akal; kemudian masalah hak untuk mengubah agama (keyakinan). Inilah masalah sulit yang diakui oleh lawan bicara para aktivis Islam.”
Dalam hal ini, Benediktus XVI lupa dengan berbagai insiden penindasan yang dilakukan oleh Gereja, terutama terkait hak orang-orang Kristen Koptik yang pindah dari Kristen ke Islam.
Sebagaimana Paus Vatikan ini juga lupa bahwa perang Barat terhadap Islam dan kaum Muslim yang mengakibatkan jatuhnya jutaan korban tak berdosa di Irak dan Afghanistan, di mana semua itu dilakukan di bawah kedok perang agama, perang salib (crusades).
Paus Benediktus XVI selama serangkaian wawancara yang diterbitkan dalam buku “Cahaya Bumi: Paus, Gereja dan Tanda Zaman“, yang ditulis oleh seorang jurnalis Jerman, Peter Cevalld, dan diterbitkan hari Rabu lalu, menegaskan bahwa ia ingin dari pidatonya yang disampaikan di Universitas Regensburg agar menjadi “pelajaran akademis murni, tanpa dipahami bahwa seruan Paus tidak dapat diambil dari sudut pandang akademik, melainkan politik,” seperti yang ia katakan.
Benediktus XVI mengatakan, hingga pidato yang disampaikannya pada tahun 2005, yang memicu gelombang reaksi kemarahan di dunia Islam, “telah keluar dan diambil di luar konteksnya, dan memberikan dimensi politik yang tidak memiliki fakta,” katanya.
Ia menambahkan: “Namun, insiden ini telah menghasilkan dampak positif. Sebab dari kontroversi ini melahirkan dialog yang sangat intensif.” “Sungguh hal ini telah sampai pada kebenaran yang tidak dapat kembali ke belakang, seperti kata mereka,” tambahnya. Ia melanjutkan: “Ini penting untuk tetap melakukan kontak intensif dengan semua kekuatan Islam yang mau dan mampu berdialog.”
Benediktus XVI, dalam salah satu wawancara yang dipublikasikan dalam buku tersebut, mengatakan bahwa “dialog” dengan kaum Muslim menuntut “perlakuan yang sama”, dan mendesak para pemimpin politik di dunia Islam agar “menjamin kebebasan perpikir dan berkeyakinan bagi semua orang. Sehingga dengan semua ini akan menjadi mungkin bagi setiap individu untuk mengumumkan keyakinan mereka sendiri secara terbuka di depan umum.”
Perlu dicatat bahwa Hizbut Tahrir telah mengeluarkan pernyataan setelah pidato Benediktus XVI tersebut, yang isinya menantang Paus untuk melakukan debat publik, dan tidak menerima hanya dengan ucapan meminta maaf saja. Pernyataan ini ditutup dengan dua kata: Pertama, Hizbut Tahrir menantang Paus Roma dalam debat terbuka yang landasannya akal dan akal saja. Sehingga semuanya menjadi jelas bagi setiap yang memiliki mata. Apalagi alamat kantor-kantor media Hizbut Tahrir semuanya jelas dan dikenal di berbagai belahan dunia di mana Hizbut Tahrir beroperasi. Dan dalam hal ini, Paus tinggal memilih waktu dan tempat yang diinginkan, (waktu dan tempat di mana kami dan Anda sama-sama bisa).
Kedua, Kami tidak ingin permintaan maaf dari Paus Roma. Sebab ia tidak mengatakan semua itu karena kesalahan yang tidak sengaja, atau ketidaktahuan yang tidak diperhitungkan. Namun ia mengatakannya dengan sangat sengaja, dengan perkataan yang jelas bukan sindiran. Sehingga hal ini tidak cukup hanya dengan permintaan maaf saja (kantor berita HT, 1/12/2010).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar